Armen Zulham
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PRAKIRAAN DAMPAK ANCAMAN DAN GANGGUAN DALAM PERIKANAN TANGKAP DAN PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Zahri Nasution; Armen Zulham
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2013): JUNI 2013
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.846 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v3i1.233

Abstract

Ancaman dan gangguan dalam pembangunan perikanan tangkap dan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan perlu diantisipasi guna mencapai manfaat sumber daya perikanan secaratepat bagi masyarakat nelayan. Studi ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis prakiraan dampakkeamanan (AMDAK) pada setiap program perikanan tangkap dan pengawasan sumber daya kelautandan perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kajian ini menggunakan pendekatankualitatif. Jenis data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah data sekunder dan data primer. Datayang didapat diolah dan dianalisis secara deskriptif serta diinterpretasikan secara logis. Hasil studimenunjukkan bahwa pada kegiatan yang tercakup dalam program pengembangan dan pengelolaanperikanan tangkap terdapat potensi gangguan dan ancaman faktual mulai dari konflik antar kelompokmasyarakat hingga gangguan dari adanya kapal asing. Disamping itu, terdapat pula potensi konflikpenggunaan alat tangkap antar nelayan dan gangguan kapal asing. Luasnya wilayah perairan yangdimiliki Indonesia dan keterbatasan sumber daya manusia dan pengawasnya, menyebabkan masihbanyaknya terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya perikanan. Pengawasan secaraterpadu dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan perekonomian, karena porsi kekayaansumber daya perikanan tidak berkurang akibat adanya kegiatan penangkapan ikan yang illegal.Title: Threat and Interference Impact Forecasting in Capture Fisheries andMarine and Fisheries Resources MonitoringThreats and disruptions in fisheries development and marine and fisheries resources monitoringare necessary to be anticipated toachieve appropriate benefits of fishery resources to fisher. This studyaimed to identify and analyze security impact forecasts (AMDAK) on each program and surveillanceof fisheries resources and marine fisheries in the Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF).This study used a qualitative approach. Types of datas used in this activity are secondary data andprimary data. Data obtained were processed and analyzed descriptively and logically interpreted. Thestudy results showed that the activities included in the program of development and capture fisheriesmanagement was potentialy for interference and threats factual conflicts ranging from community groupsto interference from the presence of foreign vessels. In addition, there are potential conflicts betweenfishers, fishing gears and interference of foreign vessels. The wide of territorial waters were owned byIndonesia and human resource limitations and a supervisor, causing still many violations in the utilizationof fisheries resources. Integrated surveillancecan provide a positive impact to the economy, because theportion of the fishery resource wealth is not reduced as a result of illegal fishing activities.
PELUANG OPTIMALISASI PENGEMBANGAN BUDIDAYA KEPITING SOKA DI WILAYAH KIMBIS CAKRADONYA KOTA BANDA ACEH Opportunities to Optimize Soft Shell Crab Cultivation on KIMBis Cakradonya Area in Banda Aceh Freshty Yulia Arthatiani; Estu Sri Luhur; Armen Zulham; Joni Haryadi
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2014): DESEMBER 2014
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.922 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v4i2.601

Abstract

Kota Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh yang berada di pulau Sumatera yangsangat potensial untuk pengembangan budidaya kepiting, namun masih menghadapi berbagai kendaladalam optimalisasi potensi yang dimiliki. Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis) Cakradonya di Kota BandaAceh merupakan sebuah kelembagaan yang dibentuk pada tahun 2011 dengan tujuan peningkatankesejahteraan masyarakat terutama di sektor kelautan dan perikanan. Tulisan ini bertujuan untuk dapatmendeskripsikan peranan KIMBis dalam mengoptimalisasi peluang pengembangan budidaya kepitingcangkang lunak yang biasa disebut kepiting soka. Penelitian dilaksanakan di Kota Banda Aceh yangmerupakan wilayah Kerja KIMBis Cakradonya dengan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatifuntuk menjelaskan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh KIMBis dalam mengoptimalkan peluangpengembangan usaha kepiting soka. Hasil penelitian menunjukkan KIMBis Cakradonya berperan dalammensosialisasikan peluang usaha kepiting soka terutama kepada stakeholders sehingga diharapkandapat memberikan dukungan kebijakan bagi pengembangan usaha ini, selain itu KIMBis juga berperandalam memperkenalkan penggunaan teknologi budidaya kepiting soka dan pengolahan limbah hasilbudidaya kepiting yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usaha. Namun optimalisasipeluang pengembangan kepiting soka mengalami berbagai kendala dari sisi teknologi, sumberdayamanusia modal dan juga input produksi. Oleh karena itu kedepannya diharapkan dapat dilaksanakanupaya tindak lanjut untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi baik itu dari sisi pengadaan benihkepiting, maupun aplikasi penerapan teknologi yang efisien serta peningkatan kemampuan pembudidayakepiting soka dalam mengakses permodalan sehingga usaha ini dapat berkembang secara optimal bagipeningkatan kesejahteraan masyarakat.Title: Opportunities to Optimize Soft Shell Crab Cultivation onKIMBis Cakradonya Area in Banda AcehBanda Aceh is the capital of Aceh Province that has great potential in crab cultivation. KlinikIPTEK Mina Bisnis (KIMBis) Cakradonya in Banda Aceh is an institution established in 2011 with the aimof improving the welfare of the community, especially in the marine and fisheries sector. This paper aimsto describe the role of KIMBis to optimize the chances of developing soft shell crab farming on BandaAceh. This research was conducted in Banda Aceh with qualitative descriptive data analysis methods.The results showed that KIMBis Cakradonya has role in disseminating of soft-shelled crabs businessopportunities especially to the stakeholders that are expected to provide policy support. KIMBis alsohad a role in the activities of introducing the use of soft-shelled crab cultivation technology and wastetreatment of cultured crabs to increase business productivity. However, the development of soft-shelledcrabs are still constrained in terms of technology, human resources and capital inputs. Therefore, in thefuture is expected to be implemented in various ways to overcome the problems in the soft shell crabcultivation such as crab seed procurement, as well as the application of efficient application of technologyand the increased capacity in the soft-shelled crab farmers to access capital so that businesses candevelop optimally for improvement public welfare.
ALTERNATIF MODEL KELEMBAGAAN REFINE: MODEL INOVASI KELEMBAGAAN KLINIK IPTEK MINA BISNIS Armen Zulham
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2013): JUNI 2013
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.349 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v3i1.235

