Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 pada Masyarakat Adat Karuhun Urang di Cigugur Sukirno Sukirno; Nur Adhim
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 1 (2020): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.923 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.11-24

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi No.97/PUU-XIV/2016 menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang Undang Administrasi Kependudukan bertentangan  dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pada Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil  Kabupaten Kuningan, serta masyarakat adat Karuhun Urang (AKUR) Cigugur Kuningan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan socio-legal research, dengan pengumpulan data primer dan data sekunder, dan dianalisis secara deskriptif-analitis preskriptif dengan fokus permasalahan tentang bagaimana implementasi putusan MK  pada masyarakat AKUR di Cigugur Kabupaten Kuningan ? dan apakah implementasi tersebut sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi ? Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara formal Kemendagri dan Dukcapil Kabupaten Kuningan telah melaksanakan Putusan MK, tetapi secara substansial belum melaksanakan putusan MK. Implementasi kedua lembaga tersebut tidak sesuai dengan original intent Putusan MK yang menyatakan kepercayaan termasuk agama. Implementasi Putusan MK ini secara teoretis dipengaruhi oleh paradigma agama dunia. Putusan MK ini harus dilaksanakan oleh semua instansi pemerintah untuk menghormati, memenuhi dan melindungi penganut kepercayaan, termasuk pemberian kesempatan untuk ikut rekrutmen CPNS, TNI dan Polri. 
Penanganan Konsultasi Hukum Di Badan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Undip 2018 Nur Adhim
Law, Development and Justice Review Vol 1, No 1 (2018): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v1i1.3823

Abstract

N a m a       : Muhsonalia (Ahli Waris)Alamat        : RT 03/ RW 03 Kel. Mangunharjo Kec. Tugu Kota semarangTelp            : 082 226 246 635Topik Kasus: Masalah Tanah.
Problematika Pembatalan 605 Sertifikat Tanah Dalam Kawasan Otorita Batam ( Studi Putusan Ptun Tanjung Pinang No : 15/G/2014/PTUN - TPI ) Nur Adhim; Ana Silviana; Cinthya Govianda
Law, Development and Justice Review Vol 2, No 1 (2019): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v2i1.5136

Abstract

Certificates of land rights provide legal certainty to the holders. However, it is possible to file a claim by the party who feels disadvantaged which can result in the cancellation of the certificate. The purpose of this writing is to find out and analyze the reasons for certificates issued by the Batam City Land Office were prosecuted and canceled by PTUN, legal certainty for holders of land certificates whose certificates were canceled, and follow-up from the Batam City Land Office for cancellation of the certificates with court decisions. The method of approach of this research is socio-legal, the subject is PTUN Decision Number: 15/G/2014/PTUN-TPI and the object is legal certainty for holders of land certificates whose certificate is canceled by the court decision. Methods of collecting data were with primary data and secondary data. The results of the research show that the land certificate issued by the Batam City Land Office was brought to the court and canceled due to the illegal transfer of rights to the land of the Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP) to the Koperasi Usaha Melayu Raya, there is no legal certainty for holders of land certificates whose certificate was canceled with the court decision, as well as the follow-up to the Batam City Land Office was to carry out a court decision if an application had been made by the party who won, namely HPKP.Keywords: Legal Certainty, Cancellation, Certificate Of Land Rights.ABSTRAKSertifikat hak atas tanah memberikan kepastian hukum kepada para pemegangnya. Namun, terbuka kemungkinan diajukan gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan yang dapat berakibat pada pembatalan sertifikat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis alasan sertifikat yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Batam diperkarakan dan dibatalkan oleh PTUN, kepastian hukum bagi pemegang sertifikat tanah yang sertifikatnya dibatalkan, dan tindak lanjut Kantor Pertanahan Kota Batam terhadap pembatalan sertifikat dengan putusan pengadilan. Metode Pendekatan penelitian ini adalah socio-legal, subyeknya Putusan PTUN Nomor: 15/G/2014/PTUN-TPI dan obyeknya kepastian hukum bagi para pemegang sertifikat tanah yang sertifikatnya dibatalkan oleh putusan pengadilan. Metode pengumpulan data dengan data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menujukkan alasan sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Batam diperkarakan dan dibatalkan oleh PTUN adalah karena terjadi peralihan hak yang tidak sah atas lahan Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP) kepada Koperasi Serba Usaha Melayu Raya, tidak ada kepastian hukum bagi pemegang sertifikat tanah yang sertifikatnya dibatalkan dengan putusan pengadilan, serta tindak lanjut Kantor Pertanahan Kota Batam adalah melaksanakan putusan pengadilan bila telah dilakukan permohonan oleh pihak yang dimenangkan yaitu HPKP. Kata Kunci: Kepastian Hukum, Pembatalan, Sertifikat Hak Atas Tanah.
PENGGUNAAN RUANG BAWAH TANAH DILEMA ANTARA KEBUTUHAN DAN PENGATURAN Nur Adhim
Diponegoro Private Law Review Vol 4, No 3: Vol 4, No 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.288 KB)

