Tri Wahyu Murni
Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PELAKSANAAN PATIENT SAFETY DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI BAKTI SOSIAL DI RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA Gerardus Gegen; Endang Wahyati Y; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.875 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.781

Abstract

Dalam memberikan Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit, namun hal ini tidaklah mudah dilakukan mengingat pelayanan kesehatan merupakan suatu organisasi yang sangat komplek, dibutuhkan suatu pengelolaan yang baik sehingga dalam pelayanan pasien merasa terlayani dengan baik. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Keselamatan Pasien, dilain pihak Rumah Sakit yangg berbadan hukum PT berkewajiban melaksanakan CSR sebagai mana diatur dalam PP Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggungjawab sosial perusahaan. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskritif, dengan metode pendektan yuridis sosiologis sedangkan data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui studi lapangan dan studi empiris, pustaka adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah rumah sakit swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas melaksanakan ketentuan tentang Patient Safety dalam melakukan baksos dalam bentuk pelayanan kesehatan bagi pasien tidak mampu sebagi tanggung jawab sosial sesaui dengan ketentuan perundang-undangan antara lain UU Kesehatan, Rumah Sakit, Perseroan Terbatas dan Penanaman Modal, adapun bentuk pelaksanaan Patient Safety secara internal di lakukan melalui SK direktur tentang Patient Safety dan surat tugas pelaksanaan bakti sosial, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanannya antara lain: faktor yang mendukung, ketersediaan tenaga sesuai kebutuhan, visi dan misi, karena amanat Undang-Undang, Faktor yang menghambat keterbatasan dana sehinga pelaksanaan baksos hanya tindakan membutuhkan yang tidak terlalu besar, kemudian sponsor hanya diperoleh secara temporel.
TINJAUAN YURIDIS SERTIFIKAT KESEHATAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBANG SIPIL DI INDONESIA Benny Hosiana Tumbelaka; Agnes Widanti; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.912 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.705

Abstract

Penelitian ini meninjau secara yuridis akan keabsahan Sertifikat Kesehatan Penerbangan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu, sejak diterbitkan sampai habis masa berlakunya.Metode pendekatan yang dipergunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif berdasarkan Undang Undang RI nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Pemerintah RI nomor 3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan beserta beserta Peraturan Pelaksanaan dari perundang undangan tersebut.Hasil penelitian ini, bahwa regulasi bidang Keselamatan penerbangan yang berlaku di Indonesia tentang fungsi pengawasan memperoleh Sertifikat Kesehatan, khususnya pada Penerbang Sipil Airline Transport Pilot (Sertifikat Kesehatan kelas satu), telah sesuai dengan standar ICAO, yaitu Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor: SKEP/62/V/2004 tentang Sertifikat Kesehatan Personil Penerbangan. Didapatkan juga bahwa langkah yang diambil agar Sertifikat Kesehatan Penerbang Sipil di Indonesia yang berlaku 6 bulan ke depan, belum ada, baik aturannya, mekanismenya bahkan SDM belum memadai secara kualitas dan kuantitas. Sehingga sertifikat tersebut belum dapat terjaga keabsahannya. Sedangkan Penerbang yang mendapatkan medical flexibility perlu dilindungi statusnya dengan Surat keputusan Menteri bagi Tim penilai kesehatan (Medical Asessor) dan Tim Pakar kesehatan Penerbangan (Aeromedical Consultation Service) yang merekomendasi kasus ini. Penerbang tersebut selain mengisi checklist, ia dijadwalkan secara tetap untuk memeriksakan kekurangannya dan melaporkan pada dokter penerbangan.Sebagai saran dalam penelitian ini agar diusulkan kepada Menteri Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara beberapa hal, yaitu untuk mengeluarkan keputusan tentang tata kerja menjamin keabsahan Sertifikat Kesehatan Penerbang Sipil di Indonesia. Mengusulkan penambahan personil fungsional pada Pusat Kesehatan Penerbangan Sipil sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai Keputusan Menhub no. SK 38/OT 002/Phb.83 tentang organisasi dan tata kerja Balai Kesehatan Penerbangan Dirjen Perhubungan Udara. Dan agar setiap operator penerbangan harus mempunyai dokter penerbangan untuk menerima pendelegasian wewenang dalam pengawasan Penerbang di lapangan termasuk kasus medical flexibility. Mengusulkan agar menerbitkan Surat Keputusan Menteri untuk jabatan Medical Asessor, dan Aeromedical Consultation Service, yang berisi fungsi dan wewenangnya serta pengawakannya agar Penerbang yang mendapatkan medical flexibility terlindungi statusnya.
PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT N. Elly Rosilawati; I. Nasution; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.414 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.697

