Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Cerai Talak di Kota Palopo (Faktor Penyebab dan Solusinga dalam Studi Kasus di Pengadilan Agama) Muhammad Tahmid Nur
Palita: Journal of Social Religion Research Vol 1, No 2 (2016): Palita: Journal of Social Religion Research
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24256/pal.v1i2.70

Abstract

Marriage is one of the manifestations of human nature in the world to find happines, and make their descendant. Unfortunately, not all marriages are lasting until the end of the age, and not a litle ended in divorce. one case of divorce, is when a husband on his wife filed for divorce in religious courts. It dilator overshadow the many factors causing the disharmony that leads todivorce. However, the judiciary and the associated constantly seek and forge solutions to minimize the number of divorce cases divorce tends to increase from year to year.
Implikasi Penetapan Dispensasi Perkawinan terhadap Kasus Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sengkang) Takdir Takdir; Muhammad Farhan Abdullah; Muhammad Tahmid Nur
LITERATUS Vol 4 No 3 (2022): Pergeseran Sosial, Budaya, dan Hukum dalam Menghadapi Era Society 5.0
Publisher : Neolectura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37010/lit.v4i3.1115

Abstract

Penelitian ini ini membahas tentang implikasi penetapan dispensasi perkawinan terhadap kasus perceraian di Pengadilan Agama Sengkang. Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu keterkaitan antara disepensasi perkawinan dan perceraian. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara dispensasi perkawinan dan perceraian saling berkaitan satu sama lain karena termasuk dalam perkara di Pengadilan Agama namun faktor yang menjadi latar belakang permohonan dispensasi perkawinan yaitu budaya yang senantiasa dipelihara masyarakat Kabupaten Wajo untuk menikahkan anaknya meskipun masih di bawah umur. Latar belakang kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang tidak segera menikah adalah takut anaknya menjadi perawan tua. Pendidikan yang rendah sehingga tidak ada aktifitas belajar dan bekerja karena lemahnya ekonomi, Hanya sekitar 10% kasus perceraian disebabkan oleh dispensasi perkawinan selebihnya faktor penyebab perceraian di dominasi karena masalah ekonomi, pertengkaran terus menerus (konflik), tidak adanya kecocokan. Solusi strategis meminimalisir dispensasi perkawinan adalah dengan memberikan edukasi kepada anak bahwa menikah di bawah umur memiliki resiko yang tinggi termasuk saat melahirkan sang anak kelak, Pemerintah Daerah juga harus berperan aktif dengan menerbitkan aturan berupa UU tentang larangan menikah di bawah umur. Implikasi dispensasi perkawinan di bawah umur penyebab timbulnya konflik dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian, selain itu penyebab kematian pada ibu ataupun bayi yang dilahirkan karena belum adanya kematangan fisik pihak perempuan.
Implikasi Penetapan Dispensasi Perkawinan terhadap Kasus Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sengkang) Takdir Takdir; Muhammad Farhan Abdullah; Muhammad Tahmid Nur
LITERATUS Vol 5 No 1 (2023): Jurnal Ilmiah Internasional Sosial dan Budaya
Publisher : Neolectura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37010/lit.v5i1.898

Abstract

This research discusses the implications of determining marriage dispensation on divorce cases in the Sengkang Religious Court. This type of research is qualitative research with a normative juridical approach. The results of this study show that the relationship between marriage dispensation & divorce is interrelated with each other because it is included in cases in the Religious Court, but the factor that is the background for the application for marriage dispensation is the culture that is always maintained by the people of Wajo Regency to marry off their children even though they are still underage. The background of parents' concern about their children not getting married soon is the fear of their children becoming old virgins. Only about 10% of divorce cases are caused by marital age dispensation, the more factors causing divorce are mostly due to economic problems, continuous quarrels (conflicts), and there was no deep understanding between the couples. The strategic solution to minimize marriage dispensation is to educate children that marrying underage has a high risk, including when giving birth to the child in the future, local governments must also play an active role by issuing rules in the form of laws prohibiting underage marriage. The implications of underage marriage dispensation cause conflicts in the household that lead to divorce, in addition to the cause of death in mothers or babies born due to the absence of physical maturity on the part of women.
DAMPAK KEPEMILIKAN HARTA BENDA SETELAH ADANYA HARTA BERSAMA YANG TIDAK DIBAGI (Studi Kajian Hukum Ekonomi Syariah dan Putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/MS-Bir) Fauzah Nur Aksa; Muhammad Tahmid Nur; T. Saifullah
Al-Amwal : Journal of Islamic Economic Law Vol 8, No 1 (2023): AL-AMWAL : JOURNAL OF ISLAMIC ECONOMIC LAW
Publisher : Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, IAIN Palopo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24256/alw.v8i1.3770

