Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

LENGTH DISTRIBUTION AND SEX RATIO TO INVESTIGATE SPAWN ELIGIBILITY OF BIGEYE TUNA(THUNNUS OBESUS LOWE, 1839) IN THE INDIAN OCEAN Arief Wujdi; Fathur Rochman; Irwan Jatmiko
Widyariset Vol 2, No 1 (2016): Widyariset
Publisher : Pusbindiklat - LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.978 KB) | DOI: 10.14203/widyariset.2.1.2016.67-76

Abstract

Bigeye tuna (Thunnus obesus Lowe, 1839) is the important commodity for the fishing industry in Indonesia. Increased exploitation is threatening their population, so that is necessary to monitor the size composition that meets the eligibility to be captured, as well as the sex ratio as a management measure. Data was collected by scientific observers program which was following commercial tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port from August 2005 to December 2014. Chi-Square analysis with 95% of confidence level also implemented to determine the sex ratio of female and male. The result showed that BET caught ranged from 30 to 192 cm, mode size ranged from 121 to 125 cm and mean 111,76 cm. As much as 69,5% of them was greater than a length at first maturity (Lm) and that means have been worthy to be captured. The sex ratio of (F:M) 1:1,32 was observed which indicates male was  dominant  than  female.  Correlation  between  sex  ratio  and  length proved to be significant where the female was increasing in size between 95-145 cm, as described a regression equation. However, an equal sex ratio occurred during December to January and also from April to June along the southern part of Java and East Nusa Tenggara and western part of Australia waters.
LENGTH DISTRIBUTION AND SEX RATIO TO INVESTIGATE SPAWN ELIGIBILITY OF BIGEYE TUNA(THUNNUS OBESUS LOWE, 1839) IN THE INDIAN OCEAN Arief Wujdi; Fathur Rochman; Irwan Jatmiko
Widyariset Vol 2, No 1 (2016): Widyariset
Publisher : Pusbindiklat - LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/widyariset.2.1.2016.67-76

Abstract

Bigeye tuna (Thunnus obesus Lowe, 1839) is the important commodity for the fishing industry in Indonesia. Increased exploitation is threatening their population, so that is necessary to monitor the size composition that meets the eligibility to be captured, as well as the sex ratio as a management measure. Data was collected by scientific observers program which was following commercial tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port from August 2005 to December 2014. Chi-Square analysis with 95% of confidence level also implemented to determine the sex ratio of female and male. The result showed that BET caught ranged from 30 to 192 cm, mode size ranged from 121 to 125 cm and mean 111,76 cm. As much as 69,5% of them was greater than a length at first maturity (Lm) and that means have been worthy to be captured. The sex ratio of (F:M) 1:1,32 was observed which indicates male was  dominant  than  female.  Correlation  between  sex  ratio  and  length proved to be significant where the female was increasing in size between 95-145 cm, as described a regression equation. However, an equal sex ratio occurred during December to January and also from April to June along the southern part of Java and East Nusa Tenggara and western part of Australia waters.
DINAMIKA POPULASI DAN ESTIMASI RASIO POTENSI PEMIJAHAN IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) DI TELUK PRIGI, JAWATIMUR Suwarso Suwarso; Arief Wujdi
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2102.681 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.3.2015.177-186

