Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

HEALING ARCHITECTURE: DESAIN WARNA PADA KLINIK KANKER SURABAYA Purisari, Rahma
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Arsitektur rumah sakit/ klinik merupakan bangunan fisik dimana dalam perancangannya didekati dengan indikator kenyamanan, keindahan, serta keberpihakan pada lingkungan, yang dapat membangun citra layanan kesehatan rumah sakit/ klinik itu sendiri. Pada kasus penyakit kanker, kondisi psikis pasien memiliki karakteristik cukup berbeda dengan pasien penyakit lainnya, yaitu tingkat kecemasan dan depresi yang cukup tinggi akan penyakitnya. Keberhasilan proses penyembuhan kanker tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisiologis saja, tetapi juga kondisi psikologis. Dalam kaitannya dengan tujuan mengembalikan keseimbangan antara kondisi fisik dan psikologis pasien, maka isu healing architecture dipilih dengan warna sebagai komponennya pada Klinik Kanker yang berlokasi di Perumahan Citra Raya Surabaya. Berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan pasien kanker, maka didapatkan bahwa warna hijau, biru, kuning, dan cokelat merupakan warna-warna yang dapat membantu proses penyembuhan pasien. Proses desain pada rancangan ini menggunakan Design Development Spiral, dimana terdapat imaging, presenting, dan testing pada tahap perancangannya, sedangkan metode desain adalah dengan menggunakan alam sebagai cara untuk menghadirkan kreatifitas dalam arsitektur. Konsep rancangan dikaitkan dengan kriteria desain: warna sebagai representasi dari alam, warna sebagai elemen estetika, dan warna sebagai representasi dari material pembawanya, yang kemudian diwujudkan pada rancangan tapak, denah, bentuk dan facade bangunan, serta interior. Bangunan yang dihasilkan adalah sebuah Klinik Kanker dengan massa yang dipisahkan oleh void sebagai taman dan kolam yang terbuka dengan alam, serta ruang-ruang yang berorientasi pada warna yang diperoleh dari properti alam dimana pasien dapat mengakses alam tersebut dari dalam dan luar bangunan. Kata kunci: healing architecture, klinik kanker, warna  ABSTRACT. Healthcare buildings are the physical buildings that have been approached with indicator of comfort, beauty, and in the context of environment. In the case of cancer, patient’s psychological condition has quite different characteristic―the level of anxiety and depressions are quite high about this disease. The success of cancer curing process is not only determined by physiological conditions, but also the psychological state. In the aim of restoring the balance between physical and psychological condition, the healing architecture was selected with the color as its component in Cancer Clinic design located in Citra Raya Residence of Surabaya. Based on literature and interviews with cancer patients, it was found that green, blue, yellow, and brown are the colors that help the healing process. Design process that has been used is Design Development Spiral, which have imaging, presenting, and testing on the stages, then the design method has used nature as a way to create architectural creativity.The design concept is connected to the design criterias: color as a representation of the nature, color as aesthetic elements, and color as a representation of its material, which are presented in the site plan, floor plan, form and building façade, and interior. The building form is separated by void as garden space and pond that blending with the nature and the treatment areas are oriented to the color taken from the nature’s color properties. Thus, the patients could access those natures from inside and outside of the building. Keywords: healing architecture, cancer clinic, color 
PERAN ELEMEN ALAM PADA SEQUENCE RUANG IBADAH STUDI KASUS MASJID BAHRUL ULUM, TANGERANG SELATAN Hendola, Feby; Safitri, Ratna; Purisari, Rahma
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 12, No 2 (2018): Jurnal Arsitektur KOMPOSISI
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (825.472 KB) | DOI: 10.24002/jars.v12i2.2047

