Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

AIESEC Exchange programme Sebagai Media Globalisasi Komunikasi Multikultural Dalam Membangun Intercultural Awareness Almira Yoshe Alodia; S Bekti Istiyanto
Widya Komunika Vol 10 No 1 (2020): JURNAL KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN WIDYA KOMUNIKA
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.wk.2020.10.1.2647

Abstract

ABSTRAK Era globalisasi yang mengaburkan batas-batas negara mengharuskan manusia untuk bisa menerima keberagaman dan konsekuensi yang ada di dalamnya. Kompetensi komunikasi antar budaya yang didasarkan pada intercultural awareness pada perbedaan budaya menjadi hal yang penting untuk tiap individu berjuang menghadapi kemajuan teknologi komunikasi yang semakin mengaburkan batas. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana exchange programme dapat membangun intercultural awareness pesertanya hingga pada akhirnya dapat meningkatkan kompetensi komunikasi multikultural, berfokus pada Global Citizen Programme yang diselenggarakan oleh AIESEC Purwokerto. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini, dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dan studi literatur. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, sementara informan yang digunakan di sini berjumlah enam orang peserta exchange programme ke Vietnam, Thailand (dua orang), Ceko, Slovakia, dan Ukraina. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa exchange programme dapat menjadi media dalam membentuk intercultural awareness melalui paparan internasional yang didapatkan dari pengalaman peserta ketika berhadapan dengan perbedaan budaya, pola pikir, cara bersikap, dan juga perbedaan kemampuan bahasa. Pengalaman ini dapat membantu peserta untuk memiliki kemampuan beradaptasi dan menjadi pribadi yang lebih fleksibel, dapat menyesuaikan diri dengan hal baru tanpa menghakimi yang berujung pada rasa empati. Intercultural awareness adalah tingkatan dimana individu tidak lagi menujukkan sikap penolakan terhadap budaya baru yang dihadapi, dimana artinya dalam tahap ini masing-masing individu sudah sampai pada tahap penerimaan.
Analisis Praktik Government Public Relations Kabupaten Banyumas Dalam Perspektif Excellence Theory Almira Yoshe Alodia; Resya Nur Intan Putri
JISIP UNJA (Jurnal Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Jambi) Vol 9, No1 (2025): April
Publisher : Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jisipunja.v9i1.43423

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi fungsi dan peran Government Public Relations (GPR) Pemerintah Kabupaten Banyumas menggunakan perspektif Excellence Theory. Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, peneliti melibatkan wawancara mendalam dengan Koordinator Komunikasi Pimpinan Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas, dan dua orang bagian Pranata Humas Ahli Pertama, observasi, dan analisis dokumen sebagai teknik pengumpulan data yang kemudian divalidasi dengan teknik triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip Excellence dalam praktik GPR pada Pemkab Banyumas masih belum sepenuhnya optimal. GPR Pemkab Banyumas cenderung kurang terlibat dalam manajemen strategis dan menerima arahan secara top-down, serta model PR yang diterapkan lebih fokus pada model satu arah informasi publik, sementara pendekatan komunikasi dua arahnya belum optimal meski tetap dilakukan. Tetapi, beberapa prinsip Excellence tetap terlihat pada praktik GPR seperti terbentuknya unit terpisah dari unit lainnya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih peran dan tanggung jawab, dan aktivitas yang dilakukan tetap memperhatikan etika. Meski tidak semua prinsip Excellence diimplementasikan, namun GPR Pemkab Banyumas masih dapat menjalankan fungsinya sebagai penyedia informasi dan penghubung pemerintah dan publik secara optimal. Hal ini dikarenakan organisasi maupun instansi memiliki perbedaan karakteristik, konteks budaya, dan teknologi komunikasi yang memungkinkan mereka mengaplikasikan model PR yang berbeda pada saat praktiknya.