Kashadi Kashadi
Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

ANALISIS PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN GADAI SAHAM PADA KASUS DEUTSCHE BANK AKTIENGESELLSCHAFT MELAWAN BECKETT,PTE.LTD. Kashadi, Moch. Djais, Julianto Putra Hasudungan Sitompul*,
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.212 KB)

Abstract

Penulisan hukum ini dilakukan untuk menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1130K/Pdt/2010 terkait kasus eksekusi gadai saham yang dilakukan Deutsche Bank telah sah dilakukan dan sesuai dengan peraturan gadai saham yang berlaku.Penulisan hukum ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan dan membantu perkembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum Perdata khususnya gadai saham, serta diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan gadai.Metode analitis yang digunakan adalah metode analisis normatif kualitatif.Hasil penelitian yang diperoleh, bahwa gadai saham yang dilakukan PT.Asminco Bara Utama kepada Deutsche Bank telah sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur tentang gadai dan saham. Kedua, eksekusi yang dilakukan Deutsche Bank  dilakukan secara privat/dibawah tangan karena dalam Pasal 5 (a) Share Pledge Agreement telah sesuai dengan Pasal 1155 KUH PerdataKesimpulan yang diperoleh bahwa pengikatan gadai atas saham pada kasus Deutsche Bank melawan Beckett,Pte.Ltd pada dasarnya telah sesuai dengan pengertian gadai itu sendiri yang terdapat dalam Pasal 1150 KUH Perdata. Kedua eksekusi di bawah tangan yang dilakukan Deutsche Bank atas saham yang digadaikan PT. Asminco Bara Utama menurut penulis sudah tepat karena karena dalam Pasal 5(a) Share Pledge Agreement sesuai dengan Pasal 1155 Ayat (1) KUH Perdata, surat kuasa dalam perjanjian gadai saham,  maupun berdasarkan penetapan pengadilan
Implikasi Hukum Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Siti Malikhatun Badriyah; R. Suharto; Kashadi Kashadi
Law, Development and Justice Review Vol 2, No 1 (2019): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v2i1.5140

Abstract

In the agreement a strong guarantee is needed to provide legal protection for the parties. One of them is Encumbrance Right. Encumbrance Right occur after registration of Underwriting Rights at the Land Office. But in practice, often the Encumbrance Right only reaches the making of Power Of Attorney To Establish Encumbrance Right (SKMHT). This study aims to find evidence and analyze the use of SKMHT in the Housing Ownership Credit (KPR) agreement and its legal consequences if the debtor defaults. The research method used is qualitative with a socio legal approach. The results of the study indicate that in the KPR agreement many liability rights are imposed by using SKMHT without being followed by the making of the Deed of Giving Encumbrance Rights and the Registration of Encumbrance Rights. As a result, Encumbrance Rights do not occur, so that if the debtor defaults on the creditor does not have the right of execution as the holder of the Encumbrance Rights as determined in the Encumbrance Rights Act.  ABSTRAK Dalam perjanjian dibutuhkan jaminan yang kuat untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak. Salah satunya adalah Hak Tanggungan. Hak Tanggungan terjadi setelah pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Namun dalam praktik seringkali Hak Tanggungan hanya sampai pada pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Penelitian ini bertujuan untuk mencari bukti-bukti dan menganalisis  penggunaan SKMHT dalam perjanjian Kredit Pemilikan  Rumah (KPR) serta akibat hukumnya jika debitor wanprestasi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan socio legal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perjanjian KPR banyak dilakukan pembebanan  Hak Tanggungan dengan menggunakan SKMHT tanpa diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Pendaftaran Hak Tanggungan. Akibatnya Hak Tanggungan tidak terjadi,  sehingga jika debitor wanprestasi kreditor tidak memiliki hak eksekusi sebagai Penerima Hak Tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Hak Tanggungan.Kata Kunci: hak tanggungan, kredit, surat kuasa, hak tanggungan, wanprestasi. 
Kepemilikan Rumah Susun Di Indonesia R. Suharto; Siti Malikhatun Badriyah; Kashadi Kashadi
Law, Development and Justice Review Vol 2, No 1 (2019): Law, Development & Justice Review
Publisher : Faculty of Law, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ldjr.v2i1.5137