Abstract

Abstract: Sacred places are often characterized by architectural elements and arrangement of certain landscapes to form a different impression from the surroundings. Architecture is able to form space symbolically sacred through the arrangement that directs the congregation in worship. The natural elements in the landscape have an important function in forming the beauty that reminds human relations with the universe. Writing shows an understanding of the relationship between elements of nature (land, water, air, and light) with elements of architectural design in a place of worship. The case is Masjid Bahrul Ulum (MBU) in South Tangerang. MBU has a beautiful landscape, which supports the atmosphere from outside to inside the building. The researcher analyzed the role of natural elements in worship activities which were felt starting from the entrance of the mosque, the courtyard, the terrace, the place of ablution to the main worship hall. The search results show, the role of significant natural elements in the worship space sequence becomes a symbol as well as forming an atmosphere.Keywords: religious architecture, landscapes, mosques, prayer rooms, sacred.Abstrak: Tempat sakral sering ditandai dengan elemen arsitektur dan penataan lanskap tertentu hingga membentuk kesan yang berbeda dengan sekitarnya. Arsitektur mampu membentuk ruang menjadi sakral, secara simbolik melalui penataan yang mengarahkan jemaah dalam beribadah. Elemen-elemen alam pada lanskap memiliki fungsi penting dalam membentuk keasrian yang mengingatkan hubungan manusia dengan semesta. Tulisan ini merupakan upaya memahami keterkaitan antara elemen alam—tanah, air, udara, dan cahaya—dengan elemen perancangan arsitektur pada tempat ibadah yang mengarahkan umat dalam beribadah. Kasus peneliti adalah Masjid Bahrul Ulum (MBU) di Tangerang Selatan. MBU memiliki lanskap yang asri, sehingga mendukung suasana tentram hingga ke dalam bangunan. Peneliti menganalisis peran elemen alam dalam kegiatan peribadatan yang dirasakan mulai dari masuk lingkungan masjid, pelataran, teras, tempat wudu hingga ruang peribadatan utama. Hasil penelusuran menunjukkan, peran elemen alam dalam sequence ruang ibadah menjadi simbol sekaligus pembentuk suasana.Kata Kunci: arsitektur religius, lanskap, masjid, ruang ibadah, sakral.
EVALUASI SOCIAL SUSTAINABILITY PADA FASILITAS PUBLIK STUDI KASUS: RPTRA BAHARI, GANDARIA SELATAN Permanasari, Eka; Mochtar, Sahid; Purisari, Rahma
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 7, No 2 (2020): October
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/lantang.v7i2.40745

Abstract

Upaya membantu masyarakat dalam memiliki ruang terbuka untuk berinteraksi dan berkegiatan di ruang kota seringkali mengarah pada pembangunan fisik dalam bentuk infrastruktur yang hanya mengakomodasi agenda pemerintah. Akibatnya, pengembangan ini lebih cenderung kepada bentukan fisik dan melupakan siapa penggunanya. Meskipun fasilitas dan infrastruktur ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seringkali setelah bangunan fisik terbangun, keberkelanjutan kegiatan tidak terjadi disana. Tidak adanya partisipasi masyarakat dalam proses desain adalah salah satu penyebab kurangnya rasa memiliki terhadap fasilitas yang ada. Penelitian ini mengevaluasi keberlanjutan sosial Ruang Publik Terpadu Ramah Anak-RPTRA Bahari, Gandaria Selatan, Jakarta, melalui pengukuran terhadap rasa memiliki masyarakat sekitar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar rasa memiliki masyarakat terhadap fasilitas publik di lingkungan mereka. Hasilnya menunjukkan variasi tingkat rasa memiliki atas fasilitas tersebut namun sebagian besar masyarakat merasakan kemanfaatannya. Dapat disimpulkan bahwa secara sosial, RPTRA Gandaria dinilai “sustainable” karena masyarakat tidak hanya mengenal RPTRA, tetapi memanfaatkan sekaligus turut terlibat dalam menjaga kelangsungannya di masa depan. EVALUATING SOCIAL SUSTAINABILITY IN PUBLIC FACILITIES CASE STUDY: RPTRA BAHARI, GANDARIA SELATANEfforts to help people have open spaces for interaction and activities in urban area often lead to physical development in infrastructure that only accommodates the government agenda. As a result, this development prefers physical form and forgets who the user will be. Although these facilities and infrastructure are made to meet the needs of the community, often after the physical building is built, there is no sustainable activity taking place there. The exclusion of community participation in the design process is one of the causes of the lack of sense of belonging to the facilities built. This paper evaluates the social sustainability of the Bahari Child-Friendly Public Space (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak-RPTRA) in South Gandaria, Jakarta, through measuring the sense of belonging of the surrounding community. This study uses quantitative methods to determine how much the community sense of belonging to public facilities in their environment. The results show a variety of sense of belonging level, and most of the community feel the benefits of the RPTRA facility. It can be concluded that the RPTRA Gandaria is socially “sustainable” because the community is not only familiar with the building but also utilizes and is involved in maintain its sustainability in the future.
Pembuatan Biopori dan Sumur Resapan untuk Mengatasi Kekurangan Air Tanah di Perumahan Villa Mutiara, Tangerang Selatan Ratna Safitri; Rahma Purisari; Muhammad Mashudi
Agrokreatif: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2019): Agrokreatif Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrokreatif.5.1.39-47

