Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Pengaruh Perbandingan Asam Format Dan Hidrogen Peroksida Dalam pembuatan Senyawa Epoksi Dari Minyak Kelapa Sawit Rizal Alamsyah; Irma Susanti; Nobel Christian Siregar; Susi Heryani
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 30, No 02 (2013)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8148.371 KB) | DOI: 10.32765/warta ihp.v30i02.2466

Abstract

Senyawa epoksi merupakan produk komersial yang dapat diterapkan untuk beberapa tujuan seperti plasticizer, stabilizer, dan coating resin polimer, serta antioksidan dalam pengolahan karet alam. Penelitian ini bertujuan untuk membuat senyawa epoksi berbasis minyak sawit kasar dengan melakukan optimasi proses dengan variabel pelarut, suhu, dan katalis. Penelitian ini menggunakan bahan aku minyak kelapa sawit (CPO), katalis amberlite, H2SO4, H2O2, benzena, heksana, dan asam format. Parameter yang diamati meliputi bilangan oksigen oksiran, bilangan iod, bilangan asam, bilangan penyabunan, dan fourier transform infrared spectroscopy (FTIR. Hasil penelitian menunjukan semakin tinggi perbandingan H2O2 dan asam formiat menyebabkan pembentukan senyawa epoksi yang semakin baik ditunjukan dengan bilangan oksiran yang semakin tinggi.Perbandingan yang optimum antara H2O2, dan asam formiat adalah 2:1 Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi yang optimal pembuatan epoxy diperoleh dengan menggunakan pelarut benzene sebanyak 25% dari CPO, katalis amberlite, pada suhu 70C selama 6jam. Hasil analisis menunjukan bilangan oksigen oksiran 6, 20% bilangan iodium 12,6 (g iod/100g), bilangan asam 8,96 (mg KOH/g), bilangan penyabunan 202 (mg. KOH/g).
Penggunaan Tepung Sagu (Metroxylon sp.) asal Riau Sebagai Bahan Baku Kukis Cokelat Susi Heryani; Rhoito Frista Silitonga
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 34, No 2 (2017)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.693 KB) | DOI: 10.32765/warta ihp.v34i2.3591

Abstract

Tanaman sagu banyak tumbuh di berbagai wilayah di Indonesia, dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif. Pengembangan penggunaan sagu sebagai bahan pangan lain diperlukan untuk memberikan nilai tambah pada komoditi ini. Penelitian kali ini dilakukan pembuatan kukis cokelat menggunakan tepung sagu (Metroxylon sp.) dan dibandingkan dengan kukis cokelat menggunakan tepung terigu, lalu dilakukan uji organoleptik. Parameter uji organoleptik yang dilakukan yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur. Kadar air produk kukis cokelat menggunakan tepung terigu adalah 4,75 %, lebih besar dibanding produk kukis cokelat menggunakan tepung sagu (Metroxylon sp.) (4 %). Secara keseluruhan, baik untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur, rata-rata panelis memberikan penilaian kesukaan yang lebih tinggi kepada produk kukis cokelat dari tepung sagu (Metroxylon sp.)  dibandingkan dengan produk kukis dari tepung terigu.
The Optimation of Shrimp Shells Demineralisation, Deproteinisation, and Deasetilation on Water Soluble Chitosan Production Rizal Alamsyah; Susi Heryani; Irma Susanti
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 29, No 01 (2012)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4725.461 KB) | DOI: 10.32765/warta ihp.v29i01.2477

