Markus Bona Tangkas Sirait
Institut Agama Kristen Negeri Manado

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

MUSIK PADA KOMUNITAS STREET PUNK KOTA MEDAN Sirait, Markus B. T.
Jurnal Warna Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : IAIIG Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.98 KB)

Abstract

Pemberontakan kaum proletar (kaum pekerja) terhadap kaum borjuis (kaum bangsawan) di Inggris menyebabkan lahirnya budaya baru di kalangan pemuda pemudi Inggris bernama street punk (punk jalanan). Street Punk menyebar ke berbagai penjuru dunia. Punk mulai memasuki Indonesia pada awal tahun 1990-an melalui media massa. Gerakan street punk di Indonesia berawal dari jalanan dengan etos kerja D.I.Y. (Do It Yourself) yang berarti bahwa semuanya dapat kita kerjakan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Musik Punk memiliki keunikan dengan distorsi gitar yang tajam, beat drum dengan tempo cepat, pemakaian akord yang sederhana biasanya tiga buah akord, aksi panggung yang brutal dengan melakukan moshing (membentuk lingkaran di tengah hiruk pikuk konser musik). Penggunaan kombo band (gitar elektrik, bass elektrik dan drum) hanya digunakan pada saat melakukan event. Sementara itu, musik yang dipergunakan para punkers dalam kesehariannya dengan menggunakan barang-barang bekas (recycle) dan alat musik yang dapat didapatkan dengan mudah diantaranya adalah ukulele, gitar, ketipung (terbuat dari pipa paralon / PVC dan ban dalam bekas) dan shacker (dibuat dari bahan-bahan yang mudah didapatkan). Aktivitas yang dilakukan street punk Medan ini adalah mengamen, menyebarkan ideologi punk dan berkumpul bersama pecinta punk. Stigma masyarakat terhadap para punkers ini sering dikonotasikan negatif sebagai sampah masyarakat karena musik dan gaya hidup serta ideologi yang dianut para punkers tersebut tidak sesuai dengan norma-norma sosial dalam masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui musik dari komunitas street punk tersebut dan kaitan musik dengan tingkah laku para punkers. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu Etnografi.
FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN MUSEUM HUTA BOLON SIMANINDO B.T Sirait, Markus
Jurnal Warna Vol 4, No 1 (2020): Jurnal Warna
Publisher : IAIIG Cilacap