Abstract

Technologically, a multi-storey building system whose spaces can be used individually has long been known in Indonesia. The system of building ownership is a single ownership system that is now being developed which is ownership of a multi-storey building with shared property, which is called rumah susun, condominium, or strata title. Ownership of Satuan Rumah Susun (HMSRS) is a new institution of material rights, this HMSRS is individual and separate, in addition to ownership of the apartment unit the ownership rights to the apartment unit (HMSRS) concerned also include joint ownership of what is called a joint part, shared objects, and shared land where all are inseparable from the SRS concerned.ABSTRAKSecara teknologi, sistem Gedung bertingkat yang ruang-ruangnya dapat dipakai secara individu sudah lama dikenal di Indonesia. Sistem pemilikan Gedung tersebut adalah sistem pemilikan tunggal yang sekarang dikembangkan adalah kepemilikan Gedung bertingkat dengan milik bersama, yang disebut dengan rumah susun, kondominium, atau strata title. Hak Milik Satuan Rumah Susun (HMSRS) merupakan suatu Lembaga baru hak kebendaan, HMSRS ini bersifat perorangan dan terpisah, selain pemilikan atas satuan rumah susun hak pemilikan atas satuan rumah susun (HMSRS) yang bersangkutan meliputi juga kepemilikan bersama atas apa yang disebut bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama di mana semuanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan.
EKSEKUSI PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA ATAS KENDARAAN BERMOTOR YANG DALAM PENGUASAAN PIHAK KETIGA DI PT. PEGADAIAN CABANG BOYOLALI Yusuf Rifai; Kashadi Kashadi; R. Suharto
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.641 KB)

Abstract

Perkembangan kebutuhan masyarakat memerlukan bentuk jaminan yang dalam hal ini orang dapat memperoleh kredit dengan jaminan benda bergerak namun masih dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan usahanya, artinya penguasaan benda tetap ada pada debitor dan tidak beralih kepada kreditor.Konstruksi jaminan fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitor kepada kreditor, sedangkan penguasaan fisiknya tetap pada debitor.Oleh karena itu, pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dalam UU Jaminan Fidusia yang memberikan kepastian hukum kepada para pihak penting diperhatikan.Terutama oleh kreditor yang menjadi pihak dalam perjanjian jaminan fidusia. Masalah lain dalam jaminan fidusia pada PT. Pegadaian adalah pengalihan benda jaminan fidusia kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditor dan diiringi dengan tidak patuhnya debitor untuk melakukan pembayaran angsuran kredit yang ia terima atau kredit macet. Proses pelaksanaan pemberian kredit dengan sistem jaminan fidusia (kreasi) pada PT. Pegadaian cabang Boyolali dilakukan dengan berpatokan berdasar aturan yang berlaku dan melalui beberapa tahap. Tahap verifikasi berkas dilanjutkan sampai persetujuan perjanjian kredit yang intinya mengandung pemberitahuan mengenai hal-hal pokok perjanjian sehubungan dengan perjanjian kredit tersebut.Setelah itu pembuatan akta jaminan fidusia. Eksekusi yang dilakukan PT. Pegadaian cabang Boyolali mengedepankan cara-cara pendekatan kekeluargaan dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia untuk menghindari masalah lain yang mungkin timbul jika dilakukan dengan cara paksa.
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DIJUAL OLEH DEBITOR TANPA SEPENGETAHUAN BANK (Studi Di Bank Pembangunan Daerah Kantor Cabang Takengon) Weirasi Enginte*, Kashadi, Siti Malikhatun Badriyah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.236 KB)

Abstract

Lembaga pemberian kredit dalam bentuk tanggungan belakangan ini semakin berkembang. Dalam praktik tidak selalu pemberian kredit lancar, tidak tertutup kemungkinan nasabah kredit (debitor) tidak membayar atau wanprestasi, yakni objek hak tanggungan dijual kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kreditor, hal ini tentu akan merepotkan kreditor dalam hal jika debitor tersebut wanprestasi dan objek hak tanggungan akan disita. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah Untuk mengetahui proses pembebanan hak tanggungan  dan untuk mengetahui akibat hukum jika objek hak tanggungan dijual kepada pihak ketiga, sedangkan masa berlakunya hak tanggungan belum berakhir. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif-analitis. Berdasarkan hasil penelitian Proses Pembebanan Hak Tanggungan Oleh BPD Aceh Kantor Cabang Takengon diawali dengan permohonan kredit oleh calon debitor, apabila debitor tidak bisa datang langsung untuk tanda tangan APHT maka dibuat SKMHT oleh PPAT. Sifat SKMHT tidak mempunyai kekuatan mengikat, dan tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Bank BPD Aceh sebagai kreditor dalam hal ini tidak mempunyai kedudukan preferen, akibat hukum objek hak tanggungan yang dijual pihak ketiga harus menanggung segala risiko atas jual beli yang dilakukan, dan penyelesaian yang dilakukan pihak bank apabila debitor wanprestasi  yakni eksekusi atas kekuasaan sendiri dan eksekusi dibawah tangan. 
PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN KE KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA (STUDI DI KOPERASI SIMPAN PINJAM ARTHA PRIMA AMBARAWA) Ulfi Lintang Antartika Aji Putri*, Kashadi, R. Suharto
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.142 KB)

