Tri Harso Karyono
Staf Direktorat Teknologi Lingkungan BPP Teknologi dan Staf Pengajar Arsitektur di Jakarta

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PEMANASAN BUMI SEBAGAI KONSEKUENSI PEMBANGUNAN MODERN YANG TIDAK TERKONTROL Karyono, Tri Harso
185P -3466
Publisher : Agency for the Assessment and Application of Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.388 KB)

Abstract

ABSTRAK Bencana alam melanda hampir setiap tempat di semua penjuru dunia. Hal iniĀ  merupakan gejala atau fenomena alam yang dapat terjadi di manapun dan kapanpun. Kepentingan hidup manusia terusik. Besarnya dimensi dan frekuensi bencana alam diduga erat terkait dengan perubahan pola aktifitas manusia serta pertambahan populasi manusia di dunia. Gejolak alam ini menimbulkan lebih banyak bencana alam ketika manusia mulai merambah, menguasai dan menempati hampir semua titik di permukaan muka bumi yang sebelumnya tidak pernah dihuni. Peningkatan ragam aktifitas manusia meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana untuk mengakomodir aktifitas tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana fisik meningkat dengan cepat. Gedung, jembatan, pelabuhan, bandara udara, jalan, perumahan, sarana rekreasi dan lainnya bertambah dengan sangat cepat menambah luasan kulit bumi yang tertutup bangunan dan perkerasan. Sayangnya pembangunan fisik ini tidak selalu mempertimbangkan keseimbangan lingkungan alami bumi sehingga timbul pergeseran keseimbangan lingkungan yang menimbulkan lebih banyak gejolak alam.Menengok kembali cara pembangunan yang dilakukan para leluhur kita dalam menyediakan sarana dan prasarana fisik bagi aktifitas kehidupan mereka, banyak hal yang dapat kita pelajari untuk kehidupan kita saat ini dan masa datang. Paper ini mencoba membahas konsep dan metoda membangun secara tradisional di masa lalu serta konsep dan metoda membangun modern masa kini, untuk kemudian dikaitkan dengan isu pemanasan bumi dan bencana alam
FUNGSI RUANG HIJAU KOTA DITINJAU DARI ASPEK KEINDAHAN, KENYAMANAN, KESEHATAN DAN PENGHEMATAN ENERGI Karyono, Tri Harso
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 6 No. 3 (2005): JURNAL TEKNOLOGI LINGKUNGAN
Publisher : Center for Environmental Technology - Agency for Assessment and Application of Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.538 KB) | DOI: 10.29122/jtl.v6i3.352

Abstract

Town’s area needs both open and green spaces. This is not only for thesake of aesthetical requirement in shaping the town, but also to fulfill theneeds of fresher and cooler air for its inhabitants. Green area is required toaccommodate people social activities, and also to reduce air pollution –particularly in the form of carbon dioxide comes from vehicles. Besidesreducing air temperature, green area also benefit people by producing oxygenand absorbing dust. Green area must be provided adequately in the town, andbe controlled firmly by legislation. By the provision of sufficient and well-distributed green spaces in the town, people will be guaranteed to have suchlower air temperatures, fresher air and better living environment. This may beresulting, whether direct or indirectly, in reducing the consumption of energy inmany sectors in the town. This article discusses the way green space andvegetation are giving benefit to the inhabitants through several aspects asmentioned above.
KOTA TROPIS HEMAT ENERGI: MENUJU KOTA YANG BERKELANJUTAN DI INDONESIA Karyono, Tri Harso
Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 7 No. 1 (2006): JURNAL TEKNOLOGI LINGKUNGAN
Publisher : Center for Environmental Technology - Agency for Assessment and Application of Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.159 KB) | DOI: 10.29122/jtl.v7i1.366

Abstract

Modern life and modern technology require vast use of energy. The use ofenergy in the cities has been dramatically escalated within the last decades. Since most of energy consumed by people live in urban areas is from the non-renewable resources like fossil fuels, we will certainly face problems of energy crisis and global warming to sustain our cities livable in the future. Due to the moderate prevailing climate conditions, which are close to the comfort temperature, less energy will be required to modify indoor temperature suitable for human indoor activities. Since the dependency to the energy is small, people in the humid tropic may have better chances to sustain their cities livable in the future. However, most of Indonesian cities are designed in such away with little consideration to some important design factors as climate, environment, energy, green transportation and an adequate infra structure, like urban drainage. In return, many cities are nothealthy and convinience to be lived for and are not in line with the sustainable design approach. This article provides some discussion on how tropical cities in Indonesia must be planned and designed toward sustainable built environment. Energy as the main role in sustaining our built environment is taken as a priority here to be considered in designing our humid tropical cities of Indonesia. This is in order to achieve sustainable living environment for our future generation and us.
PEMANASAN BUMI SEBAGAI KONSEKUENSI PEMBANGUNAN MODERN YANG TIDAK TERKONTROL Karyono, Tri Harso
185P -3466
Publisher : Agency for the Assessment and Application of Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (422.388 KB)