Abstract

Villa Mutiara Housing is located in Ciputat Sub District, South Tangerang. This housing does not yet have clean water supply facilities, both government and private water treatment plants. This is what causes the majority of the population in Villa Mutiara Housing to use ground water for their daily needs. Mass extraction of ground water automatic water pumps has impacted on depletion of groundwater reserves, especially during the dry season. The environmental conditions of Villa Mutiara housing are also minimal green open space due to the number of pavements, this results in flooding during the rainy season because rainwater cannot be absorbed by the soil as well as the limited capacity of city channels. The Science and Technology Program for the community aims to empower the middle class community to save the surrounding environment, especially to restore ground water reserves and anticipate floods. The method used is focus group discussion (FGD), making bio pores and infiltration wells by involving citizens, and socializing the results of activities through social media. Villa Mutiara housing was chosen as a pilot location for bio pores production and infiltration wells, because the residents of the housing complex were mostly middle class with a good level of education. The results of this activity were the installation of 11 bio pores holes and 1 infiltration well as a pilot to be developed and carried out by residents independently.
Penyelamatan Air Tanah dan Penanggulangan Sampah Melalui Program Biopori dan Komposter di Pemukiman Kecil Kelurahan Ciputat dan Ciputat Timur Eka Permanasari; Feby Hendola; Rahma Purisari; Ratna Safitri
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) Vol 4, No 1 (2018): September
Publisher : Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3179.783 KB) | DOI: 10.22146/jpkm.33412

Abstract

The growth of middle class in Indonesia has raised the number of houses being built in cities like Depok, Bogor, Bekasi Tangerang. Big real estates have emerged in these supporting cities along with the mushroomed numbers of small clusters adjacent to them. Stand on 3000-5000 m2 land, these clusters have limited public facilities such as proper sanitation, water catchment, and waste management. The water catchment area have reduced significantly which causes deficit ground water supply during the dry season. Another problem is the households waste left unsorted and directly sent to the garbage collector have made the number of solid waste piling up in the dumping site. This research analyzes three small clusters which locations are adjacent to Bintaro Jaya housing estate. This program focus in three programs: (a. Changing people’s mindset in handling the household waste by choosing the right products (front strategy), sort the waste, and treat the organic waste (rear strategy); (b) Installing minimum 2 biopores on every house and open areas; (c) Making composter to transform household waste into compost. Through FGD and social intervention, this research has encouraged community to change their behavior towards biopore and composter program installed in three small clusters in Bintaro.
Perancangan Tata Cahaya Buatan dengan Konsep Efisiensi Energi Pencahayaan Kualitatif pada Masjid Baiturrahman, Ciputat, Tangerang Selatan Rahma Purisari; Muhammad Mashudi
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) Vol 6, No 2 (2020): Juni
Publisher : Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1351.846 KB) | DOI: 10.22146/jpkm.46871

Abstract

Pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan pada Masjid Baiturrahman, Perumahan Villa Bintaro Indah, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan merupakan kegiatan yang bersamaan dengan momentum penting saat masjid sedang melakukan proses perluasan area untuk menambah daya tampung jemaah. Sebagai bagian dari tim renovasi masjid, kami mengambil bagian perancangan tata cahaya buatan untuk memberikan nilai lebih pada masjid serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya penataan cahaya buatan yang efektif dan efisien. Efisiensi energi dan pencahayaan kualitatif merupakan kata kunci dari konsep besar perancangan tata cahaya buatan untuk Masjid Baiturrahman. Dengan focus group discussion (FGD), perancangan pencahayaan buatan, dan sosialisasi kepada warga, pengabdian ini dilakukan agar tata cahaya buatan mampu memberikan rasa aman pada jemaah masjid mulai saat memasuki bangunan hingga memberikan kenyamanan visual saat jemaah melakukan peribadatan. Tidak hanya itu, keindahan arsitektur masjid juga berperan dalam tata cahaya buatan sehingga masyarakat lebih tertarik untuk datang ke masjid. Dengan perancangan hingga penyusunan rencana anggaran biaya yang menjadi luaran yang dihasilkan, tim pengabdi mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan desain yang hemat energi, berkualitas, aman dan indah.
HEALING ARCHITECTURE: DESAIN WARNA PADA KLINIK KANKER SURABAYA Rahma Purisari
NALARs Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.15.1.55-62

