Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

NOVEL GURU ONYEH SEBAGAI METAFORA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT SASAK Ana Mulyono; Bani Sudardi; Mugiyatna Mugiyatna
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (37.541 KB) | DOI: 10.23917/kls.v3i1.4927

Abstract

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan gambaran tokoh Guru Onyeh dalam novel Guru Onyeh karya Salman Faris, (2) mendeskripsikan perjuangan masyarakat Sasak dalam novel Guru Onyeh karya Salman Faris, dan (3) mendeskripsikan kehidupan masyarakat Sasak dalam novel Guru Onyeh yang merupakan metafora kehidupan masyarakat Sasak dalam kenyataan. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan metode kualitatif interpretatif. Data diperoleh dan dikumpulkan melalui sumber data primer dan sekunder. Data yang didapat dijelaskan dengan cara deskriptif interpretatif. Penelitian ini menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa tokoh Guru Onyeh dalam novel tersebut memiliki karakter baik. Gambaran karakter tersebut merupakan ikon diagramatis dan ikon imagi (image) yang menceritakan kehidupan tokoh Guru Onyeh serta menggambarkan watak atau karakter Guru Onyeh. Selain itu, perjuangan Guru Onyeh dalam novel tersebut merupakan ikon diagramatis dan ikon imagi (image) bagi perjuangan untuk menata kehidupan masyarakat Sasak. Semua peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam novel Guru Onyeh merupakan ikon metaforis bagi kehidupan masyarakat Sasak dalam dunia nyata. Selanjutnya, cerita novel Guru Onyeh merupakan indeks bagi kehidupan sosial budaya masyarakat Sasak, artinya, cerita novel tersebut merupakan tanda dari adanya kehidupan nyata. Selain itu, novel Guru Onyeh merupakan kritik sosial. Artinya, cerita novel tersebut hadir sebagai bentuk kritik terhadap masyarakat Sasak dan penguasa.Kata Kunci: Novel Guru Onyeh, Metafora, Masyarakat Sasak, Salman Faris
Language Diversity in Syair Nasihat: An Alternative Effort to Strengthen National Identity through Literature Learning Asep Yudha Wirajaya; Bani Sudardi; Istadiyantha Istadiyantha; Warto Warto
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 10, No 2 (2021): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/rnh.v10i2.4052

