Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : Jurnal Pengembangan Kota

KARAKTERISTIK HUNIAN BURUH INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA Irfiyanti, Zulinar; Manaf, Asnawi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.752 KB) | DOI: 10.14710/jpk.2.2.62-73

Abstract

Kota Semarang merupakan salah satu kota yang berpotensi dalam pertumbuhan sektor ekonomi. Di Kota Semarang terdapat sembilan kawasan industri yang potensial, salah satunya Kawasan industri Wijayakusuma. Pertumbuhan sektor ekonomi yang pesat menjadikan masyarakat berminat untuk bekerja sebagai buruh industri dan bermigrasi di sekitar kawasan industri. Masalah yang dihadapi oleh buruh industri Wijayakusuma adalah buruh industri belum mampu menjangkau tempat tinggal layak huni yang disediakan secara formal. Akibatnya, banyak buruh industri yang belum memiliki rumah hak milik, tinggal di rumah kontrakan atau kos-kosan, terdapat permukiman dengan kepadatan tinggi di sekitar Kawasan Industri Wijayakusuma dan memiliki kualitas lingkungan permukiman yang rendah. Berdasarkan pada penjelasan permasalahan tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik hunian dan lingkungan hunian buruh industri yang dihuni saat ini Metode yang digunakan adalah metode campuran (mix method) dimana terdapat penggabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif, analisis deskriptif kualitatif dan analisis skoring. Hasil dari penelitian ini adalah dapat diketahui bahwa buruh industri yang sudah memiliki hunian hak milik adalah 36% sedangkan 64% lainnya masih tinggal dengan keluarga atau kerabat, tinggal di rumah kost maupun rumah kontrak.
PERAN LEMBAGA LOKAL DALAM PENATAAN RUANG DI KELURAHAN NGROTO, KECAMATAN CEPU, KABUPATEN BLORA Hidayat, Andre Cahya; Manaf, Asnawi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 2, No 1 (2014): Juli 2014
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.2.1.14-23

Abstract

A development that implements the concept of participation, involves the people in planning process, implementation, and also control the development program. In relation with implementation of participatory on development process, the Indonesian Government actualized it on PLP-BK program. PLP-BK is a spatial management program that implemented in rural or village. This program develops social capital in community level, particularly the established local institutions. Local institutions have an important role in the planning, implementation, control of this program, and also as a community representatives. The importance of local institutions on PLP-BK becomes the background of this research.The goal of research is to examine the role of local institutions in the implementation of PLP-BK at Ngroto Village, Cepu Sub-Regency, Blora Regency, Central Java. The goal is achieved by use a qualitative approach that called case study research. The analysis method are using qualitative description and domain analysis. The result of this research can explain the institutionalization process of spatial management in Ngroto. This process is mixing new values from the outside (i.e.spatial management) with local values in Ngroto through the roles of local institutions. The sustainability roles of local institutions is needed to achieve the result of this process, is called “pranata penataan ruang”. Therefore, the  researcher give a strategy and some actions to achieve the sustainability roles of local institutions in Ngroto, are: capacity building of local empowerment agent, partnership development, and preserve some local institutions. These actions to keep ongoing the institutionalization process in community level, although PLP-BK has ended at October 2012. Thus, community self-reliance can be achieved to realize the goal of spatial management in Ngroto
TINGKAT KEPUASAN BERMUKIM BURUH KAWASAN INDUSTRI LAMICITRA KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA SEMARANG Manaf, Asnawi; Marsyukrilla, Eren
Jurnal Pengembangan Kota Vol 1, No 2 (2013): Desember 2013
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.1.2.86-95