Abstract

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi. Salah satu strategi dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah mengutamakan pelayanan yang berkualitas kepada setiap masyarakat. Sumber tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan paling berperan dalam peningkatan kualitas. Pemerintah terus-menerus membangun sarana pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya termasuk sumber daya manusianya.Saat ini dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, pemeriksaan penunjang diagnostik kesehatan telah berkembang pula dengan pesat. Salah satu jenis pemeriksaan penunjang yang cukup pesat perkembangannya adalah Ilmu Kedokteran Nuklir. Teknologi ini memanfaatkan sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti radionuklida (radioisotop) buatan untuk tujuan diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia, pengobatan dan juga penelitian di bidang kedokteran. Penggunaan dan jenis senyawa bertanda radionuklida (radiofarmaka) dalam bidang Kedokteran Nuklir di Indonesia berkembang secara terus-menerus. Sediaan radiofarmaka tidak berbeda dengan obat parental konvensional dalam persyaratan kemurnian, keamanan dan manfaatnya. Agar sesuai dengan asas keamanan penggunaan obat maka semua produk radiofarmaka harus melalui perlakuan kendali mutu yang ketat baik dalam proses pembutan produksi maupun peredarannya.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Tehnik pengumpulan data menggunakan studi pustaka untuk mencari data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sistematika penulisan terdiri dari enam bab untuk memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti.Berdasarkan penelitian mengenai sebab akibat antara hubungan penggunaan radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi di Indonesia dan asas keamanan penggunaan obat, bahwa pemerintah belum mengatur mengenai produksi dan peredaran radiofarmaka di Indonesia. Regulasi untuk sediaan radiofarmaka sangatlah diperlukan mengingat radiofarmaka juga merupakan sediaan farmasi sehingga adanya perlindungan hukum bagi pasien bahwa obat yang digunakan memiliki mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. hal ini tentunya sangat penting agar sesuai dengan asas keamanan penggunaan obat.
ANALISIS IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI PERAWAT GIGI (Studi Kasus Di Puskesmas Perawatan Cempae, Kecamatan soreang, Kota Parepare, Propinsi Sulawesi Selatan) Hery Kadang; Tri Wahyu Murni; Yanti Fristikawati
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.908 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.809

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang diera globalisasi ini diprediksikan akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan di bidang kesehatan.Perkembangan ilmu dibidang kedokteran gigi harus diimbangi dengan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik, dengan mengutamakan kepuasan masyarakat dan tetap mengacu pada pelayanan kesehatan dalam dimensi ekonomi, bisnis dan etika. Untuk mengimbangi perkembangan ilmu kedokteran gigi,pentingnya sumber daya manusia kesehatan dalam hal ini dokter gigi selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.Dalam pelaksanaannya, dokter gigi tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya sendiri dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat. Melainkan harus bermitra kerja dengan perawat gigi.Masalah yang timbul saat ini adalah pertama : Keterbatasan jumlah dokter gigi yang bekerja di pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ratio terhadap penduduk 1 : 21.500, dimana ideal ratio 1 : 2000 dan itupun penyebarannya tidak merata. Kedua: tugas ganda dokter gigi selain sebagai penangung jawab pelayanan kesehatan gigi dan mulut juga sebagai pejabat struktural yang menyita perhatian dan konsentrasi lebih dalam pelaksanaannya. Sehingga seringkali tugas pokok dan fungsinya tidak dapat dilaksanakan dengan baik,Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sesungguhnya telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 378/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar profesi Perawat Gigi.peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa dan bagaimana dalam rumusan permasalahan penelitian ini, serta dapat memberikan data atau informasi secara faktual dari kondisi objek penelitian. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nawawi dan Hadari tentang pendekatan kualitatif, Pendekatan kualitatif adalah cara/metode yang digunakan dalam disiplin ilmu sosial untuk mengumpulkan informasi secara factual dari kondisi suatu obyek, dikaitkan dengan pemecahan masalah yang dilihat baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
KEAMANAN PERALATAN RADIASI PENGION DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KESEHATAN DI BIDANG RADIOLOGI DIAGNOSTIK Puji Supriyono; Wila . Candrawila S; Agus H. Rahim; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.379 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.702

