Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MENGIKAT DARI NOTA KESEPAHAMAN (MEMORANDUM OF UNDERSTANDING) DALAM PERSPEKTIF HUKUM KONTRAK DI INDONESIA Fernando Z. Tampubolon; Ningrum Natasya Sirait; Runtung Sitepu; Mahmul Siregar
USU LAW JOURNAL Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.962 KB)

Abstract

ABSTRACT Practically, Memorandum of Understanding (MOU) is commonly used by stakeholders, with various reasons, to do business transaction or inter-institutional relationship. As an agreement which is placed in pre-contract and preliminary contract, it is usually misinterpreted as a part of a contract in Indonesia so that it usually causes problems for stakeholders when it ends in legal dispute among the stakeholders. Therefore, it is necessary to do judicial normative analysis on the real position and binding force of Memorandum of Understanding, viewed from contract law in Indonesia. In this case, descriptive analytic method inductively and logically was used in primary, secondary, and tertiary legal materials in order to obtain clear description of meaning and principles found in the Memorandum of Understanding. The result of the analysis on court’s consideration and verdicts shows that Memorandum of Understanding tends to be described as a contract according to the principles and provisions in the Civil Code so that the consideration deviates from the meaning of Memorandum of Understanding; that is, initial agreement is designed by the absence of legal consequence. In other words, Memorandum of Understanding is an agreement which comes from the stakeholders before everything is started seriously through a more and complex agreement in order to avoid damages of those who are involved in the agreement. When the contract is final and conclusive, Memorandum of Understanding can be equivalent with the principles and provisions under Article 1320 of the Indonesian Civil Code and, at the same time, Memorandum of Understanding has its substantial principles and becomes just a name. Keywords: Position, Binding Force, Memorandum of Understanding, Contract
EKSISTENSI STATUS HAK ATAS TANAH PEMBERIAN KALIMBUBU KEPADA ANAK BERU PADA ADAT KARO DI KECAMATAN DOLAT RAYAT KABUPATEN KARO Samsul Sembiring; Runtung Sitepu; Rosnidar Sembiring; Maria Kaban
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 3 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i3.203

Abstract

Hukum waris adat Karo memiliki prinsip bahwa hanya pihak laki-laki saja yang dijadikan sebagai ahli waris utama, sedangkan pihak perempuan juga dianggap sebagai ahli warisnya didapatkan atas dasar keleng ate, yaitu pemberian dari saudara laki-lakinya atas dasar kasih sayang, namun hal ini tidak wajib dilakukan. Dalam hal pemberian taneh pemere kalimbubu masyarakat adat Karo melakukannya secara lisan saja, tidak dengan adanya bukti tertulis atau catatan tertulis mengenai tanah pemberian kalimbubu tersebut, dikarenakan masyarakat adat Karo berlandaskan kepercayaan antara sesama keluarga, apabila dilakukan dengan secara tertulis maka dianggap bahwa mereka tidak saling percaya satu sama lainnya. Pemberian biasanya dilakukan dengan diketahui oleh rakut sitelu yaitu senina, kalimbubu dan anak beru. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana tata cara pemberian tanah pemberian kalimbubu kepada anak beru pada adat Karo di Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo. Bagaimana eksistensi tanah pemberian kalimbubu kepada anak beru pada adat Karo di Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo. Bagaimana eksistensi status hak atas tanah pemberian kalimbubu kepada anak beru pada adat Karo di Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris dan Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis data menggunakan metode kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Bahwa tata cara pemberian tanah pemberian kalimbubu pada masyarakat adat karo di kecamatan dolat rayat kabupaten karo dilakukan dalam runggun yang diketahui dan dihadiri oleh pihak rakut sitelu yaitu senina, kalimbubu, dan anak beru. Pemberian taneh pemere kalimbubu pada masyarakat adat karo dilakukan dengan secara lisan saja, tidak dengan adanya bukti tertulis atau catatan tertulis mengenai tanah pemberian kalimbubu tersebut, dikarenakan masyarakat adat karo berlandaskan kepercayaan antara sesama keluarga, apabila dilakukan dengan secara tertulis maka dianggap bahwa mereka tidak saling percaya satu sama lain. Eksistensi tanah pemberian kalimbubu pada masyarakat adat karo menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang tidak seimbang. Anak laki-laki sebagai pembawa marga mendapatkan kehormatan-kehormatan di dalam berbagai peristiwa adat, termasuk di dalamnya pada proses pembagian harta waris, dikarenakan sifat dasar orang karo yang memegang teguh hukum adat. Masyarakat adat Karo umumnya sangat berpendirian teguh, bahwasanya anak laik-laki yang menjadi ahli waris dan anak perempuan mendapatkan bagian waris atau sekedar pemberian dari saudara laki- laki. Anak perempuan mendapatkan bagian waris atau sekedar pemberian dari saudara laki-laki sebagai tanda kasih sayang dan penghargaan, perempuan Karo sudah mendapatkan harta waris kendati dalam jumlah yang sangat kecil yang disebut dengan taneh pemere kalimbubu. Eksistensi status hak atas tanah pemberian kalimbubu pada masyarakat adat karo di Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo adalah tanah hak pakai yang dapat dipergunakan anak beru sampai ia meninggal dunia dan berlaku secara turun temurun. Apabila anak beru mau meningkatkan status hak atas tanah atau bahkan menjual tanah tersebut maka pihak anak beru harus meminta ijin kepada pihak kalimbubu sebagai tanda persetujuannya, kalimbubu harus dilibatkan dalam segala hal yang berkaitan dengan taneh pemere kalimbubu tersebut, namun peningkatan status hak atas tanah dari hak pakai menjadi hak milik di Kecamatan Dolat Rayat tersebut masih jarang terjadi bahkan belum pernah dilakukan.