Abstract

Seiring dengan perkembangan pembangunan dan meningkatnya urbanisasi di Kota Semarang, rumah menjadi suatu kebutuhan utama. Kota Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah dengan aktivitas pereknomian yang cukup tinggi. Salah satunya aktivitas perindustrian yang menyerap banyak tenaga kerja buruh.Dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi keluarga, aktivitas pekerjaan, dan kondisi bermukim buruh industri, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan fisik hunian, serta tingkat kepuasan bermukim buruh kawasan industri Lamicitra Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Dalam penelitian yang dilakukan, penyusun menggunakan pendekatan kuantitatif dan menyebarkan kuisioner kepada 132 responden buruh industri dengan metode simple random sampling di kawasan industri Lamicitra, Kecamatan Semarang Utara.Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terkait dengan status hunian buruh industri, buruh yang menumpang memilliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 48%, rumah miliki sendiri sebesar 30%, dan selebihnya sekitar 20% menempati rumah sewa. Sebanyak 48% dari jumlah responden yang bertempat tinggal dengan status menumpang tersebut sebagian besar masih tinggal di rumah orang tuanya. Hal ini tentulah masih sangat wajar jika dilihat dari usia dan status pernikahan yang masih belum menikah cukup tinggi. Jika ditinjau dari tingkat kepuasan bermukim, sebagian besar atau sekitar 34% responden menytakan puas dengan kondisi hunian mereka dan 29% menyatakan biasa saja. Sebanyak 51% responden menyatakan sudah sangat puas dengan kondisi hubungan bertetangga yang ada di hunian mereka dan selebihnya menyatakan biasa saja dengan persentase 25%. Kondisi ini tentu juga tidak lepas dari responden yang secara umum merupakan penduduk asli wilayah tersebut.
BENTUK-BENTUK KEMITRAAN PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT DALAM UPAYA KEBERLANJUTAN PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS: KABUPATEN KENDAL DAN KOTA PEKALONGAN) Mardatilla Septiani Rahajeng; Asnawi Manaf
Jurnal Pengembangan Kota Vol 3, No 2: Desember 2015
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.181 KB) | DOI: 10.14710/jpk.3.2.112-119

Abstract

Salah satu program pemerintah yang dicetuskan untuk mengatasi masalah tersebut adalah Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) Sejak  tahun 2008, program PLPBK sudah dilaksanakan pada 185 desa/kelurahan di Jawa Tengah tidak terkecuali pada Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan yang merupakan duta program PLPBK dan dianggap baik dalam menjalankan PLPBK.Upaya implementasi dan keberlanjutan program serta kolaborasi/kemintraan tentunya tidak bisa dilakukan secara mandiri, peran swatsa dan pemerintah sangat diperlukan agar tercipta keberhasilan pengembangan kawasan yang telah direncanakan. Salah satu kendala dalam keberlanjutan program adalah masalah finansial.upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menjalin kemitraan. Namun dalam implementasi belum diketahui sejauh mana bentuk – bentuk  kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam keberlanjutan program PLPBK di Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan. Oleh karena itu, muncul pertanyaan yang menjadi dasar penelitian ini, yaitu “Bagaimana bentuk-bentuk kemitraan sektor pemerintah,  swasta dan masyarakat dalam upaya keberlanjutan program PLPBK di Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan?” Berdasarkan pertanyaan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggali bentuk-bentuk kemitraan sektor pemerintah, swasta dan masyarakat dalam upaya keberlanjutan program PLPBK di Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.Berdasarkan analisis yang dilakukan, didapatkan dilapangan bahwa bentuk – bentuk kemitraan dibagi menjadi empat yaitu bantuan fisik, bantuan uang, bantuan program dan bantuan dalam event-event. Selain itu juga proses dari kemitraan yang ada terbagi menjadi dua yaitu pengajuan proposal dengan pihak pemerintah dan pihak swasta. Dalam kegiatan kemitraan tentunya terdapat pelaku yang terlibat, peran pelaku tersebut antara lain BKM sebagai perencana, pemerintah sebagai pendamping dan swasta sebagai rekan bermitra. Selain itu didapat hasil juga bahwa dalam menjalin kemitraan memiliki penunjang dan kendala. Faktor penunjang tersebut antara lain komunikasi dan koordinasi dalam kemitraan, kepercayaan dalam kemitraan dan tim pemasaran yang mengerti konsep. Sedangkan untuk kendala yang dihadapi adalah badan pengelola yang belum efektif, kendala dan pendonor dan tidak banyak lembaga yang memberi respon. Selain itu kaitan lainnya adalah bahwa dengan keberlanjutan dalam kemitraan berpengaruh dalam keberlanjutan program PLPBK di Kota Pekalongan dan kabupaten Kendal. Selama ini, belum sepenuhnya keberlanjutan kemitraan tersebut berlanjut. Untuk itu beberapa upaya yang telah ditempuh antara lain aktif memasarkan program, memperkuat kelembagaan BKM dan tim pengelola yang konsisten terhadap kesepakatan bersama. Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai bentuk – bentuk dan proses kemitraan diatas bahwa setelah mengetahui bentuk – bentuk kemitraan dan proses kemitraan tersebut berbagai stakeholder dapat bekerja sama untuk menjalin kemitraan. Selain itu, dibutuhkan keaktifan dan komitmen masyarakat sendiri untuk menjalin kemitraan dengan berbagai stakeholder. Dengan baiknya terjalin kemitraan antar stakeholder berpeluang untuk membuat keberlanjutan dalam program PLPBk di Kota Pekalongan dan Kabupaten Kendal
PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN SKALA KECIL TAK BERIZIN DI KAWASAN LINDUNG PAMURBAYA Siti A'isyah; Asnawi Manaf
Jurnal Pengembangan Kota Vol 6, No 1: Juli 2018
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (673.159 KB) | DOI: 10.14710/jpk.6.1.26-34

