Ida Wahyuliana
Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Trunojoyo Madura

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Tahta Extended Family Dalam Bias Politik Kekerabatan Yuliana Windisari; Ida Wahyuliana
Jurnal Pamator : Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo Vol 15, No 1: April 2022
Publisher : LPPM Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/pamator.v15i1.13089

Abstract

Pada saat ini muncul fenomena politik kekerabatan, khususnya terjadi pada saat pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pelaksanaan politik kekerabatan masih mendapatkan tempat dalam masyarakat, hal ini berkaitan dengan adanya tipe kepemimpinan kharismatik dan juga sosok yang sudah dikenal oleh Publik, meskipun tidak secara keseluruhan kandidat memiliki latar belakang politik kekerabatan berdasarkan garis keturunan akan tetapi tahta politik berdasarkan garis keturunan juga mampu mendongkrak popularitas calon. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan studi pustaka. Hasil kajian ini adalah Pada pemilihan kepala daerah tahun 2020, model politik dinasti yang berhubungan dengan extended family (keluarga besar) merupakan salah satu alternatif untuk menjadi pemenang dalam pertarungan politik dan kekuasaan, karena simbol sebagai kepala daerah masih dianggap sebagai ajang pemimpin yang bergengsi sehingga ada sekelompok orang yang telah memiliki modal sosial. Kesimpulannya adalah Politik kekerabatan digunakan untuk mendapatkan atensi dan juga kepercayaan dari masyarakat. Dan juga pusaran kekuasaan tersebut didukung oleh adanya figure politik berdasarkan garis keturunan di masa lampau yang pernah menjadi pemimpin di daerah tersebut. Agar tidak terjadi konflik kepentingan apabila terindikasi ada politik kekerabatan, maka Pemerintah yang menyelenggarakan Pemerintahan harus benar-benar menerapkan AAUPB (asas-asas umum pemerintahan yang baik).
Kebijakan Kewajiban Vaksin Covid-19 Bukan Bentuk Pelanggaran HAM oleh Pemerintah Aprilina Pawestri; Ida Wahyuliana
Inicio Legis Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura Vol 2, No 2 (2021): November
Publisher : Fakultas Hukum Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.085 KB) | DOI: 10.21107/il.v2i2.13051

Abstract

ABSTRAKKeberadaan corona virus di Indonesia membawa perubahan yang sangat besar pada kondisi ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Berbagai kebijakan di ambil salah satunya adalah pemberian vaksin secara masal dan bertahap. Namun kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Khususnya kebijakan kewajiban vaksin yang dinilai melanggar hak asasi manusia. Karena seharusnya pilihan vaksin adalah sukarela. Ini diperkuat dengan munculnya sanksi bagi yang menolak dilakukan vaksinasi. Kajian ini lakukan untuk mengurai permasalahan apakah kewajiban vaksinasi COVID-19 merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk menjawab rumusan tersebut digunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Dan hasil penelitian ini bahwa kebijakan pemerintah menetapkan kewajiban vaksin tidak bisa lantas di justifikasi sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Karena masyarakat juga memiiki kewajiban sebagai warganegara di bidang kesehatan sebagaimana Pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2009. Diperkuat Komnas HAM dan sejalan dengan teori yang di sebutkan John Stuart Mill bahwa setiap individu memiliki hak untuk bertindak berdasarkan keinginan mereka selama tindakan mereka tidak merugikan orang lain. Dengan tetap mengupayakan langkah persuasif dengan menimalkan sanksi administratif. Kata Kunci: kebijakan, kewajiban vaksin, pelanggaran HAM  ABSTRACTThe existence of corona virus in Indonesia brings a very large change in economic conditions, health, education and so on. Various policies are taken, one of which is the provision of vaccines en masse and gradually. But this policy raises pros and cons in society. Especially the policy of vaccine obligations that are considered to violate human rights. The vaccine option should be voluntary. This is reinforced by the emergence of sanctions for those who refuse vaccinations. This study was conducted to unravel the problem of whether the COVID-19 vaccination obligation is a form of human rights violations committed by the government. To answer the formulation is used normative research methods with legal and conceptual approaches. And the results of this study that government policies set vaccine obligations can not be then justified as a form of human rights violations. Because the community also has obligations as citizens in the field of health as Article 9 paragraph 1 of Law No. 36 of 2009. Strengthened Komnas HAM and in line with the theory mentioned by John Stuart Mill that every individual has the right to act on their wishes as long as their actions do not harm others. By continuing to pursue persuasive steps by imposing administrative sanctions.Keywords: policies, vaccine obligations, human rights violations
Perjanjian Lisensi Pemanfaatan Hasil Riset Santi Rima Melati; Lucky Dafira Nugroho; Ida Wahyuliana
Jurnal Pamator : Jurnal Ilmiah Universitas Trunojoyo Vol 15, No 2: Oktober 2022
Publisher : LPPM Universitas Trunojoyo Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/pamator.v15i2.17734

