Endang Wahyati Y
Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PELAKSANAAN PATIENT SAFETY DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI BAKTI SOSIAL DI RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA Gerardus Gegen; Endang Wahyati Y; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.875 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.781

Abstract

Dalam memberikan Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit, namun hal ini tidaklah mudah dilakukan mengingat pelayanan kesehatan merupakan suatu organisasi yang sangat komplek, dibutuhkan suatu pengelolaan yang baik sehingga dalam pelayanan pasien merasa terlayani dengan baik. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Keselamatan Pasien, dilain pihak Rumah Sakit yangg berbadan hukum PT berkewajiban melaksanakan CSR sebagai mana diatur dalam PP Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggungjawab sosial perusahaan. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskritif, dengan metode pendektan yuridis sosiologis sedangkan data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui studi lapangan dan studi empiris, pustaka adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah rumah sakit swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas melaksanakan ketentuan tentang Patient Safety dalam melakukan baksos dalam bentuk pelayanan kesehatan bagi pasien tidak mampu sebagi tanggung jawab sosial sesaui dengan ketentuan perundang-undangan antara lain UU Kesehatan, Rumah Sakit, Perseroan Terbatas dan Penanaman Modal, adapun bentuk pelaksanaan Patient Safety secara internal di lakukan melalui SK direktur tentang Patient Safety dan surat tugas pelaksanaan bakti sosial, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanannya antara lain: faktor yang mendukung, ketersediaan tenaga sesuai kebutuhan, visi dan misi, karena amanat Undang-Undang, Faktor yang menghambat keterbatasan dana sehinga pelaksanaan baksos hanya tindakan membutuhkan yang tidak terlalu besar, kemudian sponsor hanya diperoleh secara temporel.
IMPLEMENTASI HOSPITAL BYLAWS DI RUMAH SAKIT SANTO ANTONIO BATURAJA SETELAH BERLAKUNYA PERMENKES NOMOR: 755/MenKes/Per/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT Lucia Murniati; Endang Wahyati Y; Siswo Putranto Santoso
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.259 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.817

Abstract

Hospital Bylaws mengatur tentang hak dan kewajiban pemilik, direktur, staf medis, tenaga kerja lainnya dan pasien yang memiliki sifat tailor made, namun tetap diperlukan sebagai sarana pengaturan atau hukum dasar bagi rumah sakit, yang isi dari Hospital Bylaws merupakan kekhususan dari setiap rumah sakit.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, studi penelitian ini membahas aspek yuridis dan sekaligus membahas aspek sosial yang melingkupi gejala hukum tertentu. Metode analisis yang digunakan analisis kualitatif yaitu melakukan analisis data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi di lapangan dan hasil wawancara dengan responden, dilengkapi data sekunder dari Rumah Sakit St. Antonio Baturaja serta data sekunder berupa kepustakaan hukum.Ketentuan hukum mengenai Hospital Bylaws didasarkan pada UU Praktek Kedokteran, UU Pelayanan Publik, UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit. Hospital Bylaws merupakan kewajiban bagi Rumah Sakit maka Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja menyusun dan melaksanakan Hospital Bylaws. Pelanggaran atas kewajiban dapat dikenakan sanksi administrasi. Bentuk pengaturan Hospital Bylaws adalah PerMenKes Nomor: 755/MenKes/Per/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit dengan tujuan mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah sakit dalam rangka meningkatkan profesionalisme staf medis. Implementasi di Rumah Sakit Antonio Baturaja belum berjalan sesuai dengan ketentuan karena dipengaruhi oleh faktor yuridis dan faktor teknis Persoalan yuridis adalah PerMenKes Nomor: 755/MenKes/Per/IV/2011 seharusnya tidak mengatur Hospital Bylaws karena merupakan instrumen yang berbeda.
PERAN DAN KEDUDUKAN HUKUM DOKTER KELUARGA DALAM PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA ASURANSI KESEHATAN (PT ASKES PERSERO) DI KABUPATEN TEMANGGUNG Puji Lestari; Endang Wahyati Y; Y. Budi Sarwo
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.866 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.783