Abstract

Kawasan lindung Pamurbaya merupakan kawasan yang rentan terjadinya perubahan lahan akibat dari ekspansi pertumbuhan perkotaan sampai ke pinggiran kota. Sementara di pinggiran Kota Surabaya bagian timur terdapat kawasan lindung Pamurbaya yang terancam akibat pembangunan perumahan skala kecil yang tidak berizin tepatnya di Kelurahan Medokan Ayu Kecamatan. Tujuan penelitian ini untuk melakukan kajian pengendalian pemanfaatan ruang pembangunan perumahan skala kecil tak berizin pada kawasan lindung Pamurbaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan upaya pengendalian pembangunan perumahan skala kecil tak berizin ini efektif telah dilakukan baik dengan cara pengaturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif, penghentian sementara pemberian hak atas tanah oleh BPN, kelembagaan dan koordinasi maupun keterbukaan informasi rencana tata ruang. Tetapi pemerintah menghadapi kesulitan dalam hal pengenaan sanksi administratif guna penertiban kawasan. Salah satu rekomendasi guna lebih mengefektifkan pengendalian yaitu Pemerintah Kota Surabaya segera melegalkan dan merealisasikan rencana kegiatan atau rencana strategis serta pembiayaan pada kawasan tersebut.
TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS: KABUPATEN KENDAL DAN KOTA PEKALONGAN) Dwi Jayanti Ratnasari; Asnawi Manaf
Jurnal Pengembangan Kota Vol 3, No 1: Juli 2015
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (523.645 KB) | DOI: 10.14710/jpk.3.1.40-48

Abstract

Untuk mengatasi masalah pemanfaatan ruang, pemerintah mencetuskan program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). Sejak tahun 2008, program PLPBK sudah dilaksanakan pada 185 desa/kelurahan di Jawa Tengah tidak terkecuali pada Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan yang merupakan duta program PLPBK dan dianggap baik dalam menjalankan PLPBK. Namun, pada kedua kabupaten/kota tersebut masih ada beberapa indikasi program yang belum terealisasi. Asumsinya adalah program PLPBK yang dilakukan melalui proses perencanaan kolaboratif dimana dalam prosesnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seharusnya akan lebih efisien sehingga program dapat berhasil. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengukur tingkat keberhasilan program PLPBK di Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Sedangkan, metode analisis yang digunakan adalah analisis skoring dengan likert scale. Berdasarkan hasil analisis skoring dengan menggunakan likert scale, semua kelurahan/desa sudah tergolong berhasil dalam pelaksanaan program PLPBK. Hal tersebut ditunjukkan dengan total skor >2 dan persentase >66,7% di seluruh kelurahan/desa. Kelurahan Kebondalem di Kabupaten Kendal merupakan kelurahan yang memiliki skor dan persentase tertinggi yakni 2,99 dan 99,7%. Sedangkan Kelurahan Kraton Kidul di Kota Pekalongan adalah kelurahan dengan skor dan persentase terendah yakni 2,78 dan 92,5%. Skor terendah pada Kelurahan Kraton Kidul disebabkan karena adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan. Kuliner Djadoel tidak langsung menghadap ke jalan raya yang berakibat pada sepinya pembeli. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Kraton Kidul yang berjualan tidak mematuhi ketentuan pembayaran retribusi yang telah disepakati.   Untuk mengatasi masalah pemanfaatan ruang, pemerintah mencetuskan program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK). Sejak tahun 2008, program PLPBK sudah dilaksanakan pada 185 desa/kelurahan di Jawa Tengah tidak terkecuali pada Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan yang merupakan duta program PLPBK dan dianggap baik dalam menjalankan PLPBK. Namun, pada kedua kabupaten/kota tersebut masih ada beberapa indikasi program yang belum terealisasi. Asumsinya adalah program PLPBK yang dilakukan melalui proses perencanaan kolaboratif dimana dalam prosesnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seharusnya akan lebih efisien sehingga program dapat berhasil. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengukur tingkat keberhasilan program PLPBK di Kabupaten Kendal dan Kota Pekalongan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Sedangkan, metode analisis yang digunakan adalah analisis skoring dengan likert scale. Berdasarkan hasil analisis skoring dengan menggunakan likert scale, semua kelurahan/desa sudah tergolong berhasil dalam pelaksanaan program PLPBK. Hal tersebut ditunjukkan dengan total skor >2 dan persentase >66,7% di seluruh kelurahan/desa. Kelurahan Kebondalem di Kabupaten Kendal merupakan kelurahan yang memiliki skor dan persentase tertinggi yakni 2,99 dan 99,7%. Sedangkan Kelurahan Kraton Kidul di Kota Pekalongan adalah kelurahan dengan skor dan persentase terendah yakni 2,78 dan 92,5%. Skor terendah pada Kelurahan Kraton Kidul disebabkan karena adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pembangunan. Kuliner Djadoel tidak langsung menghadap ke jalan raya yang berakibat pada sepinya pembeli. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Kraton Kidul yang berjualan tidak mematuhi ketentuan pembayaran retribusi yang telah disepakati.   
RELEVANSI ASPEK KEMISKINAN DAN FISIK LINGKUNGAN KUMUH PADA PENENTUAN LOKASI PENERIMA PROGRAM KOTAKU (Studi Kasus Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan) Lia Andriana; Asnawi Manaf
Jurnal Pengembangan Kota Vol 5, No 2: Desember 2017
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (766.022 KB) | DOI: 10.14710/jpk.5.2.131-139