Abstract

ABSTRAK. Arsitektur rumah sakit/ klinik merupakan bangunan fisik dimana dalam perancangannya didekati dengan indikator kenyamanan, keindahan, serta keberpihakan pada lingkungan, yang dapat membangun citra layanan kesehatan rumah sakit/ klinik itu sendiri. Pada kasus penyakit kanker, kondisi psikis pasien memiliki karakteristik cukup berbeda dengan pasien penyakit lainnya, yaitu tingkat kecemasan dan depresi yang cukup tinggi akan penyakitnya. Keberhasilan proses penyembuhan kanker tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisiologis saja, tetapi juga kondisi psikologis. Dalam kaitannya dengan tujuan mengembalikan keseimbangan antara kondisi fisik dan psikologis pasien, maka isu healing architecture dipilih dengan warna sebagai komponennya pada Klinik Kanker yang berlokasi di Perumahan Citra Raya Surabaya. Berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan pasien kanker, maka didapatkan bahwa warna hijau, biru, kuning, dan cokelat merupakan warna-warna yang dapat membantu proses penyembuhan pasien. Proses desain pada rancangan ini menggunakan Design Development Spiral, dimana terdapat imaging, presenting, dan testing pada tahap perancangannya, sedangkan metode desain adalah dengan menggunakan alam sebagai cara untuk menghadirkan kreatifitas dalam arsitektur. Konsep rancangan dikaitkan dengan kriteria desain: warna sebagai representasi dari alam, warna sebagai elemen estetika, dan warna sebagai representasi dari material pembawanya, yang kemudian diwujudkan pada rancangan tapak, denah, bentuk dan facade bangunan, serta interior. Bangunan yang dihasilkan adalah sebuah Klinik Kanker dengan massa yang dipisahkan oleh void sebagai taman dan kolam yang terbuka dengan alam, serta ruang-ruang yang berorientasi pada warna yang diperoleh dari properti alam dimana pasien dapat mengakses alam tersebut dari dalam dan luar bangunan. Kata kunci: healing architecture, klinik kanker, warna  ABSTRACT. Healthcare buildings are the physical buildings that have been approached with indicator of comfort, beauty, and in the context of environment. In the case of cancer, patient’s psychological condition has quite different characteristic―the level of anxiety and depressions are quite high about this disease. The success of cancer curing process is not only determined by physiological conditions, but also the psychological state. In the aim of restoring the balance between physical and psychological condition, the healing architecture was selected with the color as its component in Cancer Clinic design located in Citra Raya Residence of Surabaya. Based on literature and interviews with cancer patients, it was found that green, blue, yellow, and brown are the colors that help the healing process. Design process that has been used is Design Development Spiral, which have imaging, presenting, and testing on the stages, then the design method has used nature as a way to create architectural creativity.The design concept is connected to the design criterias: color as a representation of the nature, color as aesthetic elements, and color as a representation of its material, which are presented in the site plan, floor plan, form and building façade, and interior. The building form is separated by void as garden space and pond that blending with the nature and the treatment areas are oriented to the color taken from the nature’s color properties. Thus, the patients could access those natures from inside and outside of the building. Keywords: healing architecture, cancer clinic, color 
Developing Community’s Sense of Belonging in Building Bahari Community Center (RPTRA) in South Jakarta Eka Permanasari; Sahid Sahid; Rahma Purisari
International Journal of Built Environment and Scientific Research Vol 3, No 2 (2019): International Journal of Built Environment and Scientific Research
Publisher : Department of Architecture Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.144 KB) | DOI: 10.24853/ijbesr.3.2.63-70

