Joeni Arianto Kurniawan
Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

When Human Rights are not Enough Joeni Kurniawan
Journal of Southeast Asian Human Rights Vol 2 No 1 (2018): June 2018
Publisher : Jember University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jseahr.v2i1.5332

Abstract

Juridically, there have been quite a lot of legal instruments existing in Indonesia to protect human rights. These legal instruments include the Indonesian Constitution, which has special articles regulating about human rights, the Human Rights Act (the Law Number 39 of 1999), the National Commission for Human Rights, etc. Thus, normatively, all those legal instruments should be adequate to protect human rights in Indonesia, including the protection of the minority groups. However, the facts don’t seem in line with such expectation. There have been a lot of cases happened in Indonesia that bring this country into a serious question in its ability to protect the minority groups. The persecutions over the Ahmadiyah and Shia sects, the rejections against non-Muslim worship place establishments, and as the most recent one, the case of Jakarta’s governor Basuki Tjahaja Purnama, are some of the long sad stories showing how Indonesia is really poor in its performance to protect the minority groups. Identity politics and even a sentiment of racism are re-escalating in Indonesia today, which seems affirming the research findings got by the Wahid Foundation showing that 59.9% of 1520 of respondents from 34 provinces in Indonesia said that they have hatred towards some groups of their fellow citizen, such as those who are non-Muslims, Chinese-descents, communists, etc (Hakim 2016). Among this 59,9% respondents, 92,2% of them said that they highly oppose a person coming from those groups to become a governmental leader, and 82,4% of this people even said that they don’t want to have a neighbor coming from those groups (Hakim 2016). Such re-emergence of identity politics and sentiment of racism, as well as a frightening fact of hatred among people, really give a serious question about why all the human rights instruments which already exist in Indonesia seem to fail in preventing all those things to happen. In this article, I will show my hypothesis that all that sad news that happened in Indonesia in regard to the minority group protection are due to the failure of multiculturalism approach implemented in Indonesia so far. Thus, I will also propose the interculturalism approach to be implemented in Indonesia as the critique and refinement of multiculturalism approach in dealing with the multicultural society, including in regard to the minority groups protection.
Pelajaran dari Konflik Antara Komunitas Sedulur Sikep dan Industri Semen di Jawa Tengah Joeni Arianto Kurniawan
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 30, No 3 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.656 KB) | DOI: 10.22146/jmh.37985

