Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KERAGAMAN TUMBUHAN DALAM UPAKARA CARU PANCA SATA Ni Komang Madiasih; I Nyoman Arsana; I Gusti Ayu Ketut Artatik
JURNAL WIDYA BIOLOGI Vol 11 No 2 (2020): Widya Biologi
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis dan bagian tumbuhan serta bahan lain selaintumbuhan yang digunakan sebagai bahan upakara caru panca sata. Penelitian dilakukandi Desa Pejeng, Kecamtan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Metode yang digunakanadalah metoda Purposive sampling dengan cara wawancara, observasi, dokumentasibahan banten. Tumbuhan diidentifikasi untuk mengetahui nama jenis. Wawancaradilakukan terhadap responden diantaranya sulinggih, serati, dan masyarakat yang sedangmelaksanakan upacara caru panca sata. Hasil penelitian menemukan 63 jenis tumbuhan(34 famili). Tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah dari suku Poaceae. Bagiantumbuhan yang digunakan adalah daun, buah, biji, umbi, bunga dan batang. Bagian yangpaling banyak digunakan adalah daun. Sebanyak 22 jenis bahan lain selain tumbuhanjuga digunakan dalam caru panca sata.
PENDAMPINGAN IDENTIFIKASI PUSAKA BUDAYA DESA BALI AGA BELANDINGAN KINTAMANI BANGLI Ni G.A. Diah Ambarwati Kardinal; I Gusti Ayu Ketut Artatik; I Putu Sarjana
JURNAL SEWAKA BHAKTI Vol 3 No 2 (2019): Sewaka Bhakti
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.257 KB) | DOI: 10.32795/jsb.v3i1.519

Abstract

Belandingan is the village of Bali Aga mountain type located in Kintamani District, Bangli Regency, Bali. The location of Belandingan Village itself is quite secluded compared to other villages around Batur. Mount Batur was named the world geopark by UNESCO on 22 September 2013. Belandingan Village is included in 15 Batur Geopark Supporting villages. Although it has become a Supporting Village of Batur Geopark, there is not tourism planning done by the government. Research on the Village of Blandingan itself is difficult to find. The distinctive cultural richness of the Bali Aga Village has the potential for the development of a heritage Tourism Village. The character of Belandingan Village community that is friendly and open to outsiders is also a potential in promoting the tourism of the village. Existing traditions are still in verbal version. The community has not been moved to document their culture. The people themselves when invited to discuss are less aware of the cultural uniqueness they have. For this reason, assistance was provided to the community in this case the religious leaders in the village of Belandingan and Sekaa Teruna Teruni Mandala Cipta Belandingan Village to identify village heritage. It is hoped that the results of this identification will become written data and become material in promoting the field of tourism as a Bali Aga tourist village.
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WARIS ANTARA AHLI WARIS YANG BERALIH AGAMA DENGAN YANG BERAGAMA HINDU DI DESA ADAT PADANG LUWIH PERSPEKTIF PLURALISME HUKUM I Gusti Ayu Ketut Artatik; I Gusti Ngurah Alit Saputra; Ni Luh Made Elida Rani
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 5 No 1 (2022): Vidya Wertta: Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Bali dikenal dua macam hak atas tanah yaitu hak–hak perseorangan atas tanah dan hak–hak masyarakat hukum adat (desa, pura). Jenis-jenis hak atas tanah perseorangan adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, dan lain-lain. Tanah–tanah perseorangan sepenuhnya tunduk kepada hukum tanah nasional sedangkan tanah-tanah yang merupakan hak-hak masyarakat adat di samping tunduk kepada hukum nasional masih terikat oleh ketentuan-ketentuan adat, seperti yang tertuang melalui awig-awig, pararem, dan dresta. Tanah yang dulunya kurang berfungsi dan tidak bertuan kini menjadi rebutan. Masalah perebutan sumber daya alam seperti tanah dan air ini sering menjadi sumber konflik. Seperti sengketa tanah waris yang terjadi di desa adat Padang Luwih antara ahli waris yang pindah agama dengan ahli waris yang beragama Hindu. Kalau dalam satu keluarga memiliki keyakinan yang berbeda, sangat disadari kemungkinan terjadinya konflik atau sengketa antara keluarga berkaitan dengan perebutan harta warisan. Tentu saja dalam penyelesaian sengketa ini tidak terlepas dari peran hukum negara, hukum agama dan hukum adat.
IMPLIKASI YURIDIS KONVERSI AGAMA TERHADAP KEDUDUKAN AHLI WARIS I Gusti Ayu Ketut Artatik; I Gusti Ngurah Alit Saputra; Komang Indra Apsaridewi
VIDYA WERTTA : Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Vidya Werta, Media Komunikasi Universitas Hindu Indonesia
Publisher : FAKULTAS ILMU AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.057 KB) | DOI: 10.32795/vw.v3i1.667

Abstract

Konversi agama dari Hindu beralih ke agama lain merupakan masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat Hindu di Bali saat ini. Seiring berkembangnya pola pikir masyarakat Hindu di Bali akibat globalisasi yang tidak diikuti oleh keseimbangan ekonomi keluarga dan kurangnya pemahaman tentang ajaran agama Hindu. Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan hidupnya. Jadi faktor penyebab konversi agama tersebut merupakan bentuk pembebasan diri dari tekanan bathin yang timbul dari dalam diri maupun dari lingkungan (eksternal). Implikasi konversi agama bagi seorang yang berpindah agama tentu saja tidak dapat lagi melaksanakan kewajiban leluhurnya sebagai seorang anak yang suputra (baik) terhadap leluhurnya, seperti melaksanakan upacara yadnya dan kewajiban – kewajiban sosial sebagai krama adat, dan juga seorang anak yang meninggalkan agama leluhurnya atau pindah agama dianggap juga sebagai sebab lenyapnya kedudukan mereka sebagai ahli waris. Adapun akibat hukum yang ditimbulkan dari konversi agama ini antara lain; akibat secara hukum Agama Hindu, akibat secara Hukum Adat Bali dan akibat secara hukum nasional, secara sistimatis memiliki keterikatan antara satu dengan yang lainnya.
KONVERSI AGAMA DALAM KAJIAN HUKUM HINDU Artatik, I Gusti Ayu Ketut
Hukum dan Kebudayaan Vol. 1 No. 1 Mei (2020): Hukum dan Kebudayaan
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu dampak dari interaksi masyarakat Bali dengan para pendatang adalah terjadinya konversi agama. Konversi agama dari Hindu beralih ke agama lain merupakan masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat Hindu Bali saat ini. Seiring berkembangnya pola pikir masyarakat Hindu di Bali akibat globalisasi yang tidak diikuti oleh keseimbangan ekonomi keluarga dan kurangnya pemahaman tentang ajaran agama Hindu. Konversi agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan hidupnya. Jadi faktor penyebab konversi agama tersebut merupakan bentuk pembebasan diri dari tekanan bathin yang timbul dari dalam diri ( intern ) maupun dari lingkungan ( eksternal ). Implikasi konversi agama bagi seorang anak yang berpindah agama tentu saja tidak dapat melaksanakan kewajiban leluhurnya sebagai seorang anak yang suputra( baik ) terhadap leluhurnya, seperti melakukan yadnya dan melaksanakan kewajiban – kewajiban sosial dilingkungan masyarakat. Dan juga seorang anak yang meninggalkan agama leluhurnya atau pindah agama , dianggap juga sebagai sebab lenyapnya kedudukan mereka sebagai ahli waris.