Abstract

Syair Nasihat (hereinafter abbreviated as SN) is an old literary work written in Arabic letters and utilizing the diversity of languages that exist in the archipelago. Therefore, a study of the SN manuscript needs to be carried out comprehensively and holistically so that the diversity of languages used to instill the values of local wisdom can be used as a source of inspiration for literary learning in the future. The method used in this study is the text editing method, namely the critical edition method. The use of this method is expected to provide good and correct SN text edits. The text study method used is a literary research method, especially semiotic studies. Thus, the use of language and its symbols contained in the SN text can be fully disclosed so that the results of the study can be useful for the world of education in welcoming the Industrial Revolution 4.0 and Society 5.0. AbstrakSyair Nasihat (selanjutnya disingkat SN) merupakan karya sastra lama yang ditulis dengan huruf Arab dan memanfaatkan keragaman bahasa yang ada di Nusantara. Oleh karena itu, kajian terhadap naskah SN perlu dilakukan secara komprehensif dan holistik sehingga keragaman bahasa yang dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat dijadikan sumber inspirasi bagi pembelajaran sastra di masa yang akan datang. Adapun metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penyuntingan teks, yaitu metode edisi kritis. Penggunaan metode ini diharapkan dapat menghadirkan suntingan teks SN yang baik dan benar. Adapun metode pengkajian teks yang digunakan adalah metode penelitian sastra, khususnya kajian semiotik. Dengan demikian, penggunaan bahasa beserta simbol-simbolnya yang terdapat dalam teks SN dapat diungkap secara tuntas sehingga hasil kajiannya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam menyambut Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0.
IDENTITAS JAWA DALAM BABAD DIPONEGORO Bani Sudardi; Istadiyantha
Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Babad Diponegoro merupakan bagian dari sejarah Jawa. Sejarah Jawa ini sudah berlangsung ribuan tahun. Diponegoro adalah tokoh sejarah Jawa abad 19 ketika Pulau Jawa dikuasai Belanda dan Diponegoro melawan Belanda sampai akhirnya tertangkap dengan cara licik, yaitu diajak berdamai lalu ditangkap ketika sedang diadakan perundingan. Karya ini sudahdiakui dunia dengandimasukkan UnescoPBBsebagai“memoryof the world” pada taun 2013. Babad Diponegoro merupakan babad yang unik karena 3 hal: (1) Babad ditulis langsung oleh Pangeran Diponegoro, (3)BabadtentangdiriPangeranDiponegoro,dan(3)ditulis dilokasiyang jauh dari konteks budaya Jawa, yaitu di Manado. Babad ini memiliki aspek identitas lokal dan juga menggetarkan jiwa estetis pembacanya Kajian menunjukan bahwa Pangeran Diponegoro adalah sosok Pangeran yang sangat menjaga identitas. Identitas mayor Diponegoro adalah identits muslim, tetapi ia masih memiliki trace identitas dari masa sebelumnya meskipun sangat jauh yaitu iden titas keturunan Majapahit dari Brawijaya. Dalam menggambarkan peralihan dari Hindu ke Islam, digambarkan sebagai bentuk perkawinan antara Raja Majapahit yang Hindu dengan putri Islam dari Champa. Keturunan dan saudara-saudara inilah yang kemudian menjadi perintis Islamisasi di Jawa. Hal ini menjadi identitas Diponegoro sebagai muslim dengan nenek moyang Raja Hindu.
IDENTITAS LOKAL DALAM BATIK PARANG SUKOWATI Nanang Rizali; Bani Sudardi
Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sragen merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, memiliki banyak potensi daerah dan sumber daya alamnya. Salah satu potensi wisata unggulan berupa Museum sangiran yang menjadi identitas utama dengan tagline city branding nya “The Land of Java Man”. Di samping Museum Purbakala Sangiran, terdapat juga waduk kedung Ombo, kawasan pemandian air panas Bayanan, dan wisata makam Pangeran Samudro di gunung Kemukus. Di sektor perindusterian dan perdagangan Pemerintah daerah Sragen mengembangkan zona industri mebel dan kawasan industri batik. Sebagai benda budaya, batik merupakan bagian melekat dari kebudayaan nasional dan menjadi identitas bangsa Indonesia. Batik telah tumbuh dan berkembang dalam berbagai dimensi melalui lintasan ruang dan waktu dalam kehidupan masyarakatnya. Sejak awal abad ke 20 an, penggunaan batik tradisional tampak semakin berkurang dan kini batik berada dalam semangat zaman dimana aspek kreativitas menjadi faktor yang dominan. Selain terdapat kemungkinan yang meliputi bahan baku, zat warna dan prosesnya hingga pengembangan fungsinya. Berbagai fihak telah berupaya untuk mengeksplorasi batik yang dapat diaplikasikan dab dimanfaatkan dalam beragam kepentingan, di antaranya sebagai ekspresi menyampaikan identitas lokal. Batik dengan motif bentuk gading gajah purba yang terdapat di museum Sangiran digunakan sebagai identitas pencitraan kota yang didasarkan pada ikon utama dari Kabupaten Sragen. Dalam perkembangannya jenis batik ini dikenal dengan Batik sangiran yang memiliki ciri khas tersendiri, yang kemudian sekarang dikenal dengan batik Parang Sukowati. Adanya dukungan dab kebijaksanaan Pemda dalam mengembangkan potensi wisata dan kerajinan batik adalah sebagai upaya pencitraan identitas kota Sragen. Dengan demikian diharapkan dapat menumbuhkan rasa bangga masyarakat terhadap keberadaan potensi wisata Situs Museum Sangiran, sekaligus mengembangkan kerajinan batik sebagai daya bangsa Indonesia.
ASPEK RELIGI DAN MAKNA DALAM TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON KASUNANAN SURAKARTA Sawitri; Bani Sudardi; Wakit Abdullah; Nyoman Chaya
Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, dan Seni (Sesanti) 2019
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penari bedhaya ketawang dianggab sebagai bedhaya yang tertua dan tari ini dijadikan kiblat dari tari bedhaya yang lain yang lebih muda. Tari bedhaya ketawang menceritakan Panembahan Senapati raja pertama dari Dinasti Mataram dengan Kanjeng Ratu Kencana Sari atau Kanjeng Ratu Kidul.Tari bedhaya k etawang merupakan tari yang sarat makna simbolis serta erat kaitannya dengan upacara adat sehingga kesakralan dan religi selalu dijaga. Penari bedhaya memiliki aturan yang mengharuskan berjumlah sembilan, pola lantai mengelilingi raja di sisi kanan dan kiri, ada peraturanbahwa menguasai pakem joged Hasta Sawandha,serta ketentuan disaat menari dalam upacara jumenengan, tinggalan dhalem dengan keadaan susi, bersih, serta ritual yang sebelumnya dilaksanakan adalah mandi kembang tujuh rupa, puasa mutih, senin dan kamis dan semedi yang sekarang meditasi.Diskursus memiliki argumen serta historis sehingga bahasa berkembang membentuk makna pada kondisi material dan historis yang spesifik. Kondisi mengekplorasi secara historis dan di tata untuk membentuk dan mendefinisikan bidang pengetahuan /obyek spesifik yang memerlukan perangkat konsep untuk dibongkar yang di pandang sebuah kebenaran. Pada penari bedhaya ketawang setelah diungkap ternyata mengandung nilai pada pendidikan keagamaanyaitu religius, mengenalkan manusia darimana asalnya dan nanti kembali lagi kemana serta memberikan pendidikan religius untuk menjadi seorang wanita yang beretika baik, berhati bersih dan baik, dekat dengan Sang Pencipta, Laku Prehatin dengan mengolah jiwa dengan puasa senin-kamis, puasa mutih dan menanamkan pendidikan untuk dapat menghargai dirinya , mengharumkan nama baik dirinya, keluarga, bangsa dan negara.