Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KAJIAN TEORI HUKUM PROGRESIF TERHADAP IMPLEMENTASI PRODUK TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT Neysa Tania; Jason Novienco; Dixon Sanjaya
Perspektif Vol 26, No 2 (2021): Edisi Mei
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/perspektif.v26i2.800

Abstract

Akses perumahan yang layak merupakan kebutuhan mendasar manusia yang dilindungi oleh Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945. Permasalahannya adalah tidak setiap orang memiliki akses terhadap pembiayaan untuk memperoleh rumah. Ketimpangan kondisi tersebut utamanya dipengaruhi oleh faktor pendapatan yang tidak merata. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat walaupun peraturan tersebut menimbulkan sejumlah permasalahan selama masa pandemi Covid-19 yakni besaran iuran yang memberatkan pekerja dan pengusaha serta konflik norma dan ketidaksesuaian dengan pedoman pembentukan undang-undang. Penelitian yuridis normatif dengan pendekatan sinkronisasi hukum vertikal dan horizontal ini memperoleh hasil bahwa PP Tapera yang ditetapkan di masa pandemi Covid-19 mengandung cacat formil dan materiil dalam pembentukannya khususnya terhadap asas-asas dan norma yang diatur dalam PP Tapera tersebut. Program tabungan perumahan rakyat di masa pandemi Covid-19 yang memberatkan masyarakat juga inkonsisten terhadap penerapan hukum progresif yang seharusnya mengarahkan aturan hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukan sebaliknya. Penelitian ini menyarakankan agar Pemerintah perlu merevisi kebijakan serta mensosialisasikan keberadaan tabungan perumahan rakyat kepada masyarakat agar tercipta kesepahaman antara para pihak.Access to adequate housing is a basic human need that is protected by Article 28H paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The problem is that not everyone has access to finance to bought a house. Inequality conditions are mainly influenced by the factor of unequal income. The government has issued Act No. 4 of 2016 and the Government Regulation No. 25 of 2020 concerning the Implementation of Public Housing Savings although this regulation caused problems during the Covid-19 Pandemic, namely the amount of contributions that burdened workers and employers as well as conflicting norms and non-compliance with the guidelines for the formation of the law. This normative juridical research with a vertical and horizontal legal synchronization approach obtained the results that the PP Tapera which was stipulated during the Covid-19 pandemic contained formal and material defects in its formation, especially regarding the principles and norms regulated in the PP Tapera. The public housing savings program during the Covid-19 pandemic which burdened the community was also inconsistent with the application of progressive law which should direct the rule of law to meet the needs of the community and not the other way around. This research suggests that the government needs to revise its policies and socialize the existence of public housing savings to the public in order to create an understanding between the parties.
URGENSI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT SEBAGAI JAMINAN KONSTITUSIONAL KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT Tundjung Herning Sitabuana; Dixon Sanjaya
PROSIDING SERINA Vol. 1 No. 1 (2021): PROSIDING SERINA III 2021
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.909 KB) | DOI: 10.24912/pserina.v1i1.16157