Abstract

Pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada tingkat primer melalui pelayanan dokter keluarga, yang dilaksanakan oleh PT.Askes (Persero).Metode penelitian menggunakan yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan ketentuan hukum belum diatur. Peran dan kedudukan hukum dokter keluarga masih mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang dokter dan dokter gigi. Pengaturan dokter keluarga secara khusus belum ada. Kewenangan dokter keluarga sama dengan dokter dan dokter gigi. Akibat hukum dari kedudukan hukum antara dokter keluarga hubungannya dengan PT. Askes yang tidak jelas sehingga dokter keluarga tidak terlindungi secara hukum.Pelaksanaan pelayanan dokter keluarga pada peserta askes sama dengan pasien umum, pelayanan kesehatan mengacu pada perjanjian kerjasama antara dokter keluarga dengan PT. Askes (Persero). Kesimpulannya adalah pengaturan tentang dokter keluarga belum ada sehingga tidak ada perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan bagi peserta askes. Pelaksanaan praktik dokter keluarga askes tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERAWAT GIGI DALAM MELAKUKAN PELAYANAN ASUHAN KESEHATAN GIGI DI PRAKTIK MANDIRI Irma Haida Yuliana Siregar; Endang Wahyati Y; Djoko Widyarto JS.
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.133 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.707

Abstract

Praktik mandiri perawat gigi perlu mendapat perhatian khusus mengingat peraturan-peraturan hukum yang mengaturnya belum memberikan kejelasan yang pasti. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal ini sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai ketentuan-ketentuan hukum praktik mandiri dan gambaran tentang asas perlindungan hukum bagi perawat gigi yang melakukan praktik mandiri serta hubungan antara kedua hal tersebut di atas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder yang mencakup asas-asas dan kaidah-kaidah hukum mengenai perawat gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut serta praktik mandiri perawat gigi. Selanjutnya dianalisa dengan metode kualitatif normatif yang merumuskan tentang ada tidaknya perlindungan hukum bagi perawat gigi yang melakukan praktik mandiri. Hasil analisa adanya peraturan-peraturan yang dimultitafsirkan yaitu mengenai lisensi perawat gigi, jabatan fungsional dalam praktik mandiri serta perijinan praktik mandiri . Multitafsir ini menunjukkan adanya ketidakpastian hukum sehingga dapat disimpulkan tidak adanya perlindungan hukum bagi perawat gigi dalam melaksanakan praktik mandiri.
PERAN DOKTER PENERBANGAN DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI PENERBANG UNTUK KESELAMATAN PENERBANGAN Dominiques Reggy Marfilan Tinggogoy; Endang Wahyati Y; Johnny Wirgho
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.663 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.779

Abstract

Industri penerbangan dunia berkembang sangat cepat, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam keselamatan penerbangan terdapat peran penting dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang. Terciptanya penerbang yang sehat akan mengurangi faktor resiko terjadinya kecelakaan pesawat, dimana faktor yang paling dominan adalah faktor manusia. Penelitian ini meninjau secara yuridis implikasi peran dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang untuk keselamatan penerbangan.Metode pendekatan yang dipergunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan beserta Peraturan Pelaksanaan dari perundang undangan tersebut.Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pengaturan hukum tentang kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang dasar hukumnya Pasal 58 dan Pasal 59 UU Penerbangan, dimana penerbang wajib melakukan pemeriksaan kesehatan, yang merupakan prasyarat penerbang dinyatakan sehat dan dapat menjalankan tugas terbangnya. Peran dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang dasar perannya kewenangan, dimana produk hukumnya berupa sertifikat kesehatan penerbangan, yang diterbitkan oleh Balai Kesehatan Penerbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran dokter penerbangan dalam kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang terdiri dari faktor yuridis, dimana beberapa ketentuan tidak terdapat kejelasan sanksi apabila penerbang tidak melakukan kewajiban pemeriksaan kesehatan setiap 6 bulannya sehingga dapat dilanggar dan belum berjalan maksimal, dan faktor teknis berupa SDM yang jumlahnya kurang, belum tersedianya alat-alat medis yang menunjang pemeriksaan, serta faktor pendidikan, dimana dokter penerbangan yang memiliki kewenangan dalam pemeriksaan kesehatan penerbangan yaitu dokter yang telah mengikuti dan lulus dalam pendidikan khusus kedokteran penerbangan. Peran dokter penerbangan dalam keselamatan penerbangan belum berjalan optimal.
PERAN BIDAN DALAM PELAKSANAAN PERMENKES NOMOR 631/MENKES/ PER/III/2011 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERMENKES NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN (Studi Kasus Pelayanan Kebidanan Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal . Sariyati; Endang Wahyati Y; C. Tjahjono Kuntjoro
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.759 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.824