Abstract

Penggunaan ruang bawah tanah merupakan alternatif dalam rangka memenuhi kebutuhan lahan untuk berbagai kegiatan, khususnya pada lokasi strategis di Perkotaan. Dalam praktek hal ini sudah terjadi seperti di Kota Jakarta untuk keperluan pertokoan, pergudangan, areal parkir dan bahkan sudah dipraktekkan untuk jalur kereta api bawah tanah (subway) dari MRT. Secara yuridis pengaturan lembaga hukum hak atas ruang bawah tanah belum ada, dan UU yang sudah berlaku yaitu UUPA hanya menentukan pemanfaatan yang yang sangat terbatas dan relatif sehingga tidak ada kepastian hukum. Untuk pengaturan lembaga hukum ini harus dilakukan orientasi yuridis dari berbagai aspek terutama bidang teknik, lingkungan, dan sosial.  Kata Kunci: kebutuhan lahan, alternatif pengaturan, ruang bawah tanah
Model Upaya Hukum terhadap Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tambaklorok, Kota Semarang) Nur Adhim
Gema Keadilan Vol 6, No 1 (2019): Gema Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.041 KB) | DOI: 10.14710/gk.6.1.75-85

Abstract

Model upaya hukum bagi pemilik tanah yang tanahnya dipergunakan untuk suatu kegiatan pembanguan kepentingan umum diatur  secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bagi Kepentingan. Bila tidak terjadi kesepakatan antara Panitia Pengadaan Tanah  (P2T) dengan pemilik tanah dalam hal pembayaran ganti kerugian maka pemilik tanah dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dan bila tidak menerima bisa mengajukan upaya hukum khusus berupa langsung Kasasi ke Mahkamah Agung. Hal ini terjadi dalam kegiatan pembangunan Pelebaran Jalan Kampung Tambaklorok, K elurahan Tanjung Mas, Kota Semarang. Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang selaku Panitia Pengadaan Tanah memberikan penilaian ganti kerugian yang dirasakan belum layak dan adil kepada pihak pemilik tanah yang berhak. Berdasarkan hasil penelitian, proses pemberian ganti kerugian untuk pembangunan bagi kepentingan umum tersebut mengalami hambatan, dan faktor penyebabnya yaitu Pertama, pada tahap sosialisasi terdapat kesalahan Detail Engineering Design (DED) dan jangka waktu sosialisasi mengalami keterlambatan. Kedua, pada musyawarah penetapan ganti kerugian, pihak pemilik tanah tidak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat dalam menentukan besarnya ganti kerugian, sehingga beberapa pemilik tanah mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Semarang. Penetapan Pengadilan Negeri Semarang No. 374/Pdt.P/2018/PN. Smg tidak menerima keberatan, dengan alasan tidak dipenuhinya syarat formil berupa tidak adanya Berita Acara kesepakatan musyawarah penetapan ganti kerugian, sehingga pemilik tanah mengajukan upaya hukum kasasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2016. Upaya hukum kasasi ini merupakan upaya yang pertama dan terakhir untuk mendapatkan keadilan, dan putusan yang dijatuhkan bersifat mengikat.
TELAAH YURIDIS PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN KEPADA PERSEKUTUAN KOMANDITER (CV) Nur Adhim; Siti Mahmudah; Kornelius Benuf
Justitia et Pax Vol. 36 No. 1 (2020): Justitia et Pax Volume 36 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jep.v36i1.3070