Abstract

Marriage is the gathering of two people who were originally separate and independent, to become a unified whole. But it cannot be denied that in certain circumstances often problems and conflicts arise in the household,causing divorce between the two which triggers the divission of joint assets. The purpose of this study is to determine the considerations and basis law by the judge in passing the decision number 93 / Pdt.G /201 / Ms-Bir. This study uses a normative qualitative approach, ie this research is based on normative legal science (Syar'iyahBireuen Court's Decision). This research emphasizes the applicable legal regulations. The results of the analysis show that the judges of the Syar’iahBireuen Court regarding decision number 93 / Pdt.G / 2011 / Ms-Bir regarding the 1945 Constitution Chapter IX Article 24 and Article 25 as well as in Law Number 48 of 2009. Law The constitution guarantees a free judicial power. This is explicitly stated in Article 24, especially in the explanation of article 24 paragraph (1) and the explanation in Article 1 paragraph (1) of Law No. 48/2009, namely judicial power is the power of an independent State to administer justice to enforce law and justice based on Pancasila. In the decision No. 9 / Pdt.G / 2011 / MS-Bir, the judge continued to divide the shared assets after the khulu divorce occurred to the wife who was declared to have been deceived by the lhoeksemawe court, the judge considered then decided that by referring to the book Al-Bajuri vol. II p.135 states that the consequences of the nushuz only eliminate the right to turn, subsistence, and kiswah, but do not eliminate the right to obtain joint property, this is in line with the provisions of Article 80 paragraph (7) Compilation of Islamic Law. Perkawinan merupakan berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri, menjadi satu kesatuan yang utuh. Tidak dapat dipungkiri dalam keadaan tertentu kerap kali timbul permasalahan dan konflik dalam rumah tangga, sehingga menimbulkan perceraian antara keduanyayang memicu pembagian harta bersama.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan serta dasar hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif normatif, yakni penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (Putusan Mahkamah Syar’iah Bireuen) dan menekankan pada peraturan hukum yang berlaku.Hasil analisis menunjukan pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iah Bireuen terhadap putusan Nomor 93/Pdt.G/2011/Ms-Bir tentang Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Dasar menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini tegas dicantumkan dalam Pasal 24 terutama dalam penjelasan pasal 24 ayat (1) dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila. Di dalam putusan Nomor 9/Pdt.G/2011/MS-Bir, hakim tetap membagi harta bersama setelah terjadinya cerai khulu’ kepada isteri yang dinyatakan telah nusyuz oleh pengadilan lhokseumawe, hakim dengan pertimbangan lalu memutuskan bahwa dengan merujuk kepada kitab Al-Bajuri jilid II menyatakan bahwa akibat nusyuz hanya menghilangkan hak giliran, nafkah, dan kiswah, akan tetapi tidak menghilangkan hak untuk mendapat harta bersama, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 80 ayat (7) Kompilasi Hukum Islam.
Justice in Islamic Criminal Law: Study of the Concept and Meaning of Justice in The Law of Qiṣāṣ Muhammad Tahmid Nur
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.1011

Abstract

Abstract: Contextualizing the justice dimension in the law of qiṣāṣ has a humanitarian basis, so it needs to be understood under the context and development of current law. This endeavor is necessary to have a more thorough and contextual understanding of the esoteric meaning of qiṣāṣ legal justice. This article examines the contextualization of the meaning of justice in the construction of qiṣāṣ law to further elaborate on its human values, using a normative approach with philosophical analysis. This study data consisted of primary and secondary data. Based on the study analysis, it can be concluded in three points. First, the meaning of justice in Islamic law is oriented to realizing human benefit based on humanity and religious values. Justice in recompense punishment is found in the guarantee of life from God as the Lawgiver. Second, the implementation of qiṣāṣ punishment always prioritizes respect for the perpetrators' and victims' rights. This is a form of respect for human values. Third, in terms of applying punishment, the construction of qiṣāṣ law allows flexibility by contextualizing the meaning of justice to be adapted and applied in society.Abstraks: Kontekstualisasi dimensi keadilan dalam hukum qiṣāṣ pada dasarnya memiliki basis kemanusiaan sehingga ia perlu dipahami sesuai dengan konteks dan perkembangan hukum kontemporer. Upaya ini penting dilakukan agar bisa memahami makna esoteris keadilan hukum qiṣāṣ lebih komprehensif dan kontekstual. Artikel ini mengkaji kontekstualisasi makna keadilan dalam konstruksi hukum qiṣāṣ guna mengelaborasi lebih lanjut nilai-nilai kemanusiaan yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan analisis filosofis. Data-data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Berdasar kajian dan analisis yang telah dilakkan, diperoleh simpulan bahwa: pertama, makna keadilan dalam hukum Islam diorientasikan pada terwujudnya kemaslahatan manusia yang berlandasakan nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Keadilan dalam hukuman pembalasan yang setimpal terdapat pada jaminan garansi kehidupan dari Tuhan sebagai Pembuat Hukum. Kedua, pelaksanaan hukuman qiṣāṣ selalu mengedepankan prinsip penghormatan atas hak individual pelaku dan juga keluarga korban. Hal ini merupakan wujud penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Ketiga, dari sisi penerapan hukumannya, konstruksi hukum qiṣāṣ memungkinkan untuk diterapkan secara fleksibel dengan mengontekstualiasikan makna keadilan untuk bisa diadaptasikan dan diterapkan di masyarakat.