Abstract

Aspek keselamatan dalam pemakaian tenaga nuklir di Indonesia dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 363/MENKES/PER/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan pada Sarana Pelayanan Kesehatan, serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/MENKES/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.Salah satu fungsi hukum adalah untuk melindungi para pihak yang terkait dalam hubungan hukum, agar ketentuan-ketentuan yang dibuat benar-benar dapat melindungi para pihak, sehingga terbentuk keadilan hukum.Keadilan hukum tentunya selalu bersisi dua, adil bagi seseorang akan tidak adil bagi orang lain, sehingga perlu diambil ukuran lain yang bagi para pihak terdapat keadilan yang seimbang. Seringkali pihak-pihak yang terkait akan mengmabil ukuran adil yang tentunya menguntungkan bagi didinya, sehingga terdapat banyak pendapat bagi artinya adil, yang paling memadai adalah apa yang dikemukakan oleh John Rawls, bahwa apa keadilan sebagai kepantasan: Justice as fainess.Peneilitian hukum ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif, maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan, dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis kerja.Pemanfaatan tenaga nuklir wajib dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup, sehingga pengaturan yang lebih jelas, efektif, dan konsisten. Pengaturan mengenai Keselamatan Radiasi Pengion ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (untuk selanjunya akan disebut dengan PP Keselamatan Radiasi). Apabila ketentuan-ketentuan hukum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka Jaminan perlindungan keselamatan bagi pekerja kesehatan dibidang radiodiagnostik akan tercapai.
Penelitian Terapi Sel Punca Darah Tali Pusat Dan Asas Manfaat (Penelitian Hukum Normatif Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 833/Menkes/Per/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca) Harjono Koewarijanto; Wila Chandrawila; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.417 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1285

Abstract

Terapi Sel Punca Darah Tali Pusat merupakan perkembangan terkini dalam dunia kedokteran yang manfaatnya mampu untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang tidak dapat di obati dengan terapi konvensional, hal ini memberikan harapan baru bagi penderita penyakit kronis yang tidak mungkin disembuhkan dengan pengobatan biasa. Upaya kesehatan yang dilakukan pada intinya harus memberikan keuntungan dan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada pasien dalam arti memenuhi asas kemanfaatan. Sehingga timbul pertanyaan apakah pengaturan tentang sel punca menyebabkan dilanggarnya asas kemanfaatan?Pada penelitian hukum yang dilakukan pada tesis ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sehingga jenis metode penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif, maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan, dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis.Perkembangan penelitian dan terapi sel punca yang diatur dalan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan dijabarkan dalam Permenkes dan Kepmen bertujuan untuk mengawasi penelitian dan terapi sel punca di Indonesia. Ketentuan memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan penelitian dengan tujuan tidak merugikan pasien dan hasil penellitian memberikan hasil yang optimal terhadap penyembuhan pasien.Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama di muka hukum dan dijamin oleh konstitusi, sehingga setiap orang mendapatkan hak yang sama dengan yang lainnya dan melaksanakan kewajiban yang sama pula. Beberapa asas hukum yang dianut adalah asas keadilan dan asas kemanfaatan, yang selalu dipertimbangkan dalam setiap pembentukan Undang-Undang, sehingga setiap ketentuan yang menyangkut dua pihak, selalu ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, sebab adil bagi seseorang, akan tidak adil bagi yang lainnya.Terapi Sel Punca darah Tali Pusat memberikan harapan akan kesembuhan yang lebih menjanjikan dan penelitian di bidang ini masih terus dilaksanakan agar didapat hasil yang optimal, dengan kegagalan yang seminimal mungkin. Asas kemanfaatan dalam hukum bertujuan memberikan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi pelaksanaan dari peraturan tersebut, agar terbentuk kesimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang terkait. Sehingga didapat jawaban sementara jika ditentukan terapi sel punca darah tali pusat dengan baik dan komprehensif, maka dipenuhi asas kemanfaatan
ASAS KEHATI-HATIAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PIDANA BIDAN PADA KASUS ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) Arief Suryanda; Endang Wahyati Y.; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.483 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.695

Abstract

Tesis ini bertujuan untuk mengetahui azas kehati-hatian dan tanggung jawab hukum pidana bidan pada kasus Angka Kematan Ibu dengan mengacu pada Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009, Undang-undang Praktek Kedokteran, Permenkes RI 149 tahun 2010 dan Permenkes RI 369 tahun 2007 serta KUHPAsas kehatian-hatian dalam profesi bidan sudah melekat dikarenakan merupakan lulusan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU RI No 36/2009 dan UU RI No 29/2004 serta Permenkes No 149/2010,Permenkes RI No 369/2007) dan mempunyai kode etik profesi, standar pelayanan dan adanya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah dan organisasi profesi. Sehingga menimbulkan keselamatan pasien yang berakibat menurunnya Angka Kematian Ibu.Pelayanan asuhan kebidanan yang tidak sesuai dengan sesuai dengan standar pelayanan, standar operasional prosedur, melakukan pelayanan asuhan kebidanan dengan melampaui kewenangannya.Yang menimbulkan ketidak puasan pasien/keluarganya, maka hal tersebut menimbulkan tanggung jawab hukum bidan.Dalam kaitannya pada kasus Angka Kematian Ibu diluar persalinan normal, karena tidak dipatuhinya azas kehati-hatian yang ditangani oleh bidan dapat menimbulkan tanggung jawab hukum, baik berupa pidana, perdata maupun administratif.