Abstract

UUPA regulates that legal subjects to land rights, including land with the right to Building Rights (HGB), are owned by Indonesian citizens or legal entities established under Indonesian law and domiciled in Indonesia. A different thing happened when the issuance of a Circular from the Ministry of Agrarian Affairs and Spatial Planning (ATR) stated that a CV could apply for land rights in the form of HGB. The difference in the substance of the rules is the problem. This problem will be analyzed using normative juridical research methods, using secondary data, in the form of primary legal materials, and secondary legal materials. The author concludes that a CV cannot be granted a HGB certificate, because a CV is not a Legal Entity, and if it is done on behalf of another person or nominee there is a criminal threat.
PEMANFAATAN TANAH PERTANIAN UNTUK DESTINASI WISATA DALAM KAITANNYA DENGAN ALIH FUNGSI STATUS TANAH (Studi Pada Destinasi Wisata Batu Pandang Ratapan Angin Di Kawasan Wisata Dieng Kabupaten Wonosobo) Danur Alma Farikha; Agung Basuki Prasetyo; Nur Adhim
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1050.301 KB)

Abstract

Tanah merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupan manusia baik untuk pertanian maupun non pertanian. Perubahan pemanfaatan tanah pertanian yang mengalami perubahan cukup pesat selain untuk pembangunan perumahan dan prasarana lain juga penggunaan tanah di kawasan strategis pariwisata. Kebutuhan tanah untuk destinasi wisata di daerah kawasan pariwisata seringkali memanfaatkan tanah milik masyarakat yang berstatus tanah pertanian. Untuk pengendalian dari sisi alih fungsi status tanah, maka pengunaan tanah pertanian ke non pertanian harus dilakukan ijin perubahan penggunaan tanah dan sesuai dengan tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsekuensi dari perubahan pemanfaatan tanah pertanian bila dikaitkan dengan aturan alih fungsi status tanah, dan mengetahui kesesuaian pemanfaatan tanah pertanian untuk destinasi wisata dengan ketentuan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Wonosobo. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan penelitian yang mengacu pada data sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di lapangan untuk mengetahui pelaksaan hukum dalam kenyataanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsekuensi dari perubahan pemanfaatan tanah pertanian untuk destinasi wisata Batu Pandang Ratapan Angin pemilik tanah tetap harus melakukan ijin perubahan penggunaan tanah (IPPT) yang sekarang disebut dengan PKKPR yang diatur dalam Permen ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2021, meskipun berupa tanah pertanian yang tidak produktif. Sedangkan dari sisi penataan ruang, kesesuaian perubahan pemanfaatan tanah untuk destinasi wisata Batu Pandang Ratapan Angin di Kawasan Wisata Dieng saat ini sudah sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Wonosobo.
KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS SATUAN RUMAH SUSUN (Studi Kasus Nomer 101/PDT.SUS-PKPU/2020/PN.Niaga.JKT.PST.) Muhammad Fandi Asnan; Nur Adhim; Mira Novana Ardani
Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (825.845 KB)

Abstract

PPJB memiliki peran penting sebagai pendahuluan sebelium adanya AJB. Dengan adanya PPJB dapat mempermudah para pihak untuk berteransaksi meskipun  pada prakteknya  pada  saat  penandatanganan  PPJB  belum  ada  peralihan hak  atas  tanah hal ini di karenakan peralihan hak  atas  tanah harus menggunkan AJB dan PPJB disini hanya sebagai upaya permulaan untuk mendapatkan  AJB. PPJB disini berfungsi sebagai pengikat penjual dan pembeli yang  pada  umumnya  banyak  dilakukan  oleh pihak  developer  supaya  memudahkan dalam  bertransaksi  jual  beli property seringkali kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan pemasaran dan penjualan rumah susun sedikit banyak menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat terutama yang berhubungan dengan penyelesaian masalah hukumnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis proses jual beli Apartemen Metropolitan Park sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini dan mengetahui dan menganalisis implikasi yuridis terhadap pelaksanaan putusan Nomor 101/Pdt-Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses jual beli Apartemen Metropolitan Park sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini Berdasar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara dan hak guna bangunan diatas hak pengelolaan kemudian implikasi yuridis terhadap pelaksanaan putusan Nomor 101/Pdt-Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Sesuai dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor 015/SKI/PPJB/X/2015, tanggal 07 Oktober 2015, PPJB Nomor 016/SKI/PPJB/X 2015, tanggal 07 Oktober 2015 dan PPJB Nomor 181/SKI/PPJB/XII/2015, tanggal 17 Desember 2015 maka  ada  kewajiban  dari Termohon PKPU untuk menyelesaikan unit Satuan Rumah Susun  yang dibeli oleh Para Pemohon  PKPU   yang  untuk  selanjutnya  menyerahkan-  nya kepada Para Pemohon PKPU, sehingga  menurut  Majelis  penyerahan unit Satuan Rumah Susun dari Termohon  PKPU  kepada  Para  Pemohon  PKPU inilah yang bisa dituntut oleh Para Pemohon PKPU kepada Termohon PKPU.
PROBLEMATIKA INVENTARISASI DATA YURUDIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) BERDASARKAN KLUSTER DI KANTOR PERTANAHAN KOTA PEKALONGAN Faiz Rizki Rivaldy; Nur Adhim; Mira Novana Ardani
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (756.066 KB)

