Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

AN UPDATED CHECKLIST OF THE MOSQUITOES FROM SOUTH SUMATRA PROVINCE WITH A NEW RECORD OF AEDES (DOWNSIOMYIA) PEXUS COLLESS, 1958 (DIPTERA: CULICIDAE) IN INDONESIA Nugroho, Sidiq Setyo; Mujiyono, Mujiyono; Garjito, Triwibowo Ambar; Setiyaningsih, Riyani; Alfiah, Siti; Yahya, Yahya; Budiyanto, Anif; Ambarita, Lasbudi Pertama
TREUBIA Vol 44 (2017): Vol. 44, December 2017
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/treubia.v44i0.3235

Abstract

Data of mosquito fauna is important to be known as basic effort in vector mosquito control. It is necessary to update the data from time to time. The effort of updating the mosquito fauna was started from South Sumatra Province. Amount of 2,784 mosquito specimens were examined. The result showed there are 62 species of mosquitoes from South Sumatra Province and they belong to 10 genera. One species of culicid mosquito were recorded for the first time from Indonesia, namely Aedes (Downsiomyia) pexus and six other species were first recorded on Sumatra Island. These species are now included in the Sumatran Culicidae checklist.
Keanekaragaman Spesies Nyamuk Genus Tripteroides (Diptera: Culicidae) di Indonesia Nugroho, Sidiq Setyo; Mujiyono, Mujiyono
Al-Kauniyah: Jurnal Biologi Vol 14, No 2 (2021): AL-KAUNIYAH JURNAL BIOLOGI
Publisher : Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif Hidayatullah State Islami

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/kauniyah.v14i2.15237

Abstract

dari 21 genus nyamuk yang terdapat di Indonesia. Tripteroides termasuk dalam Tribe Sabethini bersama dengan genus Kimia, Malaya dan Topomyia, Empat dari lima subgenus dalam genus Tripteroides terdapat di Indonesia, yaitu Polylepidomyia, Rachionotomyia, Rachisoura, dan Tripteroides. Tujuan studi ini adalah memperbarui daftar spesies, sebaran, informasi perkembangan taksonomi dalam genus Tripteroides di Indonesia serta kunci identifikasi spesies untuk nyamuk betinanya. Data dikumpulkan dengan studi literatur dan menghimpun laporan penelitian nasional riset khusus vektor dan reservoir penyakit (Rikhus Vektora). Tercatat sebanyak 47 spesies nyamuk Tripteroides di Indonesia dan sebagian besar (33 spesies) merupakan spesies endemik Papua. Terdapat penambahan sebanyak empat spesies dibanding data spesies yang diterbitkan sebelumnya. Penemuan Tp. affinis dari Rikhus Vektora menjadi catatan spesies baru anggota genus Tripteroides di Indonesia. Spesies Tp. tenax, Tp. nepethisimilis dan Tp. littlechildi pernah tercatat terdapat di Indonesia oleh beberapa literatur, namun belum dimasukkan dalam daftar spesies sebelumnya. Kunci identifikasi untuk nyamuk betina juga disampaikan dalam artikel ini.AbstractThe genus Tripteroides is one of 21 genera of mosquitoes found in Indonesia. Tripteroides belongs to the Tribe Sabethini along with the genera Kimia, Malaya, and Topomyia. Four of the five subgenera of Tripteroides are found in Indonesia, namely Polylepidomyia, Rachionotomyia, Rachisoura, and Tripteroides. The purpose of writing this article is to update the species list, distribution, taxonomic development information in the genus Tripteroides in Indonesia, and the species identification key for female mosquitoes. Data were collected by literature study and from reports of national special research for vector and reservoir of disease (Rikhus Vektora). There are 47 species of Tripteroides mosquitoes present in Indonesia and mostly (33 species) were endemic species in Papua. There was an addition of four species compared to the previously published checklist. Collection of Tp. affinis from Rikhus Vektora has become a new record of the genus Tripteroides member in Indonesia. Tp. tenax, Tp. nepethisimilis and Tp. littlechildi had been recorded in Indonesia by some literature. However, those three species have not been included in the previous checklist yet. An identification key for female mosquitoes is also provided here. 
PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM BENTUK PELET DAN MASH PADA PAKAN DASAR RUMPUT LAPANGAN TERHADAP PALATABILITAS DAN KINERJA PRODUKSI KELINCI JANTAN Sidiq Setyo Nugroho; Subur Priyono Sasmito Budhi; Panjono (Panjono)
Buletin Peternakan Vol 36, No 3 (2012): Buletin Peternakan Vol. 36 (3) Oktober 2012
Publisher : Faculty of Animal Science, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21059/buletinpeternak.v36i3.1625

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh penggunaan konsentrat dalam bentuk pelet dan mash pada pakan dasar rumput lapangan terhadap palatabilitas dan kinerja produksi kelinci jantan. Penelitian ini menggunakan 20 ekor kelinci Flemish Giant jantan umur lima bulan, dengan bobot awal 2,47±0,21 kg. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu uji palatabilitas dan uji kinerja produksi. Uji palatabilitas dilaksanakan selama 10 hari. Seluruh kelinci diberi konsentrat bentuk pellet dan mash secara bebas memilih. Uji kinerja produksi dilakukan selama 40 hari. Kelinci dibagi secara random ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet dan mash. Hasil uji palatabilitas menunjukkan bahwa konsumsi pelet lebih tinggi (P<0,05) daripada mash. Konsumsi pelet dan mash pada uji palatabilitas berturut-turut adalah 24,04±2,25 dan 13,69±2,37 g/ekor/hari. Hasil uji kinerja produksi menunjukkan bahwa konsumsi pakan kelinci yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet dan mash berbeda tidak nyata, tetapi pertambahan bobot badan harian (PBBH) kelinci yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet lebih tinggi (P<0,05) daripada yang diberi konsentrat dalam bentuk mash, sehingga konversi pakan dan feed cost per gain kelinci yang diberi pakan pelet lebih rendah (P<0,05) daripada yang diberi pakan mash. Konsumsi pakan, PBBH, konversi pakan, dan feed cost per gain kelinci yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet dan mash berturut-turut adalah 120,10±15,81 dan 121,68±17,74 gBK/kgBB/hari, 17,40±5,91 dan 10,22±3,09 g/hari, 7,31±1,61 dan 12,84±3,75, serta 43,65±9,63 dan 72,32±21,08 Rp/g. Bobot dan persentase karkas, bobot daging dan tulang, serta perbandingan daging dan tulang (MBR) kelinci yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet dan mash berbeda tidak nyata. Bobot karkas, persentase karkas, bobot daging, bobot tulang, serta MBR kelinci yang diberi konsentrat dalam bentuk pelet dan mash berturut-turut adalah 1.569,40±136,99 dan 1.473,00±123,45 g, 49,28±1,40 dan 49,45±1,96%, 1.091,80±131,92 dan 1.011,75±78,61 g, 477,90±38,76 dan 461,25±56,86 g, serta 2,30±0,36 dan 2,21±0,22. Disimpulkan bahwa palatabilitas konsentrat dalam bentuk pelet lebih baik daripada bentuk mash. Konsentrat dalam bentuk pelet lebih efisien untuk pertumbuhan kelinci daripada konsentrat dalam bentuk mash.(Kata kunci: Kelinci, Pelet, Mash, Palatabilitas, Kinerja produksi)