Abstract

Capital city is full of layered memories from the authority in representing power and identity and from   the everyday uses of place. Public space often represents and legitimates power. The use of top down approach in design is imminent and authority uses architecture and urban design as their means of showing identity. However, good urban design approach should include public participation in the process, allowing the users to take in charge and contribute to the decision making. A good city should be designed based on common good for all. The bottom-up approach uses the participative design method to allow citizen to speak, be heard and take in charge. It ensures the sustainable activity as community would be involved in using the place and preserving the resources. Everyone contributes to the city as citizen members of political community.  As the result, community would have sense of belonging and engagement towards the public space.  This research documented and analysis this participative design approach during the development of Jakarta community center (RPTRA) in South Gandaria. As one of the pilot projects, Bahari community center was one of the successful projects that included community participation during the design and implementation process. Through observation, interview and series of discussion, authors were engaged in this action research of implementing bottom up approach in designing public space.
Pemberdayaan Masyarakat dalam Misi Keberlanjutan Lingkungan Issa Samichat Ismail Tafridj; Rahma Purisari
Jurnal Strategi Desain dan Inovasi Sosial Vol 4, No 1 (2022): Desain sebagai Strategi: Titik Awal Inovasi Desain Sosial
Publisher : School of Design Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37312/jsdis.v4i1.5325

Abstract

Perumahan Akasia Valley Cluster adalah sebuah kompleks perumahan berukuran sedang yang terletak di Kecamatan Setu, Tangerang Selatan. Perumahan ini berdiri di atas lahan yang dulunya merupakan kawasan hutan atau vegetasi non produktif, yang kemudian dibuka seiring dengan berkembangnya pembangunan di Kota Tangerang Selatan. Dikarenakan kurangnya keterjangkauan pelayanan PDAM, seluruh rumah yang berada di Akasia Valley Cluster hingga saat ini masih mengandalkan air tanah untuk konsumsi sehari-hari. Penyedotan air tanah secara terus menerus, ditambah dengan semakin berkurangnya lahan resapan air di perumahan membuat banyak rumah mengalami kekurangan air bersih di musim kemarau dan mulai timbulnya genangan air di musim hujan. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, tim pengabdi menjalankan program pengabdian pada masyarakat untuk mencoba mengurangi dampak negatif berkembangnya rumah tangga pada lingkungan perumahan, dan meningkatkan pengetahuan warga tentang keberlanjutan lingkungan dan produktivitas masyarakat di dalam perumahan. Tim pengabdi telah menjalankan program penyuluhan pengelolaan sampah rumah tangga, dan secara bertahap akan menjalankan program pembuatan lubang biopori pada ruang-ruang terbuka hijau yang masih ada pada perumahan. Dengan adanya program ini, warga diharapkan menjadi lebih memahami dan mengimplementasikan cara-cara mudah yang bisa dilakukan untuk menjaga lingkungan hidup bersama.
Implementasi Konsep Arsitektur Hijau pada Desain Pengembangan Ruang Belajar Komunal Purisari, Rahma; Safitri, Ratna; Mannan, Khalid Abdul
WIDYAKALA JOURNAL : JOURNAL OF PEMBANGUNAN JAYA UNIVERSITY Vol 8, No 2 (2021): Urban Lifestyle and Urban Development
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UPJ

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1031.869 KB) | DOI: 10.36262/widyakala.v8i2.477

Abstract

Arsitektur hijau merupakan pendekatan rancangan arsitektur dalam menghasilkan bangunan dan lingkungan binaan yang seimbang dan bijak dalam penggunaan sumber daya alam. Konsep ini berkembang di Indonesia sejak IFC (International Finance Corporation) bekerjasama dengan GBCI (Green Building Council Indonesia) untuk membuat parameter dalam upaya memotivasi bangunan untuk mencapai rancangan dan performa yang berkelanjutan. Dalam perancangan ruang belajar komunal Puri Anjali yang berada di Kediri, Jawa Timur ini perancang berupaya untuk mengimplementasikan konsep arsitektur hijau, dimana perancang berupaya untuk meningkatkan kenyamanan pengguna, menggunakan sumber daya energi dan pemakaian lahan yang efisien, serta meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungannya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan proses perancangan ruang komunal mulai dari identifikasi masalah pada lahan hingga implementasi konsep arsitektur hijau berdasarkan parameter GBCI. Dalam memberikan solusi terhadap rancangan, penulis mengolaborasikan metode penelitian kualitatif (studi literatur, studi preseden, studi tapak dan wawancara) dalam menerapkan parameter GBCI dan melakukan proses desain Zeisel (imaging, presenting dan testing) untuk memperoleh rancangan yang konstekstual. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan pengembangan ruang belajar komunal yang mengimplementasikan arsitektur hijau untuk memberikan keseimbangan antara aktifitas dan psikologis pengguna terhadap lingkungan binaannya.