Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Tinjauan Biomedik Puasa Ramadhan Ardi Pramono
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 3, No 1 (2003)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/mmjkk.v3i1.1546

Abstract

Fasting during the month of Ramadan is an obligation for Moslems. They retain from eating and drinking for several hours during the day time from dawn to sunset for about 30 days. However, due to geographic difference Moslems from different part of the world will experience different length of daytime. Those in equatorial regions have more or less little variation, while those in northern or southern hemisphere very much depend on season varia¬tion. Previous studies reveal that fasting during Ramadan may affect biochemi¬cal parameters in human body, however, they seem to remain in normal range. During fasting, the body consumes mainly glucose from gluconeogenesis to produce energy. Glycerol, lactate, and certain amino acids are among others utilised as substrate for gluconeogenesis. This biochemical process produces urea, changes in muscle mass and reduced fat in adiposa tissue. It is sug¬gested that more fat should be consumed while practicing Ramadan fasting.Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi muslim yang sudah akil baliq. Puasa dilakukan dengan menahan makan dan minum sejak matahari terbit sampai tenggelam, selama 30 hari di bulan Ramadan. Karena perbedaan muka bumi dan geografis, maka lama puasa setiap hari berbeda di tiap negara. Pada negara di daerah equator sedikit megalami perubahan, sedangkan yang terletak di utara dan selatan garis equator dapat memiliki variasi waktu tergantung musim. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat mempengaruhi parameter biokimiawi tubuh, walaupun masih dalam batas normal Selama puasa, glukosa merupakan sumber energi utama yang berasal dari proses glukoneogenesis. Glukoneogenesis berasal dari gliserol, laktat, dan asam amino glukogenik. Proses glukoneogenesis ini menghasilkan urea, perubahan massa otot, dan penurunan lemak di jaringan adipose. Disarankan agar selama menjalankan puasa Ramadan, meningkatkan konsumsi lemak.
Synthesis of Curcumin Derivative Assisted by Microwave Irradiation Sabtanti Harimurti; Winny Setyonugroho; Ardi Pramono; Rizky Hidayaturahmah
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) Jurnal Pharmacy, Vol. 16 No. 02 Desember 2019
Publisher : Pharmacy Faculty, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.233 KB) | DOI: 10.30595/pharmacy.v16i2.5878

Abstract

Synthesis of curcumin derivate is commonly conducted using conventional heating like heating mantel. The synthesis was usually done in the very long time. An experiment on finding an efficient synthesis method may be necessary to conduct, such as using microwave to replace the energy source. The synthesis of curcumin derivate 1,5-bis(4’-hydroxy-3’-metoxyphenyl)-1,4-pentadiene-3-one or gamavuton-0 assisted by microwave irradiation has been carried out. This synthesis was done on propose of cancer drug discovery to answer the search of new cancer drug on the increase of cancer incidence recently. The synthesis was done under microwave irradiation using vanillin and acetone as the starting material, and hydrochloric acid as the catalyst. Based on the experimental data, the microwave irradiation significantly reduces the reaction time. By using microwave irradiation, the synthesis can be done in a short time.
HUBUNGAN UMUR DENGAN KEJADIAN MENGGIGIL PASCA OPERASI Ardi Pramono; Renandita Desfitra
Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 3 No. 7 (2023): Cerdika : Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/cerdika.v3i7.644

