ABSTRAK Ari Pareme Simanullang Dr.M.Hamdan, S.H.,M.H. Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi serta didukung oleh modernisasi dan kemajuan teknologi mengakibatkan korporasi banyak mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat. Di satu sisi, hal ini berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar, tetapi di sisi lain berpotensi menimbulkan kerugian besar baik secara ekonomi, lingkungan hidup sampai matinya seseorang. Korporasi sebagai subjek hukum di dalam Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 tentu membawa suatu yang baru karena pada undang-undang sebelumnya, tidak mengatur korporasi sebagai subjek hukum, mengingat juga bahwa kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia tidak pernah diselesaikan melalui ranah pidana, jika pun ada, bukan korporasi yang dimintakan pertanggungjawaban tetapi pilot (awak kapal) sebagai perorangan. Korporasi sebagai subjek hukum tindak pidana penerbangan membuat bentuk pertanggungjawaban pidananya berbeda dengan pertanggungjawaban pidana orang perorangan. Sehingga, adapun masalah hukum yang diteliti dan dibahas terkait hal tersebut adalah kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan di Indonesia dan pertanggungjawaban pidana korporasi maskapai penerbangan sipil akibat kecelakaan pesawat yang menyebabkan kematian ditinjau dari aspek hukum pidana Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui studi kepustakaan. Bahan hukum yang dikaji adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan KUHP. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini bahwa, pertama, kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan di Indonesia melalui hukum pidana (sarana penal) telah dirumuskan dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang kemudian haruslah diterapkan melalui tahap aplikatif dan eksekutif. Tetapi pada praktiknya, kebijakan penanggulangan tindak pidana penerbangan cenderung diselesaikan melalu sarana non-penal, yaitu secara perdata atau administrasi. Kedua, Pertanggungjawaban pidana korporasi maskapai penerbangan sipil akibat kecelakaan pesawat yang menyebabkan kematian dimintakan kepada pengurus dan/atau korporasi maskapai penerbangan yang melakukan tindak pidana mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh tahun) dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam bab ketentuan pidana.