Joas Adiprasetya, Joas
Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Dua Tangan Allah Merangkul Semesta: Panentheisme dan Theenpanisme Joas Adiprasetya
Indonesian Journal of Theology Vol 5 No 1 (2017): Edisi Reguler - Juli 2017
Publisher : Asosiasi Teolog Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.113 KB) | DOI: 10.46567/ijt.v5i1.33

Abstract

This article proposes a Trinitarian imagination that demonstrates the embrace of the whole universe by the Son and the Holy Spirit, the two hands of God, through the creation and perfection of the universe. Both divine acts take place in the incarnation of the Son and the inhabitation of the Holy Spirit. The Trinitarian perichoretic principle also applies to the relationship between God and creation in such a way that, not only is the whole universe in the Son (panentheism), but so too the Holy Spirit permeates the whole universe (theenpanism). As a result, Christian theology offers a comforting pastoral message, namely, that the universe is never entirely separable from the loving communion of the Triune God.
AKULAH JALAN, KEBENARAN, DAN HIDUP Joas Adiprasetya
Jurnal Amanat Agung Vol 10 No 2 (2014): Jurnal Amanat Agung Vol. 10 No. 2 Tahun 2014
Publisher : STT Amanat Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berusaha mengkonstruksi sebuah tafsir Trinitaris atas teks Yohanes 14:6 yang kerap dipandang sebagai “batu sandungan” bagi relasi Kristiani dengan agama-agama lain. Dengan menyadari ketidakmungkinan untuk meneruskan tipologi lama (eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralisme), penulis menghadirkan sebuah cara mendekati teks tersebut dari perspektif bapa-bapa gereja sekaligus mengkonstruksi serpihan teologi agama-agama yang diharapkan dapat menjembatani ketegangan antara komitmen Kristiani dan keterbukaan antar iman. Usaha tersebut hanya dapat berhasil jika kita mempergunakan perspektif Trinitaris untuk memahami teks tersebut.
Dari Tangga ke Taman: Multiplisitas Pertumbuhan Iman dan Implikasinya bagi Karya Pedagogis, Pastoral, dan Liturgis Gereja Joas Adiprasetya
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 4, No 2 (2020): April 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v4i2.232

Abstract

Abstract. This article proposes the garden model as a new approach that is hospitable to multiple types of spirituality and faith growth. Such a model is characterized as heterogeneous and non-normative. As such, it becomes an alternative to the ladder model that is more homogenous and normative, as explicated in the thought of James Fowler. By comparing the ladder and the garden models, as well as several examples within the garden model, the author demonstrates the advantages of the garden model and its implications for pedagogical, pastoral, and liturgical works of the church. The research shows that the garden model is beneficial in making space for multiple ways toward faith growth as well as the enrichment of the life of the church that respects diversity and celebrates unity.Abstrak. Artikel ini menawarkan model taman sebagai sebuah pendekatan baru yang bersikap ramah pada keberagaman tipe spiritualitas dan pertumbuhan iman. Model ini bersifat heterogen dan non-normatif dan menjadi alternatif bagi model tangga, yang ditampilkan dalam pemikiran James Fowler, yang lebih bersifat homogen dan normatif. Dengan melakukan komparasi antara model tangga dan model taman, serta komparasi atas berbagai contoh dari dalam model taman sendiri, penulis memperlihatkan keunggulan dari model taman ini serta implikasinya bagi praktik pedagogis, pastoral, dan liturgis gereja. Penelitian ini menunjukkan bahwa model taman mampu memberi ruang luas bagi beragam jalan menuju pertumbuhan iman serta pemerkayaan kehidupan gereja yang sekaligus menghargai perbedaan dan merayakaan kesatuannya.
KEHADIRAN YANG SETIA DI RUANG PUBLIK Joas Adiprasetya
Jurnal Teologi (Journal of Theology) Vol 11, No 01 (2022)
Publisher : P3TK, Sanata Dharma University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24071/jt.v11i01.4512