Abstract

Abstract:Depicting the development of the adat law teaching in current days results in a quite unhappy situation, where there is a huge gap between what taught in the classrooms of the law schools in Indonesia and what happens in the reality. The cause of such situation is because there has not been any contemporary comprehensive research on adat laws of Indonesia today in one hand, and also the legal politics implemented by the state which leads the legal system to be more and more state-centered on the other hand. However, though there is an urgent need to overhaul the subject of adat law, in some areas, such as in tenurial matters, some principles of adat law still play a strong role for the interest of the adat communities (masyarakat adat) to defend their tenurial rights. One of the examples of this situation is what I found during my research on a traditional community called Sedulur Sikep in Pati, Central Java, who actively resists the cement industry planned to be established in the area of Kendeng mountain. There are some traditional principles that lie behind such resistance, in which one of them is that this community perceives the Kendeng mountain as “their mother”. This principle is actually the principle of adat land law. Thus, if such principles of adat law are understood and regarded well by the state officials as well as by the private actors, land conflict and land grabbing which are frequently suffered by adat communities in Indonesia should be able to be prevented. In order to be so, there must be a significant paradigmatic change both in the realm of legal policy and also in the realm of legal education.IntisariPerkembangan studi hukum adat hari ini berada pada situasi yang tidak menggembirakan, sebab telah ada jurang perbedaan yang lebar antara apa yang diajarkan di kelas di fakultas-fakultas hukum di Indonesia dengan apa yang terjadi di lapangan. Penyebab terjadinya hal ini adalah karena ketiadaan riset-riset kontemporer yang komprehensif dalam bidang hukum adat di Indonesia hari ini di satu sisi, serta adanya politik hukum yang diterapkan negara yang menjadikan sistem hukum yang ada kian bersifat sentralistis pada sisi yang lain. Namun demikian, terlepas dari adanya kebutuhan untuk diadakannya perombakan besar-besaran atas mata kuliah hukum adat, dalam beberapa hal, seperti dalam isu hak tenurial, beberapa prinsip hukum adat masih memegang peranan penting bagi kepentingan masyarakat adat dalam upaya mempertahankan hak-hak tenurial mereka. Salah satu contohnya adalah apa yang telah ditemukan dalam penelitian penulis terhadap komunitas tradisional “Sedulur Sikep” di Pati, Jawa Tengah, yang secara aktif melakukan perlawanan terhadap pendirian industri semen di Pegunungan Kendeng. Hasil penelitian saya menemukan adanya prinsip-prinsip tradisional yang berada di balik aktivitas perlawanan tersebut, salah satunya adalah keyakinan komunitas ini bahwa Pegunungan Kendeng adalah layaknya “ibu” bagi mereka. Prinsip ini sesungguhnya adalah salah satu prinsip dasar hukum adat tentang tanah. Oleh karena itu, jika prinsip sebagaimana demikian dipahami dan dihormati secara sungguh-sungguh oleh semua aktor yang terlibat, baik itu aparat pemerintah maupun para pengusaha, konflik tanah dan perampasan lahan yang sering dialami oleh masyarakat adat di Indonesia seharusnya bisa dicegah. Untuk itu, maka harus ada perubahan paradigma yang signifikan baik di sektor kebijakan hukum dan juga di sektor pendidikan hukum yang ada selama ini.
PLURALISME HUKUM DAN URGENSI KAJIAN SOCIO-LEGAL MENUJU STUDI DAN PENGEMBANGAN HUKUM YANG BERKEADILAN SOSIAL E. Joeni Arianto Kurniawan
Yuridika Vol. 27 No. 1 (2012): Volume 27 No. 1 Januari 2012
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.042 KB) | DOI: 10.20473/ydk.v27i1.284

Abstract

‘Justice’, philosophically, is classified into two; legal justice and social justice. Legal justice refers to justice based on the parameters of the rules while social justice may be defined as equality arises from human relation in the existing social structure. Referring to the implementation of the law nowadays, it is likely that justice cannot be achieved by looking only at the legal justice. Providing justice should also count on the aspect of social justice. Most of the time, the problem of social justice is related to the access to justice. It is so because the existing law is unable to serve legal justice via its rules only. In other words, it is undoubtful that the justice is not merely legal problem but also a social problem. Therefore, jurisprudence should expand its doctrinal and normative approach to socio-legal approach. This article analyse the urge and the contribution of social-legal approach as interdisciplinary study which connect normatf aspect of jurisprudence with social study. Aiming to create a study which is able to provide equality access and justice for all, this article takes legal pluralism concept as the entry point.Keywords; Legal-pluralism, legal-study, social justice
Strategi Optimalisasi BUMDes Berbasis Potensi Lokal di Desa Gampeng Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur Hakim, Arif Rahman; Salman, Radian; Kurniawan, E. Joeni Arianto; Wibawa, Wahyu APM; Ristawati, Rosa; Noventri, Ardhana C.; Annisa, Fadila N.; Fadhlullah, M. R.; Wardhani, Fitri
Room of Civil Society Development Vol. 4 No. 1 (2025): Room of Civil Society Development
Publisher : Lembaga Riset dan Inovasi Masyarakat Madani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59110/rcsd.521

