Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

LENGTH DISTRIBUTION AND SEX RATIO TO INVESTIGATE SPAWN ELIGIBILITY OF BIGEYE TUNA(THUNNUS OBESUS LOWE, 1839) IN THE INDIAN OCEAN Arief Wujdi; Fathur Rochman; Irwan Jatmiko
Widyariset Vol 2, No 1 (2016): Widyariset
Publisher : Pusbindiklat - LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.978 KB) | DOI: 10.14203/widyariset.2.1.2016.67-76

Abstract

Bigeye tuna (Thunnus obesus Lowe, 1839) is the important commodity for the fishing industry in Indonesia. Increased exploitation is threatening their population, so that is necessary to monitor the size composition that meets the eligibility to be captured, as well as the sex ratio as a management measure. Data was collected by scientific observers program which was following commercial tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port from August 2005 to December 2014. Chi-Square analysis with 95% of confidence level also implemented to determine the sex ratio of female and male. The result showed that BET caught ranged from 30 to 192 cm, mode size ranged from 121 to 125 cm and mean 111,76 cm. As much as 69,5% of them was greater than a length at first maturity (Lm) and that means have been worthy to be captured. The sex ratio of (F:M) 1:1,32 was observed which indicates male was  dominant  than  female.  Correlation  between  sex  ratio  and  length proved to be significant where the female was increasing in size between 95-145 cm, as described a regression equation. However, an equal sex ratio occurred during December to January and also from April to June along the southern part of Java and East Nusa Tenggara and western part of Australia waters.
LENGTH DISTRIBUTION AND SEX RATIO TO INVESTIGATE SPAWN ELIGIBILITY OF BIGEYE TUNA(THUNNUS OBESUS LOWE, 1839) IN THE INDIAN OCEAN Arief Wujdi; Fathur Rochman; Irwan Jatmiko
Widyariset Vol 2, No 1 (2016): Widyariset
Publisher : Pusbindiklat - LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/widyariset.2.1.2016.67-76

Abstract

Bigeye tuna (Thunnus obesus Lowe, 1839) is the important commodity for the fishing industry in Indonesia. Increased exploitation is threatening their population, so that is necessary to monitor the size composition that meets the eligibility to be captured, as well as the sex ratio as a management measure. Data was collected by scientific observers program which was following commercial tuna longline operation mainly based in Benoa, Palabuhanratu and Bungus Fishing Port from August 2005 to December 2014. Chi-Square analysis with 95% of confidence level also implemented to determine the sex ratio of female and male. The result showed that BET caught ranged from 30 to 192 cm, mode size ranged from 121 to 125 cm and mean 111,76 cm. As much as 69,5% of them was greater than a length at first maturity (Lm) and that means have been worthy to be captured. The sex ratio of (F:M) 1:1,32 was observed which indicates male was  dominant  than  female.  Correlation  between  sex  ratio  and  length proved to be significant where the female was increasing in size between 95-145 cm, as described a regression equation. However, an equal sex ratio occurred during December to January and also from April to June along the southern part of Java and East Nusa Tenggara and western part of Australia waters.
FLUKTUASI TANGKAPAN DAN STRUKTUR UKURAN IKAN OPAH (Lampris guttatus) TANGKAPAN RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA Dian Novianto; Irwan Jatmiko; Bram Setyadji
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 21, No 1 (2015): (Maret 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.076 KB) | DOI: 10.15578/jppi.21.1.2015.9-16