Abstract

Article 18B paragraph (2) of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has constitutionally regulated the recognition of the existence of Adat Law Community. The recognition in the constitution has in fact not shown the coherence between das sollen and das sein. This is evidenced by conflicts or disputes with Adat Law Community related to recognition, respect, and protection of Adat Law Community and the traditional rights. A study was conducted to determine the regulation and recognition of the existence of Adat Law Community in Indonesian positive law, and to find out whether the regulation and recognition provided protection for the existence of Adat Law Community. This research is a normative legal research based on literature study to obtain secondary data. The data were processed and analyzed qualitatively. Based on research it is known that Adat Law Communities has been regulated, recognized, and guaranteed by the constitution, and in sectoral laws with normative arrangements in the form of phrases of recognition, protection, control, utilization, participation, involvement, and participation. The problem is closely related to 2 (two) factors, namely its existence and implementation. Sporadic and sectoral arrangements have created inconsistencies and unclear legal arrangements that have resulted in weakening or eliminating the rights of Adat Law Community. Efforts to ensure the consistency of the protection of Adat Law Communities is to implement the principles and legal provisions that exist in a pure and consistent manner. Necessary to harmonization and organization the regulations, including through the formation of special laws, and the formation of the regional regulations regarding the recognition and protection of Adat Law Community.Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 telah mengatur secara konstitusional pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat (MHA). Pengakuan dalam konsitusi tersebut pada nyatanya belum menunjukkan koherensi antara yang seharusnya dan yang senyatanya (das sein). Itu dibuktikan dengan konflik atau sengketa MHA mengenai pengakuan, penghormatan, perlindungan MHA dan hak tradisionalnya. Atas dasar hal tersebut dilakukan kajian untuk mengetahui pengaturan dan pengakuan terhadap keberadaan MHA dalam hukum positif Indonesia, serta untuk mengetahui apakah pengaturan dan pengakuan tersebut telah memberikan perlindungan terhadap keberadaan MHA. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative berdasarkan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Data hasil penelitian diolah dan dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa eksistensi MHA diatur, diakui, dan dijamin keberadaan dan perlindungan hukum oleh konstitusi untuk melindungi dan mewujudkan kesejahteraan, dan berbagai peraturan perundang-undangan khususnya yang berhubugan dengan sumber daya alam dapat terihat dari pengaturan secara normatif berupa frasa pengakuan, perlindungan, penguasaan, pemanfaatan, partisipasi, keterlibatan, dan peran serta MHA. Masalah perlindungan MHA berkaitan erat dengan 2 (dua) faktor, yaitu eksistensi dan pelaksanaannya. Perlindungan hukum bagi MHA secara eksplisit dan implisit telah tercermin dalam peraturan yang ada. Namun, pengaturan yang bersifat sporadis dan sektoral menimbulkan inkonsistensi dan ketidakjelasan pengaturan hukum yang melahirkan pelemahan atau penyingkiran hak-hak masyarakat adat. Upaya menjamin konsistensi perlindungan MHA adalah melaksanakan asas-asas dan ketentuan-ketentuan hukum yang ada secara murni dan konsekuen. Perlu dilakukan harmonisasi dan penataan regulasi termasuk melalui pembentukan undang-undang tersendiri, dan pembentukan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan terhadap MHA.
SINKRONISASI PERATURAN BERPAKAIAN MUSLIM DI SEKOLAH DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Tundjung Herning Sitabuana; Tatang Ruchimat; Dixon Sanjaya
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 4 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.4.2022.401-413

Abstract

Pendidikan tanpa diskriminasi merupakan tujuan bernegara dalam UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhlak mulia, menjunjung nilai agama dan kebudayaan lokal. Internalisasi nilai tersebut dilakukan Pemerintah Kota Padang melalui Instruksi Walikota Padang Nomor 451.442/Binsos-III/2005 mengenai penggunaan pakaian muslim bagi siswi di sekolah. Aturan tersebut dinilai bermasalah dari segi kewenangan membentuk hukum dan substansi yang diskriminatif karena diwajibkan kepada siswi non-Muslim. Sehingga perlu diteliti kewenangan dan pengaturan pakaian seragam sekolah terkait penerbitan aturan tersebut. Penelitian doktrinal (normatif) dilakukan dengan sinkronisasi hukum secara vertikal. Hasilnya menunjukkan Instruksi Walikota Padang telah sinkron dengan Pancasila, UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan. Tidak terdapat pertentangan dalam kewenangan ataupun perumusan norma. Permasalahan diskriminasi terjadi dalam implementasi oleh sekolah karena menyalahartikan kata “menyesuaikan” (anjuran) menjadi “kewajiban” berpakaian muslim termasuk bagi siswi non-Muslim.