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Museum Huta Bolon adalah sebuah perkampungan di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir yang memiliki perpaduan potensi alam dan budaya sehingga dibuka menjadi museum umum. Penurunan tingkat kunjungan wisatawan dalam empat tahun terakhir berdampak pada pengelolaan museum tersebut. Diperlukan strategi pengembangan sebagai upaya mengalokasikan sumber daya dan potensi yang dimiliki dalam meningkatkan performa dan produktifitas pengelolaannya untuk dapat kembali menarik minat kunjungan wisatawan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor internal dan eksternal dalam upaya pengembangan museum, kemudian merumuskan formulasi strategi pengembangan Museum Huta Bolon. Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik analisis menggunakan analisis SWOT.
Peran & Fungsi Iringan Musik Dalam Khotbah Di Gereja Pantekosta Di Indonesia (GPdI) Imanuel Karowa Tompaso Baru Markus Bona Tangkas Sirait; Ananda Putri Milita Christy Korinus
Psalmoz : A Journal of Creative and Study of Church Music Vol. 3 No. 1 (2022): Psalmoz : Januari 2022
Publisher : Program Studi Musik Gereja, Fakultas Seni dan Ilmu Sosial Keagamaan, IAKN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Iringan musik pada saat khotbah merupakan sebuah fenomena musikal yang hadir pada saat pelaksanaan ibadah terkhusus pada gereja-gereja yang berhaluan karismatik maupun Pantekosta. GPdI adalah salah satu denominasi gereja yang memiliki liturgi peribadatan yang terdiri dari pujian penyembahan, khotbah serta doa berkat. Pada denominasi ini, iringan musik pada khotbah dianjurkan tetapi tidak diwajibkan. Akan tetapi, pada GPdI Imanuel Karowa Tompaso Baru ternyata mewajibkan iringan musik pada saat khotbah berlangsung untuk membawa pengaruh (fokus) pada Pendeta, Musisi maupun Jemaat yang hadir secara afektif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran & fungsi iringan musik saat khotbah yang dilakukan oleh GPdI Imanuel Karowa Tompaso Baru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-fenomenologi. Sampel informan dilakukan dengan purposive sampling dan teknik snowball pada 6 orang subyek. Teknik pengumpulan data menggunakan participant observation, wawancara terstruktur dan in depth interview, studi pustaka dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik triangulasi untuk menguji kredibiltas dan validitas data yang didapatkan dari berbagai sumber.
Penggunaan Musik Ambient Dalam Tata Ibadah Di Gereja IFGF Manado Siguti Aprinnostein Sianipar; Markus Bona Tangkas Sirait
Psalmoz : A Journal of Creative and Study of Church Music Vol. 3 No. 1 (2022): Psalmoz : Januari 2022
Publisher : Program Studi Musik Gereja, Fakultas Seni dan Ilmu Sosial Keagamaan, IAKN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Musik ambient selalu ada hadir pada setiap peristiwa kegiatan masyarakat yang melibatkan suatu kelompok musik untuk mengiringi rangkaian kegiatan atau pun menjadi bagian inti dari kegiatan tersebut. Musik Suasana juga dapat kita temui pada musik latar dari sebuah film untuk menciptakan dan membangun emosi penonton yang mengikuti rangkaian cerita dari awal hingga akhir film. Penggunaan musik di dalam gereja umumnya untuk mengiringi nyanyian jemaat, hal ini digunakan untuk membantu jemaat dalam menyanyikan lagu – lagu gereja dan menikmati syair dari lagu tersebut yang belum menekankan pada musik ambient. Di beberapa gereja khususnya IFGF Manado dalam proses tata ibadah dari awal hingga akhir, musik ambient selalu hadir untuk mengisi setiap aktifitas proses ibadah. Musik Suasana pada tata ibadah di gereja merupakan musik latar yang menekankan atau membangun suasana ketika musik dimainkan kepada para pendengar khususnya jemaat gereja. Penggunaan musik tersebut umumnya menggunakan synthesizer dengan berbagai bunyi instrumen musik di dalamnya untuk menciptakan latar suara untuk lingkungan sekitar.
Transformation of Hawaiian Music Ensemble Function at Germita Bukit Moria Tule Church Sirait, Markus Bona Tangkas; Saliareng, Riandli; Sumenda, David
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 11 No 2.A (2025): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research examines the changing functions and forms of Hawaiian music ensembles in the Tule Village community, particularly in the context of religious worship. Initially, it functioned as entertainment at weddings and traditional events. Today, however, Hawaiian music is an integral part of worship at Germita Bukit Moria Tule. The purpose of this study is to describe the changes in the function of Hawaiian music ensembles in the Tule village community and to describe the form of Hawaiian music ensembles. This research provides insight into the changing functions of music in different cultural and religious contexts. This research uses a qualitative method with a case study approach. The data collection techniques used were interviews, observation, literature study, and documentation as data sources. Determination of informants was made using the snowball sampling method. The data analysis techniques used include data validity, data transcription, data categorization, content analysis, data interpretation, data testing, and conclusion drawing. The results analyzed significant transformations in the use of Hawaiian music in Tule Village, where this music has been adapted in the ecclesiastical context by GERMITA Bukit Moria Tule. Hawaiian music plays an important role in creating profound spiritual experiences and enriching the spiritual and social dimensions of worship. The integration of Hawaiian music elements in church worship shows that local culture can synergize with spirituality, resulting in a more meaningful and profound worship experience in a local context that enriches the culture.