Junaidi Abdillah
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Menangkap Dimensi Profan Hukum Pidana Islam dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional Junaidi Abdillah
International Journal Ihya' 'Ulum al-Din Vol 21, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6934.058 KB) | DOI: 10.21580/ihya.21.2.4164

Abstract

Kendati secara yuridis-formal keberadaan Hukum Pidana Islam telah menjadi sub-sistem hukum nasional, namun upaya transformasinya masih menjadi isu kontroversial. Diakui, rumusan bentuk-bentuk hukuman dalam pidana Islam hingga saat ini masih menjadi medan perdebatan di kalangan ahli. Hal ini beerimbas pada sulitnya transformasi hukum pidana Islamke dalam Hukum Pidana Nasional. Paper ini hendak mencari jawaban dari pertanyaan: (1) Mengapa eksistensi Hukum Pidana Islam sulit ditransformasikan ke dalam HPN? (2) bagaimana peta perdebatan teori di kalangan ahli tentang Hukum Pidana Islam di Indonesia? Dan (3) bagaimana pendekatan tepat kaitanya dengan basis filosofis dalam transformasi hukum pidana Nasional? Tulisan ini menggunakan pendekatan normatif-filosofis. Penulis menggunakan unsur-unsur metodis umum seperti deduktif-induktif dan refleksi kritis pribadi dalam menganalisis. Pada akhir paper ini dirumuskan beberapa kesimpulan: (1) Terdapat sejumlah variabel yang menjadi hambatan transformasi pidana Islam ke hukum nasional yaitu: budaya, sosial dan problem keilmuan yang belum selesai di kalangan ahli terkait hukuman-hukuman pasti dalam pidana Islam. (2) Secara keilmuan para ahli dalam memandang materi hukum pidana Islam terdiametral dalam dua kutub. Sebagian memandang hukum pidana Islam dengan beberapa bentuk pidanya bersifat pasti dan sakral dengan demikian ia konstan dan sebagian lagi memandang rumusan pidana Islam merupakan entitas yang terbuka dengan pembaruan; (3) Metode yang tepat dalam memformalkan pidana Islam adalah dengan “membangun ulang” rumusan keilmuan pidana Islam yang berkarakterkan keindonesiaan dan pada saat yang sama harus memanfaatkan nalar kritis yang meniscayakan  pelibatan akal publik dan pendekatan multidisipliner sehingga ia menjadi relevan untuk menjadi hukum nasional. 
Diskursus Hudûd dalam Studi Hukum Islam (Melacak Evolusi Rumusan Hudûd) Junaidi Abdillah
AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial Vol. 13 No. 2 (2018)
Publisher : Faculty of Sharia IAIN Madura collaboration with The Islamic Law Researcher Association (APHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/al-lhkam.v13i2.1881

Abstract

The formulation of hudûd law has been more synonymous with criminal and punishment forms. Such formulations and construct are recognized to distort the true concept of hudûd. It also implicates on the theoretical debate in Islamic penal law. The main goal of this paper is to explore and elaborate the hudûd discourse in the study of Islamic law. This paper is a library research with a hermeneutical approach. The data collection technique used in this research is a documentary study (historical) which is elective-eliminative historic in nature. The analysis methods used in the research are the general methodical elements such as interpretation and deductive-inductive also personal reflection. This paper produces several conclusions: (1) The discourse of hudûd penal in the Islamic criminal law studies has experienced a paradigm shift as a dynamic entity from time to time. And the stipulation of hudûd penal is an Islamic Juristic formulation (fuqahā’) and (2) As a product of ijtihad, stipulation of hudûd or its existence is open with criticism using contemporary epistemology. (Rumusan hudûd yang selama ini ada lebih identik dengan bentuk pidana dan hukuman. Rumusan dan konstruksi yang demikian diakui telah mendistorsikan konsep sebenarnya tentang konsepsi hudûd. Paper ini bertujuan mengupas serta mengelaborasi diskursus hudûd dalam studi hukum Islam. Disamping itu, tulisan ini juga melacak pergeseran- paradigma terkait konsepsi dan rumusan hudûd yang muncul sepanjang sejarah. Tulisan ini menggunakan pendekatan hermeneutika-tematis melalui studi dokumenter bersifat historis elektif-eliminatif.  Data akan dibandingkan, dianalisis serta disaring hingga tersisa satu teori yang paling relevan. Paper ini menyimpulkan bahwa diskursus hudûd dalam hukum Islam telah mengalami pergeseran paradigma (paradigm shift) dari waktu ke waktu. Dan, rumusan hudûd yang identik dengan bentuk-bentuk pidana (al-ꞌuqûbât al-muqaddarah) merupakan ijtihad para fuqahâ’ atas tradisi kenabian (Sunnah). Sebagai hasil ijtihad, rumusan hudûd yang ada merupakan ruang ilmu yang terbuka dengan kritik)
The Responsiveness of Fiqh and Its Local Wisdom of Pengajian Pitulasan Menara Kudus Lathifah Munawaroh; Junaidi Abdillah
ADDIN Vol 16, No 1 (2022): ADDIN
Publisher : LPPM IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/addin.v16i1.13590