Abstract

Pemberian kredit dari Koperasi Simpan Pinjam Artha Prima Ambarawa kepada debitur menggunakan penjaminan secara fidusia, akan tetapi jaminan fidusia tersebut tidak didaftarkan, padahal dalam UUF menyebutkan bahwa benda yang dijaminkan dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pada saat debitur wanprestasi tidak melunasi utangnya, pihak Koperasi Simpan Pinjam Artha Prima Ambarawa melakukan eksekusi penyitaan langsung benda jaminan tanpa melalui pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia oleh Koperasi Simpan Pinjam Artha Prima Ambarawa dan bagaimana penyelesaian perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia jika debitur wanprestasi.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan wawancara kepada narasumber, serta data sekunder yang berupa studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang penarikan kesimpulannya secara deduktif.Hasil penelitian yang diperoleh : 1) pelaksanaan perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia pada Koperasi Simpan Pinjam Artha Prima Ambarawa dengan jumlah kredit dibawah 25 juta tidak dibuatkan akta jaminan fidusia dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. 2) penyelesaian perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia jika debitur wanprestasi, melalui pemberian surat peringatan dan eksekusi. 
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN HAK TANGGUNGAN ( STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NO.184/PDT.G/2013/PN.SMG. ANTARA CV.PUTRA MELAWAN BANK BUKOPIN.Tbk Muhamad Ulil Azam*, H. Kashadi, R.Suharto
Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.435 KB)

Abstract

Dana perkreditan sangat penting dalam kegiatan perekonomian,maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan hukum,karena perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hak asasi manusia di bidang hukum. Dalam penyusunan skripsi ini lebih menekankan pembahasan mengenai bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan dan apakah benar kreditur melakukan perbuatan melawan hukum .                Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah yuridis normatif. Metode yuridis normatif yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara membahas data sekunder yaitu membahas suatu kasus, yang berupa analisis putusan pengadilan                Pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi kreditur dalam perjanjian kredit dengan hak tanggungan sebagaimana telah diatur di dalam UUHT yaitu perlindungan hukum yang di berikan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yaitu kreditur mempunyai kedudukan yang diutamakan daripada kreditur lain serta hak tanggungan mengikuti obyek yang di jaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada,  dan perlindungan hukum diberikan kepada kreditur ketika debitur wanprestasi yaitu dalam bentuk perjanjian kredit itu sendiri yang tertuang dalam bentuk tertulis, baik berupa akta di bawah tangan maupun akta autentik.Kemudian mengenai apakah benar kreditur melakukan perbuatan melawan hukum, di dalam putusan pengadilan negeri no.184/Pdt.G/2013/PN.Smg, kreditur tidak melakukan perbuatan melawan hukum, karena di dalam UUHT tidak ada ketentuan yang mengatur tentang jangka waktu sampai kapan barang jaminan harus terjual,serta jangka waktu belum lama  sejak debitur wanprestasi sampai gugatan tersebut di daftarkan di pengadilan sehingga kreditur tidak bisa dianggap melakukan penggelambungan nilai jaminan dan pembiaran atas jaminan.
PENYELESAIAN KREDIT MACET KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (STUDI KASUS PADA PT. NUSA SURYA CIPTADANA SEMARANG) Auliana Ellsya*, Kashadi, Siti Malikhatun Badriyah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (669.89 KB)

Abstract

Hadirnya lembaga pembiayaan konsumen sebagai jawaban atas kebutuhan hidup masyarakat, karena tidak semua lapisan masyarakat mampu memenuhi segala kebutuhannya secara tunai. pemberian kredit kendaraan bermotor dengan Jaminan Fidusia yang dilakukan oleh PT. Nusa Surya Ciptadana Semarang dengan debitor dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pembebanan jaminan fidusia yang dilakukan pada kantor notaris, guna mendapatkan akta jaminan fidusia (AJF) dan tahap selanjutnya yaitu pendaftaran benda jaminan fidusia pada kantor pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan secara online, sebelum melakukan kedua tahap tersebut PT. Nusa Surya Ciptadana Semarang telah melakukan analisis secara mendalam terhadap calon debitor, hal ini untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya kredit macet, namun apabila hal-hal yang tidak diinginkan tersebut tetap terjadi dikemudian hari maka penyelesaian kredit macet dibuat dengan mekanisme yang sangat sederhana, sebelum melakukan proses penyitaan (eksekusi) PT. Nusa Surya Ciptadana Semarang akan melakukan langkah yang bersifat kekeluargaan seperti mengingatkan kembali debitor akan angsuran yang belum dibayarkan melalui Desk Call dan / atau SMS, memberikan somasi (surat peringatan) serta kunjungan petugas, namun bila ternyata debitor memang dirasa tidak mampu untuk meneruskan pelunasan kredit, maka pihak PT. Nusa Surya Ciptadana Semarang akan melakukan eksekusi dan eksekusi tersebut bertujuan untuk mengurangi kerugian bagi PT. Nusa Surya Ciptadana Semarang selaku kreditor.
EKSEKUSI KREDIT MACET PADA BANK DANAMON TERHADAP PERJANJIAN KREDIT TANPA AGUNAN DI KABUPATEN SEMARANG Arga Satriatama Kurnia Sakti*, Kashadi, Marjo
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 4 (2016): Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.234 KB)