Abstract

Shrimps shell still considered a solid waste (solid waste) and the problem of environmental pollution. Shrimp shell processing into high value-added products such as chitin and chitosan water soluble can expand its application in user industries. This study was aimed to obtain optimal condition for shrimp shells which resulted from quick frozen shrimp into water soluble chitosan (WSC). Stage of the process was conducted on the extraction of chitin (demineralization and deproteinasi), extraction of acid-soluble chitosan (ASC) (deacetylation), and manufacture of water-soluble chitosan. Demineralization of shrimp shells performed using 1 N HCL, the ratio (1:4), at a temperature of 70-75 C. Deproteinisasi performed using NaOH 3.5%, ratio (1:4) at a temperature of 80-85 C, the results of the deproteinisasi is chitin. Extraction of chitosan (deacetylation process) is done using NaOH 50%, ratio (1:20) at a temperature of 120-140 C. Demineralization, deproteinization, and deacetilation were conducted for 4 and 6 hours. One treatment was also conducted to produce ASC by applying directly deacetilation NaOH 50% at 140 C without demineralization and deproteinization. For the WSC stage, ASC producd was then mixed with DMAc (dimethyl acetate), stored (for aging), separated, washed, dried, and blended. The best treatment is demineralization process step, deproteinisasiand deacetylation for 4 hours, which ASC yield of 28.33% and WSC 15.46%. As for the process of direct deasetilisasi, produced the greates chitosan. The best characteristics of WSC was expressed in term of solubility (5 mg WSC/250 mL water), moisture content (10,0%), mineral or ash content (0.16%), nitrogen content (2.11%), viscosity (6 cps), and degree of deacetylation (64,75%).
Perlakuan Bahan Baku dan Jenis Bahan Pengisi Pada Karakteristik Sosis Jamur Tiram (Pleurotus ostreotus) Susi Heryani; Tita Aviana
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 34, No 2 (2017)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.461 KB) | DOI: 10.32765/warta ihp.v34i2.3608

Abstract

Pada penelitian ini dilakukan Perlakuan Bahan Baku dan Jenis Bahan Pengisi sosis jamur tiram (Pleurotus ostreotus). Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan bahan baku dan produk yang disukai dan diterima secara organoleptik.  Pada penelitian ini dilakukan 2 (dua) jenis perlakuan proses yaitu perlakuan awal bahan baku dan bahan pengisi yang digunakan. Jenis perlakuan awal proses ada perebusan dan tanpa perebusan bahan baku. Sedangkan jenis bahan pengisi yang digunakan adalah tepung terigu dan tepung tapioka. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat dan uji organoleptik melalui uji kesukaan terhadap 20 orang panelis produk sosis jamur. Hasil uji sensori menyatakan bahwa sosis menggunakan jamur rebus dengan penambahan tepung terigu dan tepung tapioka (JTR2) disukai panelis. Hasil analisis sifat fisik dan kimia terhadap produk akhir menunjukkan bahwa produk JTR2 memiliki kadar air 66,50%, kadar abu 0,72%, kadar protein 2,50%, kadar lemak 13,15%, karbohidrat 15,75%, kadar serat makanan 8,95% dan vitamin B2 1,90 mg/kg.
Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Kualitas Sosis Kering Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Susi Heryani; Tita Aviana; Ning Ima Arie Wardayanie; Reno Fitri Hasrini
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 37, No 2 (2020)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32765/wartaihp.v37i2.4300

Abstract

ABSTRAK: Jamur tiram putih mempunyai kandungan gizi yang tinggi serta memiliki protein dan serat menyerupai daging. Namun jamur tiram putih mempunyai kadar air tinggi sehingga mudah rusak. Pengolahan jamur tiram putih menjadi sosis kering dan pengamatan kondisi penyimpanan terhadap kualitas sosis kering belum ada yang melakukan. Tujuan penelitian ini mempelajari pengaruh beberapa kondisi penyimpanan terhadap kualitas sosis kering jamur tiram putih. Sosis kering jamur tiram putih disimpan pada inkubator suhu 25, 35, 45, dan 55 oC. Sampel sosis kering jamur tiram putih dianalisis kadar air, asam lemak bebas (ALB) dan aw setiap 14 hari sekali selama 56 hari. Suhu penyimpanan selama 56 hari mempengaruhi kadar air dan aw sosis kering jamur tiram putih. Semakin tinggi suhu penyimpanan dan semakin lama penyimpanan maka kadar air makin rendah dan aw makin rendah. Sedangkan waktu penyimpanan mempengaruhi ALB dan aw. Semakin lama waktu penyimpanan maka ALB semakin tinggi dan aw semakin turun. ALB tidak dipengaruhi suhu penyimpanan dan kadar air tidak dipengaruhi waktu simpan.  Semua kondisi penyimpanan masih memenuhi syarat mutu SNI produk pangan kering.Kata kunci: asam lemak bebas, aw, jamur tiram putih, kadar air, sosis keringABSTRACT: White oyster mushrooms have high nutritional content and similar with meat. However, white oyster mushrooms have high water content so they are easily decay. Processing of white oyster mushrooms into dry sausages and observation of storage conditions on the quality of dry sausages has not been done. The aim of this study was to study the effect of several storage conditions on the quality of dry white oyster mushroom sausage for 56 days. Dried sausages were stored in incubators at 25, 35, 45, and 55 oC for 56 days. Samples of dried sausage were analyzed for water content, free fatty acids (FFA) and aw every 14 days for 56 days. Storage temperature for 56 days affects the moisture content and aw white oyster mushroom dry sausage. The higher the storage temperature and the longer the storage, the lower the water content and the lower the aw. Meanwhile, the storage time affects ALB and aw. The longer the storage time, the higher the ALB and the lower the aw. ALB is not affected by storage temperature and moisture content is not affected by storage time. All storage conditions still qualify the Indonesian National Standard quality requirements for dry food products.Keywords: free fatty acid,  aw  white oyster mushroom, water content, dried sausage
Pengaruh Perlakuan Blansing dan Variasi Penggunaan Gula Terhadap Karakteristik Organoleptik dan Daya Terima Dendeng Jamur Tiram Tita Aviana; Susi Heryani
Warta Industri Hasil Pertanian Vol 33, No 02 (2016)
Publisher : Balai Besar Industri Agro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (979.948 KB) | DOI: 10.32765/warta ihp.v33i02.3822