Abstract

Ikan lemuru (Sardinella lemuru) berperan sangat penting bagi industri pengalengan ikan di Indonesia dan juga perikanan rawai tuna yang beroperasi di Samudera Hindia sebagai umpan. Aktivitas penangkapannya dilakukan secara terus-menerus sepanjang tahun sehingga diperlukan upaya pengelolaan agar tetap lestari. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji parameter populasi sebagai dasar pengelolaan sumberdaya lemuru di Teluk Prigi. Contoh ikan diambil dari hasil tangkapan pukat cincin mini pada periode Februari hingga Oktober 2013 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Analisis parameter pertumbuhan menggunakan program FISAT dan rasio potensi pemijahan didasarkan pada lembar kerja SPR pada ukuran panjang dan umur ikan. Laju pertumbuhan lemuru tergolong cepat sehingga berumur pendek. Laju kematian akibat penangkapan berkontribusi lebih besar daripada laju kematian alaminya. Kondisi stok lemuru berada pada kondisi lebih tangkap diindikasikan dengan E>0,5 dan SPR<20%. Diperlukan penerapan batas ukuran minimum ikan dengan meningkatkan selektivitas mata jaring dan juga pengurangan jumlah upaya penangkapan.Bali sardinella (Sardinella lemuru) has an important role for the fishing canning industry in Indonesia and also tuna longline fisheries operating in the Indian Ocean as bait. However, fishing activities carried out continuously throughout the year, so that management of effort should be wasmade to maintain its sustainability. This study aims to estimate population parameters to determine the status of Bali Sardinella stock in Prigi Bay waters. Samples of mini purse seine catches were collected from Archipelago Fishing Port of Prigi during Februari to October 2013. Length frequency-based methods were used to estimate growth parameters, mortality and exploitation rate which was analysed with ELEFAN included in FISAT II software.Meanwhile, spawning potential ratio was analysed using SPR at size and age assessment in Microsoft Excel spreadsheet. The growth rate of Bali Sardinella was high so it has a short life relatively. Fishing mortality had a greater contribution than natural mortality. The current status of Bali Sardinella was estimated in overexploitation level indicated as E>0,5 and SPR<20%. Management measures required to address these issues by implementing a minimum size limit through increasing mesh size and also fishing effort need to be decreased at certain level.
DISTRIBUSI PANJANG DAN ESTIMASI TOTAL TANGKAPAN TUNA SIRIP BIRU SELATAN (Thunnus maccoyii) PADA MUSIM PEMIJAHAN DI SAMUDERA HINDIA Ririk Kartika Sulistyaningsih; Arief Wujdi; Budi Nugraha
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 20, No 4 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.966 KB) | DOI: 10.15578/jppi.20.4.2014.215-224

Abstract

Tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) banyak ditangkap nelayan dengan alat tangkap rawai tuna di perairan selatan Jawa Timur pada musim pemijahan selama periode September – April. Untuk mendukung pengelolaan ikan tuna di Samudera Hindia dilakukan kegiatan pemantauan hasil tangkapan tuna secara kontinyu. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang distribusi panjang dan estimasi total tangkapan tuna sirip biru selatan, sebagai basis data dan informasi yang diperlukan untuk penentuan kuota ikan tuna sirip biru selatan. Estimasi total tangkapan dihitung minimal 30% dari total jumlah kapal yang mendarat pada tiap-tiap perusahaan pengeskpor tuna. Pada penelitian ini berhasil dilakukan pencatatan hasil tangkapan pada 292 unit kapal dari 520 unit kapal yang mendaratkan ikan tuna. Total tangkapan tuna sirip biru selatan yang didaratkan di Pelabuhan Benoa – Bali pada musim pemijahan 2013/2014 lebih dari 900 ton. Jumlah tangkapan ini telah melebihi kuota hasil tangkapan tuna sirip biru selatan yang ditetapkan Commission for the Convervation of Shouthern Bluefin Tuna. Ukuran tuna sirip biru selatan terdistribusi mulai 103 – 208 cm, didominasi ukuran 148 cm. Panjang tuna sirip biru selatan pertama kali tertangkap pada saat memijah adalah 160 cm.Shouthern bluefin tuna (Thunnus maccoyii) mostly caught by Indonesian fishers using longline in the spawning season in East Java waters, in September to April. This paper aims were give information about size distribution and to estimate the total catch of shouthern bluefin tuna as the data basis and information that needed to determine the quota of southern bluefin tuna. The target to estimate total catch was minimum of 30% from the total vessel landings in each processing plant. In this research total samplings were 292 boats from 520 boats landed. Total catch estimates of shouthern bluefin tuna landed in Benoa Port – Bali in the spawning season in 2013/2014 was more than 900 tonnes. This amount was over than the quote that resolved by Commission for the Convervation of Shouthern Bluefin Tuna. The size of southern bluefin tuna distributed ranging 103-208 cm, size 148 cm dominated. Length at first capture for shouthern bluefin tuna when spawning was 160 cm.
SEBARAN HASIL TANGKAPAN MADIDIHANG (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) DI SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR Arief Wujdi; Ririk Kartika Sulistyaningsih; Fathur Rochman
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.59 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.2.2015.79-86