Abstract

The role of midwives in service delivery assurance in dr. H. Soewondo Kendal based on Permenkes No. 2562/MENKES /PER/XII/2011 on Technical Guidelines for Labor Warranty. The aim is to implement the appropriate authority midwifery services, with the ultimate goal of reducing the MMR (Maternal Mortality Rate) and IMR (Infant Mortality Rate). If viewed from Permenkes 1464/Menkes /Per/X/2010 number of licenses and the implementation of midwifery practice, it is not really appropriate authority for the role of the midwife in the hospital to service delivery is a delivery service assurance of advanced midwives in hospitals. The scope of service includes pregnant women, maternity (risti), childbirth, newborns, family planning and treatment of complications in obstetrics. So based on the authority role of the midwife in the hospital should not be for the scope of services for maternity delivery guarantee (risti) and treatment of complications in obstetrics
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN JAMINAN PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI TAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN HAK ASASI MANUSIA Lenny M. Siregar; Endang Wahyati Y; Y. Budi Sarwo
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/shk.v2i1.814

Abstract

Hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara, termasuk di dalamnya tahanan di Rumah Tahanan POLRI dan merupakan hak yang bersumber dari Hak Asasi Manusia. Jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan tahanan bagi tahanan POLRI pada dasarnya belum secara jelas diatur dalam suatu ketentuan peraturan Perundangan-undangan. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan di RUTAN POLRI, untuk mengetahui pelaksanaan pemberian jaminan pelayanan kesehatan bagi tahanan di RUTAN POLRI berdasarkan HAM di Polres Metro Jakarta Timur, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan berdasarkan HAM bagi tahanan di RUTAN POLRI.Penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif, dengan pendekatan Yuridis Sosiologis, sedangkan data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi lapangan dan studi pustaka. Adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.Bahwa kebijakan Pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan POLRI didasarkan pada ketentuan Perundang-undangan antara lain UUD Tahun \1945, UU HAM, UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, UU SJSN, UU BPJS, Perpres tentang Jamkesmas, yang bentuk pengaturannya dituangkan di dalam Peraturan Kapolri tentang Pengurusan Tahanan Pada RUTAN POLRI,Keputusan Kapolri tentang Norma Indek di Lingkungan POLRI, Petunjuk Administrasi Kapolri tentang Prosedur Pengelolaan Biaya Perawatan dan Makan Tahanan di Lingkungan POLRI,Dan Prosedur Tetap tentang Pelaksanaan Perawatan Tahanan Polda Metro Jaya, dengan tujuan agar tahanan mendapatkan jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan yang layak. Dalam implementasi tersebut maka RUTAN POLRI belum sepenuhnya menjamin biaya kesehatan bagi tahanan, mengingat ketidakjelasan kedudukan hukum para tahanan khususnya ditinjau dari pengertian pasien miskin atau orang tidak mampu. Disamping itu, keterbatasan keterbatasan anggaran yang disediakan dari POLRI, sehingga perlu dibuat aturan yang jelas tentang jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan POLRI berdasarkan HAM
PEMBERIAN KEWENANGAN TAMBAHAN KEPADA DOKTER GIGI DALAM RANGKA PEMERATAAN PELAYANAN KESEHATAN Nelson Situmorang; Endang Wahyati Y; Eddy Priyono
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.395 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.820

Abstract

Penumpukan dokter gigi spesialis di kota-kota besar berbanding terbalik dengan kebutuhan di daerah. Kondisi ini mengakibatkan tidak meratanya pelayanan kesehatan yang berakibat pada kecacatan bahkan kematian. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata merupakan hak dasar yang dimiliki tiap-tiap Warga Negara baik di kota besar maupun di pedesaan. Upaya penanggulangan persoalan ini telah memunculkan gagasan pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang Pemberian Kewenangan Tambahan Kepada Dokter Gigi Dalam Rangka Pemerataan Pelayanan Kesehatan: Kajian Terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik KedokteranKajian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan analisis deskriptif kualitatif, kualifikasi yuridis normative, dan penggunaan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer menggunakan perundang-undangan, bahan hukum sekunder menggunakan pustaka relevan, dan bahan hukum tersier menggunakan kamus dan ensiklopedia.Hasil penelitian menunjukkan absennya dokter gigi spesialis sebagai pihak yang berkompeten di daerah, telah menjadikan konsep pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi menjadi urgen dan relevan. Urgensi dan relevansi pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi berkaitan erat dengan kebijakan pemerataan pelayanan kesehatan
KETENTUAN TEKNIS TENTANG UJI DAN PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON ANGGOTA WANITA ANGKATAN UDARA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Krismono Irwanto; Endang Wahyati Y; Djoko Widyarto JS
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.934 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.816