Abstract

Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya, serta keterbatasan terhadap akses pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi yang baik serta perumahan yang layak huni. Hal tersebut yang merupakan penyebab munculnya permukiman kumuh. Kabupaten Pamekasan sebagai salah satu Kabupaten yang mendapatkan program KOTAKU dengan 7 (tujuh) Kelurahan/Desa yang menjadi prioritas penanganan untuk mewujudkan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin melalui penataan permukiman yang baik dan sehat. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji apakah ada relevansi antara kemiskinan dan permukiman kumuh pada lokasi penerima program KOTAKU di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi dimana metode penelitian kualitatif menggunakan deskriptif kualitatif dan metode penelitian kuantitatif menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan metode overlay. Hasil penelitian diharapkan dapat menggambarkan sebaran kawasan kumuh yang nantinya dapat membantu pemerintah dan stakeholder terkait dalam mengambil keputusan guna merencanakan penataan kawasan perumahan dan permukiman kumuh.
SKEMA KONSOLIDASI TANAH DALAM PENERAPAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI INDONESIA Kurniawan, Hasbi; Manaf, Asnawi
Jurnal Pengembangan Kota Vol 11, No 1: Juli 2023
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jpk.11.1.92-102

Abstract

Munculnya kawasan kumuh merupakan salah satu dampak dari perwujudan upaya masyarakat kurang mampu secara swadaya memenuhi kebutuhan huniannya. Terdapat satu pendekatan untuk merespon permasalahan kekumuhan yaitu Konsolidasi Tanah (KT). Akan tetapi penerapan konsolidasi tanah ini secara teknis tidaklah mudah karena terdapat beragam kondisi di lapangan yang dinamis dan kontekstual. Artikel ini menguraikan seperti apa keberagaman kondisi tersebut dilihat dari aspek subjek konsolidasi tanah, objek konsolidasi tanah, jumlah bidang tanah, serta luas bidang tanah. Untuk menguraikan keberagaman ini secara empirik dilakukan pendekatan penelitan kualitatif dengan metode studi kasus di tiga Kabupaten di Jawa Tengah. Melalui penelitian ini ditemukan satu hal menarik terkait skema konsolidasi tanah yaitu konsolidasi tanah dapat dilakukan pada satu bidang tanah akan tetapi bidang tanah tersebut dikuasai lebih dari satu orang yang merupakan peserta dari kegiatan konsolidasi tanah tersebut.