Abstract

Ikan Madidihang (Thunnus albacares Bobbaterre, 1788) merupakan salah satu komoditaspenting bagi industri perikanan di Indonesia dimana hasil tangkapannya merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis tuna lainnya. Saat ini, kondisi stok madidihang berada dalam kondisi yang baik. Namun, untuk menjaga kelangsungan pemantaatan stok ikan tuna, diperlukan upaya pengelolaan sumber daya tuna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi laju tangkap madidihang di Samudera Hindia Bagian Timur. Pengumpulan data dilakukan oleh pemantau ilmiah pada kapal rawai tuna komersial yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu dan Bungus dari Agustus 2005 sampai Desember 2013; serta program monitoring pendaratan tuna yang berbasis di Benoa tahun 2010-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pancing bervariasi secara bulanan dan tahunan. Rata-rata bulanan laju pancing tertinggi terjadi pada Mei (0,17 ekor/100 pancing) dan terendah pada Februari (0,01 ekor/100 pancing), sedangkan rata-rata laju pancing tahunan tertinggi pada 2006 (0,11 ekor/100 pancing) dan terendah pada 2011 (0,06 ekor/100 pancing). Rata-rata laju pancing tahunan cenderung mengalami penurunan sebesar 29,48%/ tahun. Ikan madidihang tertangkap oleh rawai tuna Indonesia tersebar dari 0°-34° LS dan 76°-134° BT. Sebaran spasial laju pancing tertinggi berada di sekitar Kepulauan Mentawai dan selatan Jawa Timur hingga Nusa Tenggara.Yellowfin tuna (Thunnus albacares Bobbaterre, 1788) is one of the important commodity for the fishing industry in Indonesia because it has the highest catches compared with other tunas. Nowadays, the yellowfin stock is currently in good condition (not overfished and not subject to overfishing). However, management measure was required to support sustainability of tuna fishery. This study aims to determine the hook rate distribution of yellowfin tuna in the Eastern Indian Ocean. Data was obtained by scientific observers on commercial tuna longline vessels, mainly based in Benoa, Palabuhan Ratu and Bungus Fihing Port, from August 2005 to November 2013; also monitoring program of tuna catches mainly landed in Benoa during 2010 to 2013. The results showed that the hook rate of yellowfin tuna was varied monthly and yearly. The highest of monthly average CPUE occurred in May (0,17 fish/100 hooks) and the lowest were in February (0,01 fish/100 hooks), while the highest annually CPUE also occurred in 2006 (0,11 fish/100 hooks) and the lowest in 2011 (0,06 fish/100 hooks). CPUE also has declining with 29,48%/year. Distribution of yellowfin tuna caught by Indonesia tuna longline spreads from 0°-34° S dan 76°-134° E. The highest CPUE was around Mentawai islands and also in south coast of East Java to Nusa Tenggara.
STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) DI PERAIRAN SELAT BALI Arief Wujdi; Wudianto Wudianto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.569 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.4.2015.253-260

Abstract

Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) berperan penting baik secara ekologi ekosistem laut dan ekonomi masyarakat pesisir di Selat Bali. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan lemuru mengakibatkan aktivitas penangkapannya dilakukan secara terus-menerus sepanjang tahun sehingga mengancam kelestariannya. Untuk mengelola sumber daya ikan lemuru ini tetap lestari, maka salah satu bahan masukan yang diperlukan adalah status stok terkini. Namun, ketersediaan data yang terbatas menjadi penghambat dalam upaya mengevaluasi status pemanfaatan stok, khususnya untuk kegiatan perikanan skala kecil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status stok sumberdaya ikan lemuru di perairan Selat Bali yang dilakukan dari Agustus 2010 hingga Desember 2011. Pengkajian stok ikan lemuru dilakukan dengan pendekatan ratio potensi pemijahan yang berbasis ukuran panjang. Studi pustaka juga dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter life history sebagai pendukung analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status stok ikan lemuru telah mengalami eksploitasi berlebih (over exploited) yang diindikasikan dengan nilai Spawning Potential Ratio (SPR)<20%. Indikasi lainnya terjadinya over exploited adalah SL50<Lm dan F>M. Upaya pemulihan stok perlu dilakukan sebagaimana dijelaskan dalam penelitian ini agar tercapainya SPR menjadi 20% dan 40% sebagai batas dan target biologi untuk keberlanjutan sumberdaya ikan lemuru.Bali sardinella (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) plays an important role in terms of the ecology of marine ecosystems and also the economy and livelihoods of coastal communities in Bali Strait. High market demand has consequence in fishing activities, which is carried out continuously throughout the year, so that could threaten of resources sustainability. So that current stock status was needed as important input for management measures. However, evaluation of stock status is constrained by lack of the data, especially for small-scale fisheries. This study aims to determine the stock status of Bali sardinella in the Bali Strait waters conducted from August 2010 to December 2011. The stock assessment conducted with length-based spawning potential ratio approach. Literature synthesis from the previous study also implemented to obtain life-history parameters as supporting analysis. The results showed that over-exploited status has occurred, which is indicated by the value of SPR <20%, SL50<Lm and F>M. Stock recovery efforts need to be carried out urgently as described in this study to achieve the SPR 20% and 40% as limit and target reference points for biological and sustainability resources respectively.
KARAKTERISTIKMORFOLOGI DANHUBUNGANMORFOMETRIK OTOLITH DENGAN UKURAN IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) DI SELAT BALI Arief Wujdi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 8, No 3 (2016): (Desember, 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3897.192 KB) | DOI: 10.15578/bawal.8.3.2016.159-172

