This Author published in this journals
All Journal Suhuf
Eriska Ismiagi
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

REKONSTRUKSI ETIKA EUDAIMONISME PERSPEKTIF AL- GHAZALI DAN SIDDHARTA GAUTAMA Eriska Ismiagi; Imam Sukardi
Suhuf Vol 33, No 2 (2021): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini  bertujuan untuk  mendeskripsikan konsep Eudaimonisme sebagai  pandangan hidup manusia. Kebahagiaan merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia. Kebahagiaan yang dimaksud bukan hanya terbatas kepada perasaan subjektif seperti senang atau gembira sebagai aspek emosional, melainkan lebih mendalam dan objektif menyangkut pengembangan seluruh aspek kemanusiaan suatu individu (aspek moral, sosial, emosional, rohani). Al-Ghazali dijelaskan dalam bukunya yang berjudul Kimiya As-Sa‟adah menjelaskan tentang pengetahuan mengenai seluruh kehidupan ini melalui Ma‟rifatullah untuk mencapai kebahagiaan sejati. Siddharta Gautama tokoh berpengaruh agama Buddha juga membahas tentang pelepasan diri dari penderitaan (dukkha) menuju pencerahan (Nibbāna) dijelaskan dalam buku yang berjudul The Buddha‟s Way To Peace and Happiness yang ditulis oleh YM Chanmyay Sayādaw. Melalui studi kepustakaan, dengan pendekatan interpretasi dan deskriptif analitis. Konsep dari keduanya memberikan pemahaman baru masyarakat beragama saat ini. Bahwa baik dalam agama Islam maupun Buddha memandang etika merupakan inti dari ajaran agama, ada tuntutan bagi pemeluknya untuk senantiasa berbuat baik kepada sesamanya. Islam memandang bahwa segala perbuatan manusia baik aktivitas individual maupun kolektif dianggap sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Sementara agama Buddha meyakini bahwa segala perbuatan baik manusia bermula dari adanya watak sejati yang  sudah  ada  dalam  diri  manusia  sebagai  kodratnya. Kedua  agama  tersebut  sama-sama berpandangan bahwa manusia itu sejatinya sama di  hadapan Tuhan, yang membedakannya adalah tingkat kebajikannya atau dalam Islam disebut ketaqwaannya.