Abstract

ABSTRAK Bencana alam melanda hampir setiap tempat di semua penjuru dunia. Hal ini merupakan gejala atau fenomena alam yang dapat terjadi di manapun dan kapanpun. Kepentingan hidup manusia terusik. Besarnya dimensi dan frekuensi bencana alam diduga erat terkait dengan perubahan pola aktifitas manusia serta pertambahan populasi manusia di dunia. Gejolak alam ini menimbulkan lebih banyak bencana alam ketika manusia mulai merambah, menguasai dan menempati hampir semua titik di permukaan muka bumi yang sebelumnya tidak pernah dihuni. Peningkatan ragam aktifitas manusia meningkatkan kebutuhan sarana dan prasarana untuk mengakomodir aktifitas tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana fisik meningkat dengan cepat. Gedung, jembatan, pelabuhan, bandara udara, jalan, perumahan, sarana rekreasi dan lainnya bertambah dengan sangat cepat menambah luasan kulit bumi yang tertutup bangunan dan perkerasan. Sayangnya pembangunan fisik ini tidak selalu mempertimbangkan keseimbangan lingkungan alami bumi sehingga timbul pergeseran keseimbangan lingkungan yang menimbulkan lebih banyak gejolak alam.Menengok kembali cara pembangunan yang dilakukan para leluhur kita dalam menyediakan sarana dan prasarana fisik bagi aktifitas kehidupan mereka, banyak hal yang dapat kita pelajari untuk kehidupan kita saat ini dan masa datang. Paper ini mencoba membahas konsep dan metoda membangun secara tradisional di masa lalu serta konsep dan metoda membangun modern masa kini, untuk kemudian dikaitkan dengan isu pemanasan bumi dan bencana alam
WUJUD KOTA TROPIS DI INDONESIA: SUATU PENDEKATAN IKLIM LINGKUNGAN DAN ENERGI Karyono, Tri Harso
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 2 (2001): DECEMBER 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.2.%p

Abstract

Almost all the Indonesian cities are designed someway in which local climate, environmental aspect and energy conservation have been paid little inttention by the architecs and urban designers. The result is that most of the Indonesian cities have provided no good place for people living in. This articles tries to explore all the possibility aspects of climatic, environmental and energy, in which they may influence to the design of humid tropical cities of Indonesia. Some strategies are proposed to achieve a better urban design in terms of climate, environment and energy conservation. Abstract in Bahasa Indonesia : Sebagian besar kota di Indonesia dirancang tanpa memperhatikan beberapa aspek seperti halnya iklim, kesehatan lingkungan dan penghematan energi. Akibatnya, beberapa kota tersebut menjadi tidak cukup nyaman bagi warga setempat untuk tinggal dan bekerja. Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis berbagai aspek yakni, iklim, lingkungan dan energy, yang berpengaruh terhadap rancangan kota tropis di Indonesia. Beberapa strategi pemecahan yang berkaitan dengan aspek tersebut di atas dicoba untuk ditawarkan melalui tulisan ini. Kata kunci: energi, iklim, Indonesia, kota tropis basah, lingkungan.
TENAGA SURYA DAN ARSITEKTUR: SUATU ANALISIS LINGKUNGAN DAN PERANCANGAN Karyono, Tri Harso
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 31 No. 1 (2003): JULY 2003
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.31.1.%p