Abstract

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan dan klasifikasi kluster dalam PTSL di Kantor Pertanahan Kota Pekalongan, mengetahui faktor-faktor  yang  menjadi problematika, dan solusi mengatasi problematika.Penelitian adalah penelitian hukum Yuridis Empiris. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan melalui hasil wawancaradidukung dengan kepustakaan. Objek di dalam penelitian ini  adalah  Kelurahan Jenggot. Analisis dilakukan menggunakan metode kualitatif.Target program PTSL 2018 Kota Pekalongan Tahun 2018 adalah 6000 bidang tanah. Kelurahan Jenggot memiliki jumlah potensi terbesar dengan jumlah 2409 bidang tanah yang dikelompokkan menjadi 4 kluster. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan PTSL di Kantor Pertanahan Kota Pekalongan Tahun 2018 sudah berjalan dengan baik meski masih dijumpai kendala. Dalam mengatasi problematikakurangnya SDM dapat dilakukan dengan memberikan kewenangan Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan bantuan tenaga ukur dari Kantor Pertanahan Kota lain, kurangnya partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan musyawarah yang baik, persoalan PPh dan BPHTB dapat dilakukan dengan zero taxdan membuat kebijakan sistem satu atap.Persoalan pembuktian hakdibuktikan dengan pemohon telah melakukan itikad baik dalam memenuhi syarat-syarat administrasi yang telah ditentukan.
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI TANPA ALAS HAK YANG SAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor 13/Pdt.G/2015/PN.Wsb) Niken Ariska Handayani; Nur Adhim; Ana Silviana
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 3 (2019): Volume 8 Nomor 3, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.089 KB)

Abstract

Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada tanah dan pemilik tanah. Dalam proses pendaftaran tanah, alas hak yang sah dan kebenaran yuridis merupakan salah satu hal yang penting agar tidak terjadi sengketa dikemudian hari. Namun pada kenyataannya masih ada kasus sengketa yang terjadi dikarenakan pendaftaran tanpa alas hak yang sah. Salah satu contohnya sengketa antara Eko Prasojo dan Supriyanto, Eko Prasojo mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Wonosobo karena merasa dirugikan dengan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Supriyanto atas tanah miliknya. Majelis hakim dalam putusan nomor 13/Pdt.G/2015/PN.Wsb mengabulkan sebagian gugatan Eko Prasojo. Hasil dari penelitian ini pertimbangan hakim dalam memutus Eko Prasojo sebagai pemilik sah tanah obyek sengketa didasarkan pada alat bukti surat dan keterangan saksi yang diajukan oleh Eko Prasojo. Akibat hukum terhadap sertipikat hak milik yang didaftarkan tanpa alas hak yang sah yakni tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga semua perbuatan hukum yang didasarkan pada sertipikat tersebut batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Perlindungan hukum terhadap pembeli tanah beritikad baik apabila telah memenuhi kriteria yaitu pihak pembeli tanah mendapatkan ganti kerugian dari pihak penjual karena menjual objek jual beli yang cacat serta pemilik asli hanya dapat menuntut ganti rugi terhadap pihak penjual, bukan kepada pihak pembeli tanah.