Anak Agung Linda Cantika
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENJAMIN APABILA TERSANGKA ATAU TERDAKWA MELARIKAN DIRI DALAM MASA PENANGGUHAN PENAHANAN Anak Agung Linda Cantika; I Wayan Wiryawan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 05, No. 06, November 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak bagitersangka dalam masa penahanannya. Terhadap tersangka atau terdakwa disetiap tingkatpemeriksaan oleh instansi yang menahan tersebut memberikan kesempatan kepadatersangka atau terdakwa untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan.Permasalahan yang timbul adalah pengaturan penangguhan penahanan dalam KUHAPdan akibat hukum serta kewajiban bagi penjamin apabila tersangka atau terdakwamelarikan diri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pasal 31KUHAP belum secara keseluruhan mengatur bagaimana tata cara pelaksanaanya, sertabagaimanaa syarat dan jaminan yang dapat dikenakan kepada tahanan atau kepadaorang yang menjamin. Pasal tersebut mengatur mengenai ketentuan pencabutan akanpenangguhan penahanan tersebut terhadap tersangka atau terdakwa oleh pejabat yangmenahannya jika syarat dan ketentuan yang diharuskan dilanggar oleh tersangka atauterdakwa. Kesimpulan yang dapat diambil adalah akibat hukum terhadap penjaminapabila tersangka atau terdakwa melarikan diri tidak diatur dalam undang-undang,hanya penjamin dikenakan kewajiban moral untuk menghadirkan tersangkasebagaimana alasan-alasan yang diajukan saat memohon penangguhan penahanan.
HUKUM DEKONTRUKSI PARIWISATA BUDAYA BALI: ANTARA KEARIFAN LOKAL DAN KOMERSIAL Ni Nyoman Putri Purnama Santhi; Anak Agung Linda Cantika
Kerta Dyatmika Vol 23 No 2 (2024): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.23.2.1585.89-98

Abstract

Perkembangan dewasa ini, Pulau Bali memiliki tantangan yang dilematis antara dua hal berseberangan yakni kearifan lokal dan komersialisasi. Derasnya arus perkembangan globalisasi dan modernisasi memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap pariwisata Bali. Apabila ditelaah berdasarkan kajian hukum, perlu kiranya dilakukan suatu upaya yakni hukum dekontruksi. Hukum dekontruksi secara garis besar ditujukan untuk evaluasi atas subtansi hukum yang berkenaan dengan kearifan lokal dan komersialisasi pariwisata budaya Bali. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu bentuk upaya mengkaji kembali dan merevisi peraturan yang ada untuk menghindari eksploitasi dan menekan arus komersialisasi budaya pada Pariwisata Bali. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan hukum dekontruksi dan perkembangan pariwisata budaya Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan hukum dekonstruksi dapat menjadi solusi efektif untuk menangani komersialisasi pariwisata budaya Bali dengan melakukan identifikasi dan penalaran kritis terhadap sejumlah regulasi yang sudah ada berkenaan dengan pariwisata budaya Bali. The current development of Bali Island has a dilemmatic challenge between two opposing things, namely local wisdom and commercialization. the current development of globalization and modernization has a very influential impact on Bali Tourism. Based on legal studies, it is necessary to make an effort, namely deconstruction law. The deconstruction law is generally aimed to evaluate the substance of the law relating to local wisdom and commercialization of Balinese cultural tourism. This research aims to make an effort to review and revise existing regulations to avoid exploitation and suppress the flow of culture commercialization in Bali tourism. This research uses a normative method by reviewing legislation, books, journals, and articles related to deconstruction law and the development of Balinese cultural tourism. The results show that the legal deconstruction approach can be an effective solution to deal with the commercialization of Balinese cultural tourism by identifying and critically reasoning about existing regulations regarding Balinese cultural tourism.
PERADILAN IN ABSENTIA ATAS TINDAK PIDANA KORUPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MATARAM NOMOR 13/Pid.Sus-TPK/2017/PN MTR I Gusti Ngurah Agung Permata Dewa; Anak Agung Linda Cantika
Kerta Dyatmika Vol 20 No 1 (2023): Kerta Dyatmika
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Dwijendra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46650/kd.20.1.1410.85-92