Abstract

Otolith telah digunakan secara luas untuk kajian taksonomi, pertumbuhan, umur dan kekerabatan populasi ikan dari perairan yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan morfometrik otolith dan ukuran ikan lemuru serta karakteristikmorfologi otolith. Sampel dikumpulkan dari Selat Bali padaApril hingga Juli 2015. Pengujian statistik juga dilakukanmenggunakan uji-t berpasangan dua arah pada selang kepercayaan 99% untuk menentukan signifikansi hasil pengukuran morfometrik antara otolith kanan dan kiri. Hubungan parameter morfometrik dan ukuran ikan dianalisis menggunakan persamaan regresi linear dan eksponensial. Karakteristik morfologi otolith disajikan secara deskriptif dan dipertegas dengan nilai indeks-indeks bentuk menggunakan 6 deskriptor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengukuran morfometrik otolith kiri dan kanan. Ukuran otolithmemiliki korelasi isometrik dengan pertumbuhan ikan dimana panjang otolith (OL) menjadi indikator terbaik untuk mengestimasi ukuran individu ikan. Otolith ikan lemuru memiliki ciri-ciri morfologi yang konsisten seperti halnya ikan dari genus Sardinella, khususnya sulcus acusticus, rostrum dan antirostrum. Nilai indeks bentuk yangmenegaskan ciri-ciri morfologi otolith juga dijelaskan.Otoliths widely used to determine taxonomy, growth, age and population structure of fishes. This study aims to determine the relationship between otolith morphometric to fish sizes and morphological characteristic of otolith. Data were collected from April to July 2015 in Muncar, Bali Strait. The statistical tests using two tails ttest paired sample also implemented to examine differentiation between left and right otolith measurement. The linear regression and exponential equation used to examine otolith morphometric parameter to fish size. Otolith morphological characteristics presented descriptively and emphasized using 6 descriptors of shape indices. The results showed no significant differences between left and right otolith. The otolith-fish size relationship was isometric. An OL (length of otolith) found as the best indicators to estimate the original size of fish. The otolith has specific morphological characteristics, in particular sulcus acusticus, rostrum and antirostrum were similar with other species from Sardinella genus. Shape indices also provided to confirm the morphological otolith.
SEBARAN UKURAN PANJANG DAN NISBAH KELAMIN IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) DI SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR Arief Wujdi; Bram Setyadji; Budi Nugraha
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 7, No 3 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.72 KB) | DOI: 10.15578/bawal.7.3.2015.175-182