Abstract

This paper discusses the potential use of solar energy in building as an alternative solution of energy resources to reduce the negative impact in burning fossil fuels to the environment. It higlights the positive aspects in environment by generating solar energy and also discusses the aesthetical values in employing solar panels on buildings. Abstract in Bahasa Indonesia : Isue mengenai pemanasan bumi yang diakibatkan oleh produksi gas karbon dioksida sebagai akibat pembakaran bahan bakar minyak (minyak bumi, batu bara, gas alam) memaksa ilmuwan, pakar energi, akhli lingkungan, serta pihak-pihak lain yang terkait untuk ikut memikirkan penggunaan energi alternatif yang aman. Tenaga nuklir yang tidak menghasilkan gas buang semacam karbon dioksida, ternyata bukan merupakan solusi energi alternatif yang baik karena meninggalkan sampah radioaktif yang belum ada solusi pembuangan yang diangap aman untuk masa yang akan datang. Tenaga surya, yang umumnya sudah digunakan secara tradisional sejak ratusan abad yang silam, perlu mendapat perhatian. Pemanfaatan tenaga surya baik secara pasif maupun aktif bagi bangunan perlu mendapat perhatian dari para arsitek. Pemanfaatan tenaga surya secara aktif, dimana tenaga surya dikonversikan terlebih dahulu menjadi tenaga listrik dengan solar sel, seyogyanya tidak berdiri sendiri, perlu diintegrasikan dengan aplikasi perancangan secara pasif. Perancangan secara aktif bertujuan untuk mengurangi beban listrik yang berasal dari minyak bumi - secara langsung mengurangi jumlah gas karbon dioksida yang dibuang ke udara, sedangkan perancangan pasif bertujuan untuk mengurangi beban penggunaan energi listrik - yang berasal dari sumber listrik apapun - di dalam bangunan. Makalah ini membahas isue yang diutarakan diatas, dimana pada akhirnya memberikan contoh dari suatu karya arsitektur yang dianggap berhasil dalam mengaplikasikan strategi perancangan secara aktif (menggunakan solar sel) serta tidak meninggalkan sterategi perancangan secara pasif. Kata kunci: bangunan, karbon dioksida, minyak bumi, pemanasan bumi, photovoltaic (solar sel), rancangan aktif, rancangan pasif, tenaga surya
PENELITIAN KENYAMANAN TERMIS DI JAKARTA SEBAGAI ACUAN SUHU NYAMAN MANUSIA INDONESIA Karyono, Tri Harso
Dimensi: Journal of Architecture and Built Environment Vol. 29 No. 1 (2001): JULY 2001
Publisher : Institute of Research and Community Outreach, Petra Christian University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.9744/dimensi.29.1.%p

Abstract

The current standard for thermal comfort in Indonesia is based on ASHRAE 55 -1992 (the American Standard). This standard recommends a neutral temperature of 24.0 oCTo with the range of comfort between 22 and 26 oCTo Results from a thermal comfort study done by the author in Jakarta - in which some of 596 office workers from seven multi-storey office buildings were participated in this study - showed that these values were fairly too low to the average requirement of the Indonesian workers who were (about 95% of the sample population) still comfortable within the range temperature of 24.9 to 28.0 oC in terms of air temperature (Ta) or 25.1 to 27.9 oC in terms of operative temperature (To). The lower the values of the standard would result to the higher energy consumption in the air-conditioned building. It discusses also the effect of the so called 'external factors', such as gender, age, fatness, ethnic backgrounds, etc., on the state of human thermal comfort. Abstract in Bahasa Indonesia : Penelitian kenyamanan termis yang dilakukan penulis memperlihatkan sekitar 95% dari 596 karyawan/wati di beberapa bangunan tinggi di Jakarta merasa nyaman pada suhu udara (Ta) 26,4oC atau suhu operasi (To) 26.7oC. Sementara rentang nyaman antara 24.9 hingga 28.0 Ta dan 25.1 hingga 27.9 To. Dalam kondisi termis ini diperkirakan 90% responden merasa nyaman. Standar kenyamanan termis di Indonesia yang berpedoman pada standar Amerika [ANSI/ASHRAE 55-1992] merekomendasikan suhu nyaman 22.5o-26oC To, atau disederhanakan menjadi 24 oC + 2 oC To, atau rentang antara 22 oCTo hingga 26 oCTo. Perbedaan ini akan berakibat pada jumlah energi yang dikonsumsi oleh bangunan. Dibandingkan hasil penelitian diatas, suhu nyaman perencanaan bangunan berpengkondisi udara di Jakarta berada sekitar 2.5 oC To lebih rendah dibanding suhu rekomendasi ASHRAE. Paper ini juga menelaah beberapa faktor lain (jenis kelamin, usia, faktor gemuk, dsb.) - diluar enam faktor baku ISO - yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap kenyamanan. Kata kunci: suhu udara, suhu operasi, suhu nyaman, sensasi termis.