p-Index From 2020 - 2025
0.659
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Borobudur
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KONSOLIDASI FOSIL MENGGUNAKAN RESIN ALAM Leliek Agung Haldoko; Joni Setyawan; Sri Wahyuni; Arif Gunawanarif
Borobudur Vol. 14 No. 2 (2020): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v14i2.244

Abstract

Fosil adalah sisa tulang belulang atau sisa tumbuhan zaman purba yang telah membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah. Proses pemfosilan yang tidak berlangsung secara sempurna menyebabkan fosil dalam kondisi rapuh. Kondisi rapuh dikarenakan proses permineralisasi belum selesai sepenuhnya, sehingga terdapat bagian-bagian yang belum tergantikan oleh mineral. Untuk memperkuat ikatan material pada fosil yang rapuh diperlukan tindakan konsolidasi. Bahan-bahan yang diuji untuk konsolidasi fosil adalah gondorukem dan gelatin dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15%. Sebagai pembanding adalah bahan yang selama ini digunakan untuk konsolidasi fosil yaitu paraloid B72 dengan konsentrasi 4%. Parameter pengujian yang digunakan antara lain uji SEM, uji kekerasan, uji kuat tekan, uji tetesan air, uji FTIR, uji daya tahan, pengamatan warna dan pengamatan pertumbuhan jamur. Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan gelatin 5%, 10% dan 15% dapat menjadi alternatif pengganti paraloid B72 sebagai bahan konsolidasi fosil. Bahan ini dapat mengisi pori-pori fosil dan meningkatkan kekerasan fosil. Selain itu nilai kuat tekan fosil yang dikonsolidasi dengan gelatin lebih tinggi dari paraloid B72 4%. Penggunaan gelatin tidak merubah komposisi fosil dan memiliki daya tahan pada kondisi penyimpanan yang ekstrim. Penggunaan gelatin juga tidak merubah warna fosil dan aman dari pertumbuhan jamur ketika diaplikasikan ke fosil. Gelatin 5% merupakan konsentrasi yang paling optimum untuk konsolidasi fosil karena penggunaan bahan akan lebih efisien.
Shellac dan Gelatin untuk Konsolidasi Artefak Kayu Leliek Agung Haldoko
Borobudur Vol. 15 No. 2 (2021): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v15i2.259

Abstract

Wood is a hygroscopic organic material, prone to damage and weathering, especially by humidity. The moisture in the wood will trigger biotic activities such as fungus, which can decompose of wood materials, that is, cellulose. Moreover, wood is susceptible to insect attacks such as termites. This condition will cause the wood to become brittle so that the strength of the wood will decrease. To strengthen brittle wood, consolidation treatments are needed. Material for wood consolidation that has been used is Paraloid B72 with acetone solvent, which is not easy to find everywhere Materials tested for wood artifacts consolidations were shellac and gelatin with a concentration of 5%, 7,5%, and 10%. As a comparison, the material used for wood consolidation is Paraloid B72 10%. Test parameters used include SEM test, density test, compressive strength test, color change test, fungal growth observation, and FTIR test. Test results have shown that shellac 7,5% and 10% can be an alternative to Paraloid B72 as a wood artifacts consolidation material. Shellac 7,5% is the optimum concentration for wood artifacts consolidation because materials will be more efficient. This material can fill the wood pores and increase the density by 13,89%. The resulting compressive strength value reached 248,01 kg/cm2 or increased by 43,18%, higher than Paraloid B72 10%. Shellac 7,5% does not change the color of the wood and safe from fungal growth when applied to wood. This material also does not change the chemical composition of wood. Keywords: wood, artifact, consolidation, shellac, gelatin, Paraloid B72
REKONSTRUKSI MATERIAL PEMBANGUNAN BENTENG-BENTENG NUSANTARA: STUDI KASUS BENTENG KERATON BUTON DAN INDRAPATRA Ari Swastikawati; Leliek Agung Haldoko; Pramudianto Dwi Hanggoro; Arif Gunawan
Borobudur Vol. 16 No. 2 (2022): Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur
Publisher : Balai Konservasi Borobudur Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v16i2.297

Abstract

Benteng Keraton Buton dan benteng Indrapatra termasuk benteng tradisional yang dapat mewakili beberapa benteng nusantara di Indonesia, dimana kontruksinya menggunakan pengetahuan dan teknologi tradisional berdasarkan tradisi masyarakat setempat kala itu. Terkait jenis material batuan dan komposisi bahan perekatpun menjadi menarik untuk dikaji agar dapat dibuktikan secara ilmiah. Tujuan kajian ini untuk mengetahui jenis batuan, komposisi mineral spesi/mortar, metode pembuatan spesi/mortar tradisional dan sifat fisik-mekanik spesi/mortar tiruan Benteng Indrapatra dan Keraton Buton. Metode penelitian dalam kajian ini adalah survai dan eksprimen didasarkan pada hasil analisis laboratorium komposisi mortar asli dan baru dari Benteng Keraton Buton dan Benteng Indrapata. Berdasarkan hasil survai dan analisis laboratorium diketahui bahwa Jenis batuan penyusun Benteng Keraton Buton berupa batu gamping non klastik, klastik dan kristalin, sedangkan Benteng Indrapatra berupa batu gamping klastik, batu gamping non klastik, batu andesit dan koral/terumbu. Perbandingan binder dan agregat mortar asli Benteng bervariasi, mulai dari 1:1, 1:2, 1:3, 1: 4 dan 2:3. Adapun Jenis mortar asli baik dari Benteng merupakan mortar kapur yang sangat didominasi oleh kehadiran kalsium karbonat (CaCO3) dengan persentasi kehadiran di atas 84%. Proses yang menentukan keberhasilan dalam proses pembuatan mortar kapur adalah proses pembakaran batu gamping dan proses perendaman kapur tohor. Berdasarkan hasil tersebut sebaiknya mortar kapur diterapkan untuk perbaikan dalam rangka menjaga dan memelihara bahan cagar budaya, namun untuk kegiatan yang bersifat perkuatan struktur diperlukan bahan aditif untuk mempercepat proses pengeringan dan meningkatkan kekuatan mortar.