Abstract

Menjadi anggota Tentara Nasional Indonesi aktif diperlukan syarat yang harus dipenuhi ialah Uji dan Pemeriksaan Kesehatan yang diatur di dalam Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan. Tujuannya adalah untuk memperoleh prajurit matra udara yang memiliki kesehatan yang optimal dan mampu melaksanakan tugasnya. Namun terhadap calon anggota Wanita Angkatan Udara, ternyata memiliki pengaturan yang berbeda. Pada Petunjuk Teknis mengharuskan syarat perawan bagi calon anggota Wanita Angkatan Udara. Padahal ketentuan ini tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi status kesehatannya secara keseluruhan. Tetapi syarat ini memiliki implikasi yang tidak sederhana karena berpengaruh pada lulus-tidaknya calon anggota Wanita Angkatan Udara. Selain itu Petunjuk Teknis ini berdampak cukup besar dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak azasi manusia, karena di dalam beberapa pengaturannya diduga terdapat pengabaian hak-hak yang semestinya diterima oleh calon anggota Wanita Angkatan Udara sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama.Metode penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan adalah data sekunder atau studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat antara ketentuan hukum Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan calon Wanita Angkatan Udara dengan perlindungan Hak Azasi Manusia.Sebagai hasilnya ditemukan beberapa penyimpangan di dalam ketentuan Petunjuk Teknis yang berkaitan dengan perlindungan Hak Azasi Manusia seperti perlakuan diskriminatif, kurangnya perhatian pada hak-hak calon anggota Wanita Angkatan Udara yang berhubungan dengan organ reproduksinya dan hak untuk mendapatkan informasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan ini ternyata tidak didasarkan pada perlindungan Hak Azasi Manusia terutama hak sehat seperti yang seharusnya diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Udang Hak Azasi Manusia, tapi lebih pada konsep kemiliteran yang doktrinal, akibatnya secara yuridis formal banyak terjadi penyimpangan dan kelemahan yang sifatnya berdampak pada tujuan perlindungan hukumnya.
PELAKSANAAN KEWENANGAN PERAWAT GIGI DALAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ni Made Witari Dewi; Endang Wahyati Y; Edi Sumarwanto
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.667 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.821

Abstract

Pelayanan kesehatan didukung oleh tenaga kesehatan yang menjalankan tugasnya secara profesional sesuai dengan kewenangannya. Perawat gigi dapat melaksanakan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut di Puskesmas dengan memiliki kewenangan profesional. Peneliti ingin mengetahui apakah kewenangan perawat gigi dalam melaksanakan tugasnya di Puskesmas sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup kewenangan dan tugas perawat gigi diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka dalam menjalankan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut, perawat gigi harus memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris/sosiologis. Penelitian yang bersifat deskriptif analisis ini dilakukan di Kabupaten Badung, dengan mengambil sampel lokasi di tiga Puskesmas. Metode sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Penelitian ini menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatifmenggunakanperaturanperundang-undangan.Pelaksanaan kewenangan perawat gigi dalam pelayanan kesehatan gigi danmulutdi Puskesmas Kabupaten Badung, didasarkan pada Undang-Undang yang pelaksanaanya diatur pada beberapa peraturan teknis. Bentuk pengaturan kewenangan perawat gigi salah satunya diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2012. Pelaksanaan tugas perawat gigi di Puskesmas Kabupaten Badung, dilaksanakan melalui perizinan, penyelenggaraan pekerjaan, serta pembinaan pengawasan. Adapun pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan hukum tersebut. Hal ini dipengaruhi olehfaktor yuridis dan faktor nonyuridis. Faktor yuridis yaitu tidaksesuainyaamanatUndang-UndangKesehatandenganPeraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2012, ketentuan mengenai kewenangan perawat gigi tidak menjadi dasar hukum pada pembentukkan protap Puskesmas. Faktor nonyuridis diantaranya kurang berperannya lembaga terkait mengenai pelaksanaan kewenangan perawat gigi yaitu Pemerintah dan organisasi profesi belum melakukan pembinaan melalui sosialisasi pelaksanaan penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi.Dokter gigi yang memberikan tugas limpah kepada perawat gigi secara lisan yang melanggar ketentuan perundang-undangan,dan perawat gigi yang kurang proaktif menambah wawasan mengenai ketentuan hukum ruang lingkup kewenangan dan tugasnya