Abstract

Penyelesaian suatu perkara hendaknya menghadirkan terdakwa , tetapi dalam peradilan In Absentia khususnya Tindak Pidana Korupsi dapat dilakukan tanpa kehadiran terdakwa, hal tersebut sangatlah merampas hak seorang terdakwa untuk melakukan pembelaan dalam suatu peradilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum in absentia terhadap tindak pidana korupsi serta pertimbangan hakim dalam memutus perkara In Absentia terhadap Tindak Pidana Korupsi nomor 13/Pid.Sus-TPK/2017/PN MTR. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan data sekunder. Kesimpulan yang diambil penulis adalah sebagai berikut yaitu pengaturan In Absentia terhadap Tindak Pidana Korupsi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan dalam memutus perkara In Absentia ada beberapa dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan, salah satu yang dijadikan dasar pertimbangan hakim adalah melihat dari hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Berdasarkan kesimpulan maka penulis memberikan saran sebagai berikut: Saran untuk pemerintah yaitu perlu adanya suatu peraturan perundang-undangan yang jelas mengatur mengenai persidangan In Absentia dan saran untuk aparat penegak hukum yaitu tidak boleh sewenang-wenang dalam memeriksa perkara In Absentia. The settlement of a case should present the defendant, but in the In Absentia trial, especially the Corruption Crime, it can be carried out without the presence of the defendant, this really robs a defendant of the right to defend himself in a court of law. This study aims to determine the legal arrangements in absentia against corruption and the judge's considerations in deciding the case of In Absentia against the Crime of Corruption number 13/Pid.Sus-TPK/2017/PN MTR. This research method uses normative research methods, namely research conducted by examining library materials and secondary data. The conclusion drawn by the author is as follows, namely the regulation of In Absentia against Corruption Crimes in Indonesia is regulated in Law Number 31 of 1999 Jo. Law Number 20 of 2001 concerning the Eradication of Criminal Acts of Corruption which is regulated in the provisions of Article 38 paragraph (1) and in deciding the In Absentia case there are several basic considerations for judges in making decisions, one of which is used as the basis for judges' considerations is to look at the following: aggravating and mitigating matters for the accused. Based on the conclusions, the authors provide the following suggestions: Suggestions for the government, namely the need for a clear statutory regulation governing the In Absentia trial and suggestions for law enforcement officers, namely that it should not be arbitrary in examining In Absentia cases.
IMPLEMENTASI PENGATURAN BATAS USIA KAWIN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DI KABUPATEN KARANGASEM Trinaya Dewi, A.A Mas Adi; Anak Agung Linda Cantika; Dharma Pradana, I Made Dwipayana
Judge : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 02 (2025): Judge : Jurnal Hukum
Publisher : Cattleya Darmaya Fortuna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54209/judge.v6i02.1420

Abstract

The number of child marriages in Karangasem Regency has increased, reaching 2,000 couples per year. This is despite the fact that Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 on Marriage regulates the legal minimum age for marriage in Indonesia. The aim of this study is to examine the implementation of the regulation on the legal minimum age for marriage as stipulated in Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 on Marriage in Karangasem Regency, and to identify the obstacles in its implementation. This study employs an empirical legal research method with a descriptive approach. The data used in this research consist of primary and secondary data, collected through observation and interviews. The sampling technique applied is non-probability sampling in the form of purposive sampling. The data are processed using qualitative analysis and presented descriptively. The implementation of the legal minimum age for marriage in Karangasem Regency has not been carried out optimally as mandated by Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to the Marriage Law, particularly regarding the minimum legal age for marriage. This shortcoming is due to several contributing factors. The challenges in implementation include factors related to law enforcement, infrastructure/facilities, societal factors, and cultural or legal culture factors. There is a need for synergy between the local government and the community to conduct outreach and prioritize the equitable implementation of the legal minimum age for marriage in Karangasem Regency.