Ari Purwadi
Faculty of Law, Wijaya Kusuma Surabaya University, Jl. Dukuh Kupang XXV No. 54, Surabaya

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERTANGGUNGJAWABAN TELLER BANK AKIBAT TERJADINYA KESALAHAN TERHADAP TRANSFER DANA NASABAH Erna Widyawati; Ari Purwadi; Dwi Tatak Subagiyo
Perspektif Vol 23, No 1 (2018): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (802.701 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v23i1.623

Abstract

Proses transfer dana dapat dilakukan secara tertulis, dan salah satunya melalui teller bank. Proses transfer dana ini tidak selalu berlangsung dengan baik, adakalanya muncul suatu permasalahan mengenai kekeliruan, dan lain sebagainya. Oleh karenanya perlu dicari metode penyelesaian atas kejadian tersebut, yang mana menjadi inti rumusan masalah dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu teller bank harus bertanggung jawab atas kekeliruan dalam pelaksanaan transfer dana. Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan transfer dana, yang kemudian menimbulkan kerugian pada Pengirim atau Penerima, maka pihak penyelenggara dan/atau pihak lain yang mengendalikan sistem transfer dana tersebut dibebani kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan transfer dana tersebut, dalam hal ini teller atau nasabah pengirim diwajibkan untuk membuktikan. Teller harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan. Teller yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan tersbut diwajibkan untuk membayar jasa, bunga, atau kompensasi. Teller bank harus mampu menjadi seorang pekerja yang teliti dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan dalam proses input transaksi transfer dana nasabah.The process of funds transfer can be done in writing, and one of them is through a bank teller. This process of transferring funds does not always go well, sometimes problems arise regarding mistakes, and so on. Therefore, it is necessary to find a method of settlement of the incident, which is the core formulation of the problem in this study. This research is normative research. The results obtained from this study, namely bank tellers must be responsible for errors in the transfer of funds. In the event of a delay or error in transfer of funds, which then results in a loss to the Sender or Recipient, the organizer and/or other party controlling the fund transfer system is burdened with the obligation to prove whether or not there is a delay or error in transferring the teller or the sending customer is required to prove. The teller must immediately correct the mistake by making a cancellation. Tellers who are late in making repairs to the mistake are required to pay services, interest, or compensation. Bank tellers must be able to become a careful worker in carrying out their duties and functions by applying the precautionary principle so that there is no mistake in the input process of customer fund transfer transactions.
TANGGUNG GUGAT BAGI PENCEMAR LINGKUNGAN Ari Purwadi
Perspektif Vol 1, No 2 (1996): Edisi Desember
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/perspektif.v1i2.593

Abstract

Masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan masalah yang urgen untuk ditanganai dan ditanggulangi sejalan semakin berkembangnya kemajuan teknologi dan industri yang berdampak pada lingkungan hidup. masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup ini merupakan masalah dunia, baik pada negara-negara maju maupun pada negara-negara sedang berkembang, termasuk negara Indonesia.
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA FESYEN TERHADAP EKONOMI KREATIF DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Lidya Shery Muis; Ari Purwadi; Dwi Tatak Subagiyo
Perspektif Vol 22, No 2 (2017): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.778 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v22i2.618

Abstract

Ekonomi kreatif erat hubungannya dengan hak cipta karena perkembangan ekonomi kreatif berfokus kepada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi kepada penciptanya. Permasalahan yang diajukan pada penelitian ini adalah perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa hak cipta fesyen terhadap ekonomi kreatif dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, membuat hak cipta fesyen rentan terkena pembajakan karena MEA memberlakukan pasar tunggal terhadap negara anggota ASEAN. Pembajakan mengakibatkan pencipta mengalami kerugian moril karena merasa hasil karyanya tidak dihargai dan kerugian materiil karena hasil karyanya telah tersebar namun tidak memberikan insentif kepada pencipta. Bentuk perlindungan hak cipta terhadap ekonomi kreatif dalam MEA terlihat dari kebijakan pemerintah memperbaharui UUHC dan pengesahan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan No. 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif yang kemudian disingkat Perpres Bekraf. Bekraf bertugas untuk menetapkan kebijakan terhadap ekonomi kreatif. Pembaruan UUHC dan mengesahkan Perpres Bekraf diharapkan dapat memenuhi unsur perlindungan dan pengembangan ekonomi kreatif.The creative economy is closely related to copyright because the development of the creative economy focuses on the creation of goods and services by relying on the skills, talents and creativity that can bring economic benefits to its creators. The creative economy in the AEC era made the fashion copyright vulnerable to piracy because the MEA imposed a single market on ASEAN member countries. Hijacking resulted in the creator experiencing moral loss because he felt his work was not appreciated and material losses because his work has been scattered but did not provide incentives to the creator. The form of copyright protection to the creative economy in the MEA is an evident from the government’s policy of updating the UUHC and the approval of the Presidential Regulation on Bekraf. Bekraf is tasked with establishing policies toward the creative economy. The UUHC renewal and the endorsement of the Presidential Regulation on Bekraf are expected to meet the elements of protection and development of the creative economy.