Abstract

Perkembangan pembangunan ekonomi di Indonesia sekarang ini sangatlah erat hubunganya dengan usaha yang di lakukan oleh setiap warga Negara Indonesia. Prakteknya dalam pembangunan di Negara Indonesia ini dengan adanya adanya usaha-usaha kecil mengah yang di lakukan oleh setiap warga Indonesia. Pemberian modal usaha yang diberikan pemerintah, banyak sekali bentuknya, mulai dari peminjaman dana dari koperasi dan peminjaman dana lembaga perbankan. Kepercayaan masyarakat untuk melakukan peminjaman dana modal, usaha lebih tertuju kepada Bank. Secara Konkrit berbentuk pemberian dana pinjaman dana modal usaha atau yang lebih sering kita dengar dengan credit.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pelaksanaan perjanjian kredit solusi modal yang tanpa agunan dan untuk mengetahui eksekusi kredit macet terhadap perjanjian kredit tanpa agunan. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis untuk menguraikan dan memaparkan secara analisis hal-hal dan permasalahan yang dihadapi, dikaitkan  dengan teori hukum dan peraturan hukum positif yang ada dan berlaku, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan di dapat, menunjukan bahwa perjanjian tersebut yang dikehendaki oleh para pihak atas dasar dengan perjanjian kredit yang telah di atur dalam KUHPerdata. Prinsip bank dalam pemberian kredit juga dengan prinsip kehati-hatian untuk meminimalisir risiko kredit macet. Tahapan melancarkan kredit macet terhadap perjanjian kredit yaitu pelunasan sebagian, pemanjangan masa kredit, penyitaan asset yang dimiliki dan pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di pengadilan.
TANGGUNG JAWAB JASA PENILAI PUBLIK DALAM MENENTUKAN NILAI AGUNAN TERHADAP TANAH DAN BANGUNAN YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN Miranadia Djati*, Kashadi, Siti Malikhatun Badriyah
Diponegoro Law Journal Vol 5, No 2 (2016): Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.025 KB)

Abstract

Kredit merupakan salah satu produk perbankan yang sudah kita kenal dengan baik. Ketika kita akan mengajukan sebuah kredit maka pastinya sebuah bank yang mempunyai sebuah prinsip kehati-hatian dalam melakukan kerjanya harus ada sesuatu yang dijadikan sebuah jaminan agar suatu saat jika terjadi cidera janji yang tidak diinginkan maka bank dapat tetap memperoleh dananya kembali meskipun nasabah tersebut tidak bisa melunasinya. Dalam praktik perbankan ada beberapa bentuk jaminan yang ada salah satunya yaitu lembaga jaminan Hak Tanggungan. Hak tanggungan merupakan sebuah lembaga pengikatan jaminan yang mengkhususkan terhadap hak atas suatu tanah. Hak atas tanah tersebut dapat berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan sebagainya. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) mengatur persyaratan dan ketentuan mengenai pemberian hak tanggungan dari debitor kepada kreditor sehubungan dengan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) terdapat syarat yang mencantumkan Penilai yang berwenang yaitu Jasa Penilai Publik, maka peran jasa penilai publik sangatlah penting dalam menilai suatu jaminan, karena apabila penilaian jaminan tidak dicantumkan dalam APHT maka APHT tersebut batal demi hukum. Tanggung jawab jasa penilai publik dalam mengadakan penilaian jaminan berupa hak tanggungan terdapat dalam Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) diatur juga mengenai tanggung jawab penilai, terdapat 4 (empat) macam tanggung jawab penilai dan perusahaan jasa penilai, yaitu tanggung jawab terhadap integritas pribadi penilai, tanggung jawab terhadap pemberi tugas, tanggung jawab sesama penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Kendala yang dihadapi oleh Jasa Penilai Publik dalam menilai agunan berupa tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan dengan Hak Tanggungan meliputi kendala teknis di lapangan diantaranya seperti ketidaksediaan nasabah untuk dinilai asetnya, kurangnya data dan informasi yang diberikan oleh pihak bank mengenai aset dan pemiliknya serta adanya intervensi dari pihak ketiga. Solusi terhadap kendala tersebut secara garis besar dapat ditangani dengan baik oleh penilai publik.