Abstract

Ikan opah (Lampris guttatus) atau “moonfish” adalah ikan non target dari pengoperasian rawai tuna. Informasi tentang perikanan opah saat ini belum banyak terpublikasi, sehingga minimnya pengetahuan tentang siklus hidup, biologi reproduksi dan besaran populasi membuat kesulitan untuk menentukan status stok dan langkah-langkah pengelolaan ikan opah. Tulisan ini membahas fluktuasi hasil tangkapan ikan opah dan struktur ukurannya yang merupakan hasil tangkapan sampingan (by-catch) dari pengoperasian rawai tuna di perairan Samudera Hindia. Data dikumpulkan pada periode 2005–2013 dengan melakukan operasi penangkapan sebanyak 94 trip oleh pengamat ilmiah di atas kapal rawai tuna komersial dari Pelabuhan Benoa. Hasil penelitian menunjukkan bahawa ikan opah lebih banyak tertangkap di Samudera Hindia, namun tidak banyak tertangkap di Samudera Hindia bagian Barat Sumatera. Jenis ikan ini tertangkap sepanjang tahun di Samudera Hindia dengan nilai laju pancing tertinggi 10,33 (untuk 1.000 mata pancing) terjadi pada Juli–Agustus 2012. Ikan opah berukuran panjang antara 55–200 cmFL dengan dominasi ikan yang berukuran 80 cmFL yang diduga telah mengalami pemijahan. Sebaran secara vertikal antara kedalaman 50–450 m. Pada kedalaman ini kisaran suhu rata-rata antara 260C-120C dimana ikan opah banyak tertangkap pada kedalaman 200–300 m dengan kisaran suhu rata-rata 180C-200C. Diduga kisaran kedalaman ini nampaknya merupakan habitat hidup dari ikan opah. Opah (Lampris guttatus) or “moonfish” is a non-target fish of the tuna longline operations. Information about moonfish fishery has not been widely published, so the lack of knowledge about the life cycle, reproductive biology and population size makes it difficult to determine the status of stocks and management measures for moonfish fisheries. This paper discusses the fluctuations of catches and size structure of moonfih as bycatch from tuna longline operations in the Indian Ocean. Data were collected in the period of 2005-2013 with the total number of trip is 94 scientific trip over commercial tuna longline vessels in the port of Benoa. The results of the study indicate more opah fish caught in the Indian Ocean, but rare opah fish caught in the western Indian Ocean of Sumatera. This species caught throughout the year in the Indian Ocean with the highest value of CPUE 10.33 (/1.000 hooks) occurred in July - August 2012. Moonfish has length 55–200 cmFL which is dominated by fish sized 80 cmFL who is to be are mature. Distribution vertically between depths 50-450 m. At this depth the temperature range on average between 260C – 120C where more moonfish were caught at a depth of 200-300 m with an average temperature range of 180C - 200C. Allegedly this depth range seems to be the habitat of moonfish.
PRODUKSI PERIKANAN TUNA HASIL TANGKAPAN RAWAI TUNA YANG BERBASIS DI PELABUHAN BENOA, BALI Irwan Jatmiko; Bram Setyadji; Dian Novianto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 22, No 1 (2016): (Maret 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.606 KB) | DOI: 10.15578/jppi.22.1.2016.25-32

Abstract

Perikanan tuna merupakan salah satu primadona perikanan di Indonesia dengan total produksi mencapai 1.297 ton dari tahun 2004 hingga 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi dan kisaran panjang hasil tangkapan tuna dari kapal rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa, Bali. Pengumpulan data dilakukan dengan metode sampling pada 16 unit perusahaan pengolahan ikan tuna di Pelabuhan Benoa pada periode 2010-2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dimana penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi pada perikanan rawai tuna dan hasil tangkapannya. Total sebanyak 4.406 kapal tuna longline yang melakukan pendaratan hasil tangkapannya di Pelabuhan Benoa, Bali pada periode 2010-2014. Rata-rata persentase ekspor tertinggi adalah jenis ikan tuna mata besar sebesar 68% diikuti oleh madidihang (52%) dan tuna sirip biru selatan (31%). Ukuran panjang ikan madidihang berfluktuasi dengan rata-rata 130 cm dan kisaran panjang antara 121-135 cm. Panjang tuna mata besar cenderung stagnan dengan rata-rata 122 cm dan kisaran panjang antara 119-126 cm. Sedangkan panjang rata-rata tuna sirip biru selatan cenderung menurun dengan rata-rata 167 cm dan kisaran panjang 162-171 cm. Ketiga spesies ini rata-rata telah melakukan pemijahan sebelum ditangkap. Hal ini baik untuk menjaga stok tuna karena ikan yang tertangkap telah melakukan pemijahan sehingga dapat mendukung kelestarian sumberdaya tuna di Samudera Hindia. Tuna fishery is one of the important fisheries in Indonesia with total production reached 1,297 tons from 2004 to 2011. This study aims to determine the production and length frequencies of tuna catches from tuna longline vessels based in Benoa Port, Bali. Data collection was conducted using enumeration method in the 16 units of tuna fish processing company in Benoa Port in the period 2010-2014. The method used in this research is descriptive method in which the research is intended to describe the phenomenon that occurs in longline tuna fishery and the catch. A total of 4,406 tuna longline vessels were landed their catch in Benoa Port, Bali in the period 2010-2014. The highest average percentage for catch export is big eye tuna with 68% followed by yellowfin tuna (52%) and southern bluefin tuna (31%). The length of yellowfin tuna were fluctuated with average 130 cm and range from 121-135 cm. The length of bigeye tuna tends to stagnant with average 122 cm and range from 119-126 cm. While the length of the southern bluefin tuna tends to decrease with an average length of 167 cm and the range of 162-171 cm. All three species were assumed to have spawned before being caught. It is assure to keep stock of fish on the save level because maintain the regeneration to support the sustainable of tuna resources in the Indian Ocean.
LAJU PERTUMBUHAN, LAJU KEMATIAN DAN EKSPLOITASI IKAN TONGKOL KOMO, Euthynnus affinis (Cantor 1849), DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA BARAT SUMATERA Irwan Jatmiko; Ririk Kartika Sulistyaningsih; Duto Nugroho
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.396 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.2.2014.69-76