Abstract

The characteristics of fiqh with its local wisdom in the Pengajian Pitulasan are based on the charismatic authority approach of Sunan and Kiai figures who gave a philosophical view named Gusjigang. Gusjigang is a dialectic reflection between fiqh and local wisdom in Kudus city. This philosophy is applied in daily life which leads to being a completely human character. The form of responsiveness fiqh found in the Pengajian Pitulasan Yayasan Menara Kudus is to use the method and approach of qauli by involving dialogical elements that reflect the public mind even though it is still at a small level. This research is a type of field research based on literature review as know as library research with the documentary-historical method. The data also shows that the form of fiqh responsiveness in the Pengajian Pitulasan has absorbed various dimensions of life such as the economic, social, health, and other fields. Among the forms of fiqh that represent the dialectic between fiqh and its local wisdom in the Pengajian Pitulasan are: the role of the Kiai is clearly seem in preserving the local culture of Pengajian Pitulasan Yayasan Menara Kudus and avoiding sacrifices with the cow for the Kudus Kulon community.
The Responsiveness of Fiqh and Its Local Wisdom of Pengajian Pitulasan Menara Kudus Lathifah Munawaroh; Junaidi Abdillah
ADDIN Vol 16, No 1 (2022): ADDIN
Publisher : LPPM IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/addin.v16i1.13590

Abstract

The characteristics of fiqh with its local wisdom in the Pengajian Pitulasan are based on the charismatic authority approach of Sunan and Kiai figures who gave a philosophical view named Gusjigang. Gusjigang is a dialectic reflection between fiqh and local wisdom in Kudus city. This philosophy is applied in daily life which leads to being a completely human character. The form of responsiveness fiqh found in the Pengajian Pitulasan Yayasan Menara Kudus is to use the method and approach of qauli by involving dialogical elements that reflect the public mind even though it is still at a small level. This research is a type of field research based on literature review as know as library research with the documentary-historical method. The data also shows that the form of fiqh responsiveness in the Pengajian Pitulasan has absorbed various dimensions of life such as the economic, social, health, and other fields. Among the forms of fiqh that represent the dialectic between fiqh and its local wisdom in the Pengajian Pitulasan are: the role of the Kiai is clearly seem in preserving the local culture of Pengajian Pitulasan Yayasan Menara Kudus and avoiding sacrifices with the cow for the Kudus Kulon community.
REFORMULASI NALAR FIKIH HUDŪD DI INDONESIA; MENUJU TERBENTUKNYA HUKUM PIDANA NASIONAL junaidi abdillah
Al Maqashidi : Jurnal Hukum Islam Nusantara Vol. 1 No. 1 (2018): AL MAQASHIDI : JURNAL HUKUM ISLAM NUSANTARA
Publisher : UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.574 KB) | DOI: 10.32665/almaqashidi.v1i1.805

Abstract

Membumikan fiqh jinayah di Indonesia masih menyisakan problem di kalangan para ahli. Terlebih apabila dikaitkan dengan transformasinya dalam pembangunan hukum pidana nasional. Formulasi fiqh jinayah, utamanya aspek hudūd cenderung Arabic centris membuat tampilannya memantik stigma. Sementara tuntutan penerapan fiqh jinayah secara literal dan simbolis juga membawa resistensi. Walhasil, maka reformualsi nalar fiqh hudūd di Indonesia menjadi sebuah niscaya. Wilayah yang paling bertanggung jawab di dalamnya adalah bidang ini adalah nalar atau episteme hudūd itu sendiri. Karenanya tulisan ini, berusaha menelaah nalar dalam wacana filsafat ilmu. Paper ini menggunakan pendekatan filsofis-yuridis dengan menggunakan hermeneutika-kritis sebagai pisau analisis. Tujuan paper ini adalah menemukan formula baru nalar atau episteme hudūd dalam fiqh jinayah. Paper ini menyimpulkan bahwa agar fikih hudūd mampu membumi dan berkontribusi terhadap hukum pidana nasional, maka nalar atau episteme mengambil rumusan berbeda dengan nalar tradisional yang selama ini ada.