Abstract

Menggigil (shivering) pasca operasi adalah salah satu komplikasi yang sering terjadi pada anestesi umum. Menggigil dapat mengakibatkan keadaan yang kurang nyaman dan berbagai resiko seperti perdarahan yang meningkat, gangguan penyembuhan luka, pemulihan yang lama pasca anestesi, serta meningkatkan risiko terkena infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan umur dengan kejadian menggigil pasca operasi di rumah sakit. Rancangan penelitian menggunakan metode observasional analitik dengan desain studi cross-sectional, dilakukan di RSUD Salatiga pada bulan Maret 2022. Data penelitian menggunakan data primer dengan subjek semua pasien yang masuk ke RSUD Salatiga dan memenuhi kriteria inklusi operasi elektif ringan hingga sedang menggunakan anestesi umum. Analisis data dengan uji chi-square menggunakan signifikansi (p<0,05). Hasil penelitian didapatkan kejadian menggigil pada 4 kasus (7,7%) dari 52 subjek. Menggigil pasca operasi lebih banyak terjadi pada wanita (3 orang) dibandingkan pria (1 orang). Pada rentang umur 45-65 tahun mempunyai kejadian 2 kasus (22,2%). Dari uji Chi-Square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian menggigil (Shivering) pasca operasi (p>0,05). Pada pasien umur lanjut dapat mengakibatkan pergeseran ambang termoregulasi dengan derajat yang lebih tinggi dibanding dengan pasien berumur muda, sehingga memiliki resiko tinggi mengalami menggigil. Kesimpulan penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara umur dengan kejadian menggigil pasca anestesi umum, tetapi semakin tua sering terjadi menggigil.
Regional Anesthesia In Patients With Parkinson's Disease Ardi Pramono; Yossy Budi Setiawan; Akhmad Syaiful Fatah Husain; Silvia Rakhmadani
Journal Of Social Science (JoSS) Vol 1 No 4 (2022): JOSS : Journal of Social Science
Publisher : Al-Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/joss.v1i4.42

Abstract

Parkinson's disease is a degenerative disease of the central nervous system, which occurs in 1% of the population over 60 years of age. This disease is caused by the loss of dopaminergic nerve fibers in the basal ganglia of the brain due to an immune response. Parkinsonism is the name given to a clinical syndrome consisting of disorders of voluntary movement (hypokinesia), stiffness, and tremors. The typical pathological picture is the destruction of nerve cells containing dopamine in the substantia nigra of the basal ganglia. The selection of anesthetic techniques in patients with Parkinson's disease plays an important role in minimizing complications and patient morbidity and mortality. Anesthetic concerns in patients with Parkinson's disease are the presence or absence of interactions with anti-Parkinson's drugs that the patient is taking, decreased organ function due to old age, such as decreased cardiovascular, respiratory, and autonomic nerve function. In this case, the patient with Parkinson's disease will undergo repositioning of the left femoral head due to the dislocation. We chose regional anesthesia because it has several advantages over general anesthesia. The results during and after surgery were good, there were no complications and the patient returned to the room.
Hubungan Hipertensi pada Kejadian Henti Jantung Pasien Intensive Care Unit (ICU) Ardi Pramono; Fidelya Aimee Matsushita; Dita Ria Selvyana
Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO) Vol. 6 No. 01 (2024): Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO)
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jsi.v6i01.80

Abstract

Menurut sebuah studi World health Organization (WHO), hampir setengah dari seluruh kasus serangan jantung disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara hipertensi dengan henti jantung. Penelitian ini menggunakan data sekunder pasien rawat inap tahun 2021-2022 di ICU RS PKU Muhammadiyah Gamping yang mengalami hipertensi dan henti jantung. Desain penelitian cross-sectional dan dilakukan uji chi-square bivariate untuk mencari hubungan hipertensi dengan henti jantung. Data yang didapat berjumlah 316 subjek, terdiri dari subjek hipertensi yang mengalami henti jantung sebesar 57 subjek (18,03%), hipertensi tanpa henti jantung 50 subjek (15,82%), 119 (37,66%) subjek henti jantung tanpa hipertensi, dan 90 (28,48%). Jika dilakukan analisis uji bivariat maka didapatkan nilai p sebesar 0,535 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian henti jantung. Tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian henti jantung di ICU. Peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan komplikasi dan faktor risiko hipertensi, sehingga dapat diketahui lebih rinci jenis hipertensi yang berpengaruh terhadap henti jantung.