Abstract

AbstractThis article investigates the possibility of the presence of the Church in the the public space through the presence of Christian persons in their various everyday spheres. By employing the dyadic understanding of abiding-and-go (Michael Gorman) and abiding-and-sending (the Generous Love document), I argue that Christians represent the whole church in their presence in the public space. In turn, by representing the whole church, Christians also make the Trinitarian communion present through their public engagement. As such, the church participates in God’s mission (missio Dei) both institutionally and personally.AbstraksiArtikel ini menyelidiki kemungkinan kehadiran Gereja di ruang publik melalui kehadiran orang-orang Kristen di berbagai ruang keseharian mereka. Dengan menggunakan pemahaman diadik tentang tinggal-dan-pergi (Michael Gorman) dan tinggal-dan-mengirim (dokumen Cinta yang Murah Hati), saya berpendapat bahwa orang Kristen mewakili seluruh gereja di hadapan mereka di ruang publik. Pada gilirannya, dengan mewakili seluruh gereja, orang Kristen juga menghadirkan persekutuan Tritunggal melalui keterlibatan publik mereka. Dengan demikian, gereja berpartisipasi dalam misi Tuhan (missio Dei) baik secara institusional maupun pribadi.
In Search Of A Christian Public Theology In The Indonesian Context Today Joas Adiprasetya
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 12 No. 1 (2013): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.142 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v12i1.121

Abstract

Abstract: This article deals with the contemporary task of Christian public theology in constructing a contextual model that is able to maintain the dialectic of commonality and particularity. Such a model must pay attention to the search for common ground among many cultural-religious identities, while at the same time it must respect those identities in their own paticularities. The sensitivity to and solidarity with the victims of the New Order’s’ regime must also be fundamental elements of such a model. To do so, this article discusses two competing theories in social philosophy (liberalism and communitarianism), and their parallel theories in theology (revisionism and post-liberalism). The necessity to construct a more balanced third way between those theories is needed, if Indonesian Christians want to be open to their social and political call and faithful to their Christian distinctiveness. Keywords: Public theology, liberalism, communitarianism, revisionism, post-liberalism, commonality, particularity. Abstrak: Artikel ini membahas tugas kontemporer teologi publik Kristen dalam mengkonstruksi sebuah model kontekstual yang mampu mempertahankan dialektika kesamaan dan kekhususan. Model semacam ini haruslah memperhatikan usaha menemukan dasar bersama di antara banyak identitas kultural-religius, sekaligus pada saat bersamaan menghargai identitas-identitas tersebut di dalam keunikan mereka masing-masing. Kepekaan dan solidaritas pada para korban di bawah rejim Order Baru di masa silam harus menjadi unsur-unsur mendasar bagi model semacam itu. Artikel ini mendiskusikan dua teori yang saling bersaing di dalam filsafat sosial (liberalisme dan komunitarianisme), dan teori-teori sejajar di dalam teologi (revisionisme dan pascaliberalisme). Tuntutan untuk mengkonstruksi sebuah jalan ketiga yang lebih seimbang antara teori-teori tersebut sungguh dibutuhkan, jika orang-orang Kristen Indonesia ingin berbuka pada panggilan sosial dan politis mereka sembari tetap setia pada keunikan Kristiani mereka. Kata-kata Kunci: Teologi publik, liberalisme, komunitarianisme, revisionisme, pascaliberalisme, komunalitas, partikularitas.
Nabi dan Sahabat: Teologi Publik sebagai Keterlibatan Simbolis Joas Adiprasetya
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 5, No 2 (2022): Vol 5, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v5i2.413