Abstract

Upaya menyejahterakan rakyat Indonesia melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui kegiatan riset yang bertujuan untuk memberikan pemecahan permasalahan di masyarakat. Kegiatan penelitian ini ada yang membutuhkan dana untuk pelaksanaannya.  Oleh karena itu, terkadan perlu bantuan dana dari para lembaga donor baik nasional maupun internasional dengan syarat dan ketentuan adanya timbal balik bagi lembaga donor tersebut. Hal ini menjadi rumit manakala penelitian itu. Menghasilkan produk, gagasan, atau penemuan yang berpotensi diberikan hak kekayaan intelektual dan selanjutnya dikomersialisasikan untuk mendapatkan pendapatan. Artikel ini hendak mengkaji aspek hukum dalam upaya pemanfaatan hasil riset yang didanai pihak ketiga. Untuk menjawab permasalahan ini akan digunakan metode penelitian hukum normatif.  Hasil karya cipta pengetahuan dan teknologi dapat dilindungi oleh hukum dengan diberikan hak cipta dan paten itu dimiliki oleh peneliti. Pemanfaatan hasil riset dapat dimungkinkan untuk digunakan oleh pihak ketiga melalui suatu perjanjian lisensi. Model perjanjian bagi hasil lebih menguntungkan karena peneliti dan founder mendapatkan hak yang sama sehingga memberikan keadilan bagi para pihak baik peneliti dan juga founder.
Pemahaman Program Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Yuliana windi sari; Ida Wahyuliana; Alfan Biroly
PANOPTIKON: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 3 No 2 (2024): Mei 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada saat terjadinya pandemi Covid 19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional di Indonesia dan memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat Indonesia, salah satu dampak dari Covid 19 adalah meningkatnya angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka yang harus dilakukan adalah pemerintah harus mempersiapkan program pengentasan kemiskinan sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat. Konstruksi program pengentasan kemiskinan secara umum terintegrasi antara kewenangan pemerintah dengan pengetahuan bagaimana program pengentasan kemiskinan itu diselesaikan, penelitian tersebut dilakukan pada 232 responden yang mengukur tentang pemahaman masyarakat tentang program pengentasan kemiskinan dan memahami program pengentasan kemiskinan yang diterimanya. Pengetahuan masyarakat tentang program pengetasan kemiskinan menunjukkan bahwa bagaimana implementasi program kemiskinan terbagi menjadi 2 kategori yaitu berupa bantuan sosial atau dana pinjaman. Dana pinjaman memiliki nilai dan aspek yang lebih fungsional, hal ini dibuktikan dengan jawaban responden yang mengatakan bahwa dana pinjaman yang diterima terkategori lebih produktif dan membuat kondisi masyarakat lebih berdaya mengingat angka kemiskinan di Desa sebesar 14,77% lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di Perkotaan khususnya di Provinsi Jawa Timur. Hasilnya menunjukkan bahwa masyarakat miskin yang menerima dana pinjaman produktif dalam program pengentasan kemiskinan lebih memiliki tanggung jawab secara sosial dan menggunakan dana tersebut secara produktif untuk meningkatkan kapasitas dan penguatan ekonomi.