Abstract

Tongkol komo (Euthynnus affinis Cantor, 1849)merupakan hasil tangkapan utama bagi nelayan pukat cincin di Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Penelitian ditujukan untukmemperoleh data dan informasi tentang estimasi laju pertumbuhan, laju kematian dan laju eksploitasi ikan tongkol komo. Analisis dilakukan berdasarkan himpunan data frekuensi panjang cagak sebanyak 1.325 ekor hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di Pelabuhan Sibolga. Contoh ikan dikumpulkan secara bulanan dari bulan Juli 2012 hingga Februari 2013. Pendugaan parameter dilakukan menggunakan program FISAT II (FAO-ICLARM Stock Assessment Tools). Hasil kajian menunjukkan kisaran panjang cagak antara 30 - 60 cm, panjang asimptotik (L∞)= 63,5 cm, laju pertumbuhan(K) = 0,63/tahun dan umur teoritis pada saat panjang ke 0 ( t0 ) = -0,21 tahun. Estimasi laju kematian total tahunan (Z) sebesar 2,40/tahun, laju kematian alami (M) sebesar 1,07/tahun dan laju kematian akibat penangkapan(F) sebesar 1,33/tahun. Perkiraan Laju eksploitasi (E) = 0,55 mengindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan berada pada tingkat yang moderat.Kawakawa (Euthynnus affinis Cantor, 1849) is the one of the major catch of fishermen in the Indian Ocean west off Sumatera. This study was aimed to investigate data and information on growth, mortality and the exploitation rates of kawakawa. Analyses were carried out based on a number of 1,325 length frequency data from purse seine fishery landed in Sibolga Fishing Port. Monthly base data were collected from July 2012 to February 2013. The specimens ranged from 30 to 60 cm FL. parameters were determined through a packageprogramof FISAT II (FAO-ICLARM StockAssessment Tools). The result showed that asymptotic length (L∞) were 63.5 cmFL, growth rates (K) 0.63/yr and estimated t0 -0.21 years. The annual instantaneous rate of total mortality (Z) was 2.40/yr, the natural mortality (M) was 1.07/yr and the fishing mortality (F) was 1.33/yr. The exploitation rate (E = 0.55) indicated that E. affinis was moderately exploited in the area.
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) DI SAMUDERA HINDIA BAGIAN TIMUR Irwan Jatmiko; Hety Hartaty; Andi Bahtiar
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 7, No 2 (2015): (Agustus 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (828.126 KB) | DOI: 10.15578/bawal.7.2.2015.87-94

Abstract

Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah salah satu hasil tangkapan penting bagi nelayan di Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan gonad dan panjang pertama kalimatang gonad cakalang di Samudera Hindia. Sampel cakalang dikumpulkan dari beberapa tempat di Pantai Selatan Jawa yaitu: Palabuhanratu, Cilacap, Pacitan, Sendang Biru, Kedonganan, Tanjung Luar, Labuhan Lombok dan Oeba dari bulan April 2012 sampai November 2013. Panjang cagak dari 136 sampel berkisar antara 35-68 cm. Tingkat kematangan gonad (TKG) diamati secara histologi dan analisis Gonadosomatic index (GSI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TKGcakalang didominasi oleh TKGIV sebesar 43%, diikuti dengan TKG III (21%), TKG I (17%), TKG II (16%) dan TKG V (2%). Panjang pertama kali matang gonad terjadi pada ukuran 42,9 cm. Skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) is the one of the important catch for fishermen in the Indian Ocean. The objectives of this research are to investigate gonad maturity and length at first maturity for female cakalang in Indian Ocean. Skipjack tuna were sampled from several places in South Coast of Java i.e.: Palabuhanratu, Cilacap, Pacitan, Sendang Biru, Kedonganan, Tanjung Luar, Labuhan Lombok and Oeba from April 2012 to November 2013. Fork length of the sampled 136 fish ranged from 35 to 68 cm.Maturity stage (TKG) investigate using histological analysis and Gonadosomatic index (GSI) calculation. The results showed that maturity stage of skipjacktuna dominated by TKG IV with 43%, followed by TKG III (21%), TKG I (17%), TKG II (16%) dan TKG V (2%). Length at first maturity occurred at 42.9 cm.