Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERSPEKTIF PENDIDIKAN SENI MUSIK BERORIENTASI HUMANISTIK Anarbuka Kukuh Prabawa; A. M. Susilo Pradoko; Cipto Budy Handoyo
Imaji Vol 19, No 1 (2021): IMAJI APRIL
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/imaji.v19i1.37093

Abstract

Kajian ini merupakan hasil analisis kritis terhadap konsep pendidikan seni musik dengan berpusat pada orientasi humanistik. Orientasi humanistik berarti siswa dianggap sebagai subjek yang mandiri bukan sebagai objek didik.Peran pendidik disini memberikan pengalaman kepada siswa bagaimana cara untuk berekspresi, mengapresiasi, berkreasi, serta juga membentuk sebuah rangkaian harmonisasi yang melahirkan keindahan dalam rangka menumbuhkan kesadaran, kemandirian, dan tanggung jawab yang tinggi sebagai hakikat manusia yang seutuhnya. Sementara paradigm objektivasi murid dengan memberikan materi, pengetahuan hafalan dan ujian pilihan ganda menjadi model pembelajaran dominan. Penerapan pendidikan seni musik dengan berorientasi humanistik dilaksanakan penerapannya secara menyeluruh agar siswa mengerti dan mampu memahami makna inti dari belajar musik mencakup pengetahuan, keterampilan berkreativitas music dan sikap mandiri dalam penempilan musik.Kata Kunci : pendidikan musik, humanistik, subjek mandiri ABSTRACT   This study is the result of a critical analysis of the concept of music education with a humanistic orientation centered on it. Humanistic orientation means that students are considered as independent subjects, not as objects of learning. The role of educators here is to provide students with experience on how to express, appreciate, be creative, and also form a series of harmonization that gives birth to beauty to foster awareness, independence, and responsibility that high as a complete human nature. Meanwhile, the objectivation paradigm of students by providing material, rote knowledge, and multiple-choice exams is the dominant learning model. The application of music education with a humanistic orientation is carried out as a whole so that students understand and can understand the core meaning of learning music including knowledge, musical creativity skills, and independent attitudes in musical performance. Keywords: Music Education, Humanistic, Independent. Subject
Orientasi Istilah-Istilah dalam Pembelajaran Seni Karawitan Jawa melalui Aspek Psikologi Kognitif Anarbuka Kukuh Prabawa
Indonesian Journal of Performing Arts Education Vol 2, No 1 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ijopaed.v2i1.6109

Abstract

AbstrakKarawitan Jawa sebagai identitas musik tradisi Jawa hingga saat ini masih bertahan eksistensinya. Tidak lain karena karawitan telah dianggap oleh masyarakatnya sebagai bagian dari tradisinya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak berlaku bagi orang awam yang belum terbiasa mendengar gamelan, sehingga letak probematikanya disini adalah pada konteks pembelajaran karawitan, bahwa khusus bagi siswa awam sangat sulit memahaminya. Terutama apabila dikaitkan dengan istilah-istilah dasar yang termuat di dalam Seni Karawitan. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan solusi akan problematika tersebut. Upaya yang dilakukan yakni memanfaatkan kreativitas guru untuk memberikan stimulus melalui aspek psikologi kognitif siswa. Seperti kajian ini, yakni melalui aspek kebahasaan atau istilah-istilah dalam karawitan, melalui stimulus tersebut akan melahirkan perilaku musikal. Kajian ini menyimpulkan bahwa dengan timbulnya mental response dari aspek kognitif siswa, maka akan mendorong siswa untuk melahirkan antusisasme berbentuk behavioral response, terutama dalam memaknai dan merepresentasikan nilai-nilai filosofis, nilai kebudayaan, dan nilai-nilai positif lain yang terkandung dalam seni karawitan Jawa. AbstractJavanese Karawitan as the identity of Javanese traditional music still survives to this day. Because karawitan has been considered part of their community tradition. However, this does not apply to ordinary people who are not used to hearing gamelan, so the problematics here is in the context of learning karawitan, which is especially difficult for common students to understand. Mainly when it is associated with the basic terms contained in the Karawitan Art. This paper aims to offer a solution to this problem. Efforts are being made to utilize the teacher's creativity to provide stimulus through aspects of students' cognitive psychology. Like this study, through linguistic aspects or terms in karawitan. Through these stimuli will give birth to musical behavior. This study concludes that the emergence of mental responses from the student's cognitive aspects will encourage students to generate enthusiasm in behavioral responses, especially in interpreting and representing philosophical values, cultural values, and other positive values in Javanese karawitan art. 
Interpretasi Makna Gramatis dan Psikologis Tembang Macapat dengan Analisis Hermeneutika Schleiermacher Anarbuka Kukuh Prabawa; Muh Mukti
Indonesian Journal of Performing Arts Education Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : Jurusan Pendidikan Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ijopaed.v2i2.7113

Abstract

AbstractThis study aims to reveal the philosophical meanings behind the Macapat song with grammatical and psychological interpretations through Schleiermacher's hermeneutic theory. This study is qualitative with a literature study technique using Schleiermacher's philological and hermeneutic approach analysis. Philology is used to identify words in the Macapat songs sentence from fiber texts, including Serat Wulangreh, Wedhatama, and others. Meanwhile, Schleiermacher's hermeneutics focuses on being used as an analytical tool to interpret the relationship between the meaning of the word (grammatical) and the meaning of the author's expression (psychological). The results of the study found the meaning of moral messages from 11 kinds of Macapat songs, each of which has its own philosophy, the sequence includes Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, and Pocung. The connection of the 11 Macapat songs represents the stages of human life, from the womb to death. The philosophical meaning behind the Macapat song is a reminder of one's awareness of its origins and acts as a true human being who always includes God in every step.AbstrakKajian ini bertujuan untuk mengungkap makna-makna falsafah dibalik tembang Macapat dengan interpretasi gramatikal dan psikologikal melalui teori hermeneutika Schleiermacher. Metode kajian ini berjenis kualitatif dengan teknik studi literatur menggunakan analisis pendekatan filologi dan hermeneutik Schleiermacher. Filologi digunakan untuk mengidentifikasi kata pada kalimat tembang Macapat dari naskah-naskah serat, antara lain: Serat Wulangreh, Wedhatama, dan selainnya. Sementara hermeneutika Schleiermacher terfokus digunakan sebagai alat analisis untuk menafsirkan keterkaitan antara makna kata (gramatic) dengan makna ungkapan ekspresi dari pengarang (psychological). Hasil kajian ditemukan makna pesan moral dari 11 macam tembang Macapat yang masing-masing mempunyai falsafah tersendiri, urutannya meliputi Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, dan Pocung. Keterkaitan ke-11 tembang Macapat merupakan representasi tahap kehidupan manusia sejak dari alam kandungan hingga meninggal. Kesimpulannya bahwa makna falsafah dibalik tembang Macapat merupakan pengingat kesadaran seseorang akan asal muasalnya dan berlaku menjadi manusia sejati yang senantiasa mengikutsertakan Tuhan dalam setiap langkahnya.