Abstract

Naskah ini, terkait dengan konsepsi Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis) dan Research ExtensionFisheries Community Network (REFINE). Keduanya merupakan inovasi kelembagaan yang bertujuanmenyebarkan IPTEK di daerah pedesaan. Konsepsi KIMBis telah diimplementasikan pada 15 lokasi.Sementara implementasi dari konsepsi REFINE masih dalam wacana. Konsepsi dasar keduanya sangatberbeda tetapi tujuannya hampir sama. Kelembagaan KIMBis dibangun melalui partisipasi berbagaistakeholder dengan pendekatan bottom up. Sementara kelembagaan REFINE dikembangkan denganmembentuk Kelompok Kerja (Pokja) pada tingkat pusat dan daerah, pendekatannya adalah top down.Sumber informasi utama tulisan ini adalah pengamatan lapangan terhadap perilaku berbagai stakeholder,serta laporan 15 lokasi KIMBis dan dokumen REFINE. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa KIMBisdapat dimodifikasi sebagai alternatif model kelembagaan REFINE. Modifikasi kelembagaan sebagaipenyebar inovasi ini tergantung pada kemauan politik dari perumus kebijakan. Selain itu fleksibilitaslembaga tersebut juga memegang peranan penting dalam menarik pemangku kepentingan berpartisipasidalam kelembagaan itu. Kelembagaan berbasis masyarakat umumnya lebih mudah diimplementasikandibandingkan kelembagaan formal dalam bentuk Pokja. Fleksibilitas KIMBis membuat kelembagaantersebut berperan multi fungsi. Namun untuk memfungsikan KIMBis: sebagai sarana pemberdayaanmasyarakat berbasis IPTEK, sarana pengembangan ekonomi masyarakat berbasis IPTEK, sarana kerjasama peneliti, perekayasa dan penyuluh dalam menerapkan dan menyebarkan IPTEK serta memperolehumpan balik untuk merenovasi IPTEK dan pendekatan yang dilakukan, sebagai tempat kolaborasi denganlembaga-lembaga yang sudah ada, SKPP, SKPD, Swasta dan LSM dalam mewujudkan kesejahteraanmasyarakat, dan sebagai laboratorium lapang aspek sosial ekonomi kelautan dan perikanan dihadapkanpada berbagai kendala. Tingkat partisipasi berbagai pemangku kepentingan terhadap KIMBis sangatbervariasi. Pada masa yang akan datang untuk mengembangkan KIMBis harus mengembangkan sosialkapital dan interkoneksitas, agar partisipasi pemangku kepentingan dapat meningkat.Title: An Alternative Institution Model for REFINE:Inovative Institutional Model of the Klinik Iptek Mina BisnisThis paper is associated with the concept of institutions innovation of the “Klinik IPTEK MinaBisnis (KIMBis)” and the “Research Extension Fisheries Community Network” (REFINE). The purpose ofboth the institutions innovation was to spread the technologies at the villages communities. Recently, theKIMBis concept has been implemented at 15 locations, while the REFINE concept still remains a plan.The basic concept of both innovations are very different but the goals almost the same. The KIMBis wasbuilt through the participation of a wide range of stakeholders with a bottom up approaching method.Mean while, the REFINE was developed by forming working group (Pokja) at the provincial and thedistrict levels, known a top down approaching method. The main sources of the information for this paperare based on the field observation tows the various stakeholders’ behavior, as well as the report of the15 locations of KIMBis and the REFINE documents. The results show that KIMBis can be modified asthe alternative institution for REFINE. This modification depends greatly on the political will of the policymakers. In addition, the flexibility of the institutions is also play an important role in an attracting the stakeholders to participate in the institutional program. In the form of working group, the society-basedinstitutions are generally easier to be implemented than the formal institution. The flexibility of KIMBiswill build a multi-functioned institution, such as the place for technology-based society empowerment;the place for technology-based rural economic development; and a tool to develop the cooperationamong researchers, engineers, and extension officers in applying and spreading technologies as well asobtaining feedbacks to renovate technologies and the approaching methods. The other functions aretofacilitate the existing institutions: SKPP,SKPD, private companies and NGO to create public welfare,and as the field laboratory for the socio ecomonic aspects to support the development of marine andfisheries. Recently, the level of participation of the stakeholders involved in the KIMBis activities varywidely. In the future, the development of KIMBis need social capital and interconectivity strategies toboost the stakeholders paticipation on KIMBis program.