Abstract

Ikan madidihang atau tuna sirip kuning (Thunnus albacares) merupakan salah satu komoditas penting bagi industri perikanan di Indonesia dengan hasil tangkapan tertinggi dibandingkan jenis tuna lainnya. Sebagai dasar pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, diperlukan data dan informasi tentang komposisi ukuran layak tangkap yaitu membandingkan proporsi rata-rata ikan tertangkap (Lc) dan matang gonad (Lm), serta nisbah kelamin sebagai indikator pendugaan kemampuan memijah. Pengumpulan data dilakukanmelalui program observasi diatas kapal rawai tuna yang berbasis di Benoa, Pelabuhanratu dan Bungus dari bulan Agustus 2005 hingga November 2013. Penghitungan nisbah kelamin menggunakan uji Chi-Square (X2) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak ikan madidihang berkisar antara 30-179 cm, modus ukuran 106-110 cm dan rata-rata 101,65 cm. Sebanyak 81,03% madidihang yang tertangkap berukuran lebih besar daripada Lm yang berarti telah layak tangkap. Nisbah kelamin betina:jantan adalah 1:1,45 mengindikasikan dominansi ikan jantan. Hubungan antara nisbah kelamin dengan panjang ikan menunjukkan signifikansi dimana ikan betina semakin berkurang pada ukuran 120-180 cm, serta tidak ditemukan lagi pada ukuran lebih dari 170 cm. Korelasi nisbah kelamin dan panjang cagak dapat dideskripsikan dengan persamaan regresi sebagai berikut: 1,8013 - 0,0099 FL dengan nilai R2=0,8058.Yellowfin tuna or YFT (Thunnus albacares) is one of the important commodity for the fishing industry in Indonesia because it has the highest catches compared with other tunas. In order to fisheries resources management, it was necessary to monitor the size composition compared between proportion average size captured (Lc) and maturity size (Lm) to meets the size eligibility, as well as the sex ratio as an indicator to estimate the ability of spawn. Data collected by scientific observers program which was following tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port, from August 2005 to November 2013. Chi-Square analysis with 95%confidence level also implemented to determine sex ratio between female and male. The result indicated that YFT were caught has size ranged between 30-179 cm, size mode ranged between 106-110 cm and the mean was 101,65 cm.Mostly YFT (81,03%) was greater than its maturity size (Lm) and that’s mean have been worthy to be captured. Sex ratio of (F:M) 1:1,45 was observed which indicates male was dominant. Correlation between sex ratio and length proved to be significant where the female was diminishing in size between 120-180 cm, even female was no longer found in size more than 170 cm. Correlation between sex ratio and length can described as a regression equation=1,8013 - 0,0099 FL; R2=0,8058.
HUBUNGAN PANJANG-BOBOT DAN FAKTOR KONDISI TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788) YANG DIDARATKAN DI PRIGI JAWA TIMUR Maya Agustina; Ririk Kartika Sulistyaningsih; Arief Wujdi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 12, No 3 (2020): (Desember) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/bawal.12.3.2020.109-117

Abstract

Tuna sirip kuning (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788), Fam Scombridae, merupakan salah satu hasil tangkapan yang cukup tinggi bagi perikanan skala kecil di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi tuna sirip kuning untuk melengkapi informasi biologi yang diharapkan dapat mendukung pengelolaan perikanan tuna sirip kuning secara bertanggung jawab. Sampel tuna sirip kuning diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Jawa Timur, pada bulan Januari hingga Desember 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran panjang berkisar antara 21 – 172 cmFL dan bobot berkisar antara 0,15 – 73 kg. Hubungan panjang dan bobot diperoleh persamaan W = 3x10-5FL2,835 mengindikasikan pola pertumbuhan bersifat alometrik negatif. Faktor kondisi relatif bervariasi menurut ukuran kelas panjang dimana faktor kondisi ikan juvenil cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan dewasa. Faktor kondisi juga bervariasi secara bulanan atau musiman dimana nilainya cenderung meningkat pada bulan September hingga mencapai puncaknya pada Oktober atau bertepatan dengan musim peralihan II.Yellowfin tuna (Thunnus albacares Bonnaterre, 1788), Fam Scombridae, is one of the high catches for small-scale fisheries at the Prigi Fishing Port. The objectives of this research are to investigate the relationship of length-weight, Growth pattern and condition factors of yellowfin tuna which are expected to complete basic information to support the management of yellowfin tuna fisheries in a responsible manner. Yellowfin Data collection were obtained from Prigi Fishery Port, East Java from January to December 2018. The measurements showed that the length of ranged from 21-172 and weight ranged from 0.2 - 73 kg. Analysis of length-weight relationships was W = 3x10-5FL2,835 indicating that the growth pattern is negative allometric. Relative condition factors vary according to length class size where the condition factor for juvenile fish tends to be higher than that of adult fish. The condition factor also varies on a monthly or seasonal basis where the value tends to increase in September until it reaches its peak in October or coincides with the transition season II.