Abstract

Pada penelitian ini dilakukan formulasi dan karakterisasi dendeng berbahan baku jamur tiram (Pleurotus ostreotus). Penggunaan jamur tiram sebagai bahan baku menjadikan produk dendeng jamur sebagai salah satu pangan alternatif vegetarian. Bau langu khas jamur yang kurang disukai merupakankendala, dandiperlukan perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan bau langu agar menghasilkan produk dendeng dengan mutu organoleptik yang disukai, dengan proses blansing. Formulasi dendeng menambahkan gula merah dan gula pasir sebagai pengikat dan pembentuk tekstur dendeng. Proses pengolahannya adalah penyortiran, blansing, penirisan, pengecilan ukuran, pencampuran bumbu, pencetakan, pengeringan, dan pengemasan. Analisa yang dilakukan meliputi analisa proksimat dan ujiorganoleptik melalui uji kesukaan terhadap 20 orang panelis produk dendeng jamur. Hasil uji sensori menyatakan bahwa dendeng menggunakan jamur giling dengan penambahan gula merah dan gula pasir (D2G2) disukai panelis . Hasil analisa sifat fisik dan kimia terhadap produk akhir menunjukkan bahwa produk D2G2 memiliki kadar air 12,8%, kadar abu 4,72%, kadar protein 4,58%, kadar lemak 0,98%, karbohidrat 76,9%, kadar serat makanan 8,06% dan vitamin B2 <0,25 mg/kg
Ekstraksi dan Identifikasi Daun Gaharu untuk Sediaan Herbal Susi Heryani; Suharman; Eddy Sapto Hartanto
Majalah Teknik Industri Vol 29 No 2 (2021): Majalah Teknik Industri Desember 2021
Publisher : Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UPPM) Politeknik ATI Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanaman gaharu banyak tumbuh di Indonesia. Bagian tanaman ini terutama daunnya telah lama dipergunakan oleh masyarakat di wilayah Pekanbaru Riau sebagai bahan berkhasiat obat. Untuk mengetahui kandungan daun gaharu yang digunakan sebagai herbal maka dilakukan penelitian Ekstraksi dan Identifikasi daun gaharu untuk sediaan Herbal. Hasil ekstraksi maserasi menunjukkan bahwa daun gaharu dari jenis sup integra dan malacencis mengandung karbohidrat, energi total, kadar air, lemak, energi dari lemak, kadar abu dan protein yang cukup signifikan berdasarkan jumlah kalori dan persentase bahan. Uji fitokimia menunjukkan bahwa daun gaharu jenis sup integra positif mengandung plavonoid, tanin dan steroid dan negatif mengandung alkaloid, saponin, quinon dan triterponoid. Daun gaharu jenis malensis positif mengandung plavonoid, tanin, saponoid dan steroid dan negatif mengandung alkaloid, quinon dan treterponoid. Secara kualitatif baik daun gaharu jenis sup integra maupun jenis malencis banyak mengandung tanin. Daun gaharu jenis sup integra memiliki kandungan tanin yang lebih tinggi (0,05%) tetapi menghasilkan plavonoid yang lebih sedikit (2,34%) dibanding jenis malencis (0,01% dan 2,74%). Jumlah rendemen yang dihasilkan dari proses ekstraksi maserasi daun gaharu pada skala laboratorium 67,5 hingga 72,5% dan pada skala pilot plant 75 hingga 80%.