Abstract

BUMDes menjadi salah satu lembaga yang dapat dikembangkan sebagai basis perekonomian desa dan berkontribusi dalam meningkatkan standar hidup masyarakatnya. BUMDes seyogyanya perlu mempertimbangkan kebutuhan dan dapat menemukan solusi terhadap tantangan pengelolaan serta pemanfaatan potensi lokal desa agar semakin optimal. Dalam konteks kegiatan PkM Prodi MSHP Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga yang bermitra dengan BUMDes Gampeng Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur; kolaborasi ini ingin mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal dan merumuskan strategi dalam menghadapi tantangan pengelolaan BUMDes yang belum terakomodasi ketika kegiatan ini berlangsung. Dengan aktivitas wawancara, survei, dan observasi ingin menggali potensi lokal desa dan menemukenali masalah pengelolaan BUMDes; lalu dilakukan penyuluhan dan diskusi bersama pengurus, perangkat desa, dan stakeholder. Hasil kegiatan menunjukkan pentingnya BUMDes agar semakin berkontribusi pada pembangunan desa dan mensejahterakan warganya. Bentuk strategi optimalisasi pengelolaan BUMDes diantaranya: peningkatan peran lumbung desa yang tidak hanya sebagai penyedia pangan pokok desa tapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi warga, perluasan kerjasama dengan pihak eksternal agar membuka potensi usaha lain seperti pembayaran layanan pajak, penguatan dan diversifikasi unit usaha, penambahan keterlibatan lembaga keuangan pemberi pinjaman bagi petani, pembangunan wisata religi yang lengkap, peningkatan nilai tambah produk desa (pisang, singkong, bawang merah, cabai, tempe berbungkus daun jati), dan promosi kuliner lokal (asem-asem kambing). Kedepan, kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat menjadi bentuk kerjasama dan kolaborasi dengan Universitas untuk mengembangkan BUMDes.
Strategi Optimalisasi BUMDes Berbasis Potensi Lokal di Desa Gampeng Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur Hakim, Arif Rahman; Salman, Radian; Kurniawan, E. Joeni Arianto; Wibawa, Wahyu APM; Ristawati, Rosa; Noventri, Ardhana C.; Annisa, Fadila N.; Fadhlullah, M. R.; Wardhani, Fitri
Room of Civil Society Development Vol. 4 No. 1 (2025): Room of Civil Society Development
Publisher : Lembaga Riset dan Inovasi Masyarakat Madani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59110/rcsd.521

Abstract

BUMDes menjadi salah satu lembaga yang dapat dikembangkan sebagai basis perekonomian desa dan berkontribusi dalam meningkatkan standar hidup masyarakatnya. BUMDes seyogyanya perlu mempertimbangkan kebutuhan dan dapat menemukan solusi terhadap tantangan pengelolaan serta pemanfaatan potensi lokal desa agar semakin optimal. Dalam konteks kegiatan PkM Prodi MSHP Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga yang bermitra dengan BUMDes Gampeng Kabupaten Nganjuk Provinsi Jawa Timur; kolaborasi ini ingin mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal dan merumuskan strategi dalam menghadapi tantangan pengelolaan BUMDes yang belum terakomodasi ketika kegiatan ini berlangsung. Dengan aktivitas wawancara, survei, dan observasi ingin menggali potensi lokal desa dan menemukenali masalah pengelolaan BUMDes; lalu dilakukan penyuluhan dan diskusi bersama pengurus, perangkat desa, dan stakeholder. Hasil kegiatan menunjukkan pentingnya BUMDes agar semakin berkontribusi pada pembangunan desa dan mensejahterakan warganya. Bentuk strategi optimalisasi pengelolaan BUMDes diantaranya: peningkatan peran lumbung desa yang tidak hanya sebagai penyedia pangan pokok desa tapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi warga, perluasan kerjasama dengan pihak eksternal agar membuka potensi usaha lain seperti pembayaran layanan pajak, penguatan dan diversifikasi unit usaha, penambahan keterlibatan lembaga keuangan pemberi pinjaman bagi petani, pembangunan wisata religi yang lengkap, peningkatan nilai tambah produk desa (pisang, singkong, bawang merah, cabai, tempe berbungkus daun jati), dan promosi kuliner lokal (asem-asem kambing). Kedepan, kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat menjadi bentuk kerjasama dan kolaborasi dengan Universitas untuk mengembangkan BUMDes.