Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TRADISI TEMANTEN KUCING MASYARAKAT DESA PALEM TULUNGAGUNG DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER Putri Retnosari
Metalanguage: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1 No 01/2021/03 (2021): Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP WIDYA DARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.723 KB)

Abstract

Masyarakat Indonesia di setiap daerah memiliki kekayaan pengetahuan lokal yang biasa disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal sebagai salah satu alat perekat suatu bangsa saat ini sangat diperlukan. Akan tetapi, beberapa kearifan lokal di daerah satu persatu mulai memudar. Hal ini dikarenakan arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang semakin deras kehadirannya membuat kearifan lokal menjadi terlupakan. Penelitian ini penting dilakukan di tengah krisis persatuan bangsa dan krisis nilai ketuhanan setiap individu. Sebab, melalui kearifan lokal di setiap daerah dapat mengeratkan kembali persatuan antar warga dan dapat menumbuhkan jiwa-jiwa Pancasilais kembali. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis makna tradisi temanten kucing masyarakat desa Palem Tulungagung. Menganalisis objektivisme Max Scheler terhadap nilai-nilai tradisi temanten kucing masyarakat desa Palem Tulungagung.
TRADISI TEMANTEN KUCING MASYARAKAT DESA PALEM TULUNGAGUNG DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER Putri Retnosari
Metalanguage: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1 No 01 Maret (2021): Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia
Publisher : Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP WIDYA DARMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.723 KB) | DOI: 10.56707/jmela.v1i01/2021/03.13

Abstract

Masyarakat Indonesia di setiap daerah memiliki kekayaan pengetahuan lokal yang biasa disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal sebagai salah satu alat perekat suatu bangsa saat ini sangat diperlukan. Akan tetapi, beberapa kearifan lokal di daerah satu persatu mulai memudar. Hal ini dikarenakan arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang semakin deras kehadirannya membuat kearifan lokal menjadi terlupakan. Penelitian ini penting dilakukan di tengah krisis persatuan bangsa dan krisis nilai ketuhanan setiap individu. Sebab, melalui kearifan lokal di setiap daerah dapat mengeratkan kembali persatuan antar warga dan dapat menumbuhkan jiwa-jiwa Pancasilais kembali. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis makna tradisi temanten kucing masyarakat desa Palem Tulungagung. Menganalisis objektivisme Max Scheler terhadap nilai-nilai tradisi temanten kucing masyarakat desa Palem Tulungagung.
MELACAK JEJAK KEARIFAN LOKAL: PERAN BIJAK SESEPUH DESA PLUNTURAN PONOROGO DALAM MENERUSKAN TRADISI BUDAYA Lukman Hakim; Widiyatmo Eko Putro; Putri Retnosari
Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial Vol 7 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Pendidikan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38043/jids.v7i2.4518

Abstract

Penelitian menjelaskan praktik kebudayaan di Desa Plunturan Ponorogo dan menemukan arena produksi kultural dalam transformasi perubahan sistem perangkat desa. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi dengan unsur-unsur: epoche: pengurungan prasangka (2) intensionalitas: keterarahan kesadaran-penghayatan (verstehen) (3) noema: merumuskan bentuk subjek atau objek yang diteliti (3) noesis: menangkap abstraksi subjek (4) reduksi fenomenologis: menyaring informasi-fenomena (5) reduksi Eidetik: menemukan hakikat tersembunyi (6) bracketing, membandingkan dengan persepsi orang lain mengenai fenomena yang diamati. Adapun hasil penelitian ini meliputi (1) adanya peran sesepuh di level front stage sebagai referensi utama dalam menempatkan sesepuh di level aktor (2) peran sesepuh di level back stage berkaitan dengan wilayah di mana sesepuh memainkan peran sentral dan mempersiapkan segala tata-cara, atribut dan simbol-simbol yang menjadi jangkar bagi dramaturgi kebudayaan yang dimainkan yang menjadikan sesepuh sebagai penyedia (3) arena produksi kultural meliputi audiens, yaitu masyarakat atau seluruh warga lokal yang mengkonsumsi penampilan sesepuh dan menjadikannya rujukan penting bagi praktik sosial yang menjadikan sesepuh sebagai penggali (4) pengelolaan kesan (impression management) dimainkan sesepuh dengan mengkondisikan adrenalin masyarakat dalam mengkonsumsi pesan menjadikan sesepuh berperan pengawal nilai-nilai kultural bagi masyarakat desa.