Abstract

 Abstract:By using “symbolic engagement” as its method for thinking of the relationship between Church and the public space, this article proposes a constructive public theology that emphasizes the threefold prophetic task: critique, solidarity, and hope. Such a prophetic task must be carried on in the dialectic between the church’s faithfulness to the Kingdom of God and its participation in the world dominated by other kingdoms or empires. Therefore, any public theology must assert the identity of the church as a faithful presence, which simultaneously prophetic and hospitable. Keywords: symbolic engagement; prophetic; friendship; faithful presence  Abstrak: Dengan mempergunakan “keterlibatan simbolis” sebagai metode berpikir bagi relasi Gereja dan ruang publik, makalah ini mengusulkan sebuah konstruksi teologi publik yang menampilkan tugas profetis dengan tiga poros, yaitu kritik, solidaritas, dan pengharapan. Tugas profetis tersebut harus dijalani dalam ketegangan di dalam kesetiaan Gereja pada Kerajaan Allah dan keterlibatan di dalam dunia yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan lain (empire). Maka, teologi publik harus menegaskan identitas Gereja sebagai sebuah kehadiran yang setia, yang sekaligus profetis dan bersahabat. Kata Kunci: keterlibatan simbolis; profetis; persahabatan; kehadiran yang setia
On be...ing political: Empat model identitas ramah-gereja di bawah bayang-bayang kanopi suci kebangsaan Adiprasetya, Joas
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) Vol 7, No 2: Teologi Menstimulasi Nilai-nilai Kemanusiaan dan Kehidupan Bersama dalam Bingkai Kebang
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v7i2.358

Abstract

This article discusses the idea of a hospitable church that struggles under the sacred canopy of the state, especially in the Indonesian context. By using Stanley Hauerwas’ social ethics and ecclesiology that views the church as an exemplary community, this article proposes an ecclesial model that maintains the tension of being true to its nature on the one hand and being political on the other hand. Such a model is demonstrated through its four dimensions: beholding, becoming, belonging, and befriending. The paper ends with a conclusion, in which the author reflects on the four dimensions by using the perspective of the four classical marks of the church (notae ecclesiae). AbstrakArtikel ini membahas gagasan mengenai gereja dengan identitas-ramah yang berjuang di bawah kanopi suci negara, khususnya dalam konteks Indonesia. Dengan menggunakan etika sosial dan eklesiologi Stanley Hauerwas, yang memandang gereja sebagai komunitas eksemplaris, artikel ini mengusul-kan model gerejawi yang mempertahankan ketegangan antara menjadi setia pada hakikatnya di satu sisi dan menjadi politis di sisi lain. Model semacam itu ditunjukkan melalui empat dimensinya: beholding, becoming, belonging, dan befriending. Makalah diakhiri dengan kesimpulan yang di dalamnya penulis merefleksikan empat dimensi di atas dengan menggunakan perspektif empat tanda klasik gereja (notae ecclesiae).
KRISTOLOGI KURBAN DAN REKONSILIASI KRISTEN Joas Adiprasetya
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 6, No 2 (2023): J.VoW Vol 6. No. 2 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36972/jvow.v6i2.181

Abstract

Perdamaian atau rekonsiliasi merupakan tema penting di dalam teologi Kristen. Relevansinya bagi doktrin maupun kehidupan Kristiani di tengah relasi sosialnya telah lama diakui. Namun demikian, diskusi mengenai relasi antara dimensi soteriologis dan dimensi sosial dari perdamaian atau rekonsiliasi ini kurang mendapat perhatian yang memadai. Artikel ini mengusulkan sebuah Kristologi Kurban yang menjadi basis bagi usaha mempertautkan kedua dimensi tersebut. Kristologi Kurban tersebut dikonstruksi berdasarkan doktrin inkarnasi yang memberi ruang partisipasi bagi orang percaya melalui prinsip transkarnasi dan interkarnasi yang memperlihatkan multiplisitas partisipasi ke dalam peristiwa inkarnasi yang tunggal itu. Untuk itu, artikel ini mengusulkan dua tesis utama yang saling berkaitan. Tesis yang pertama terfokus pada Kristus Sang Kurban sebagai prinsip rekonsiliasi dalam iman Kristen, sementara tesis kedua terkait dengan implikasi rekonsiliasi sosial dari inkarnasi Kristus. Lewat pembahasan mengenai kedua tesis ini disimpulkan bahwa manusia menemukan agensinya dalam proses perdamaian di dalam Kristus sebagai primasi dan altimasi dari karya perdamaian tersebut.
BERHIMPUN DAN TERSEBAR: MENIMBANG DUA MODEL EKLESIOLOGI Joas Adiprasetya
Diegesis : Jurnal Teologi Vol 8 No 2 (2023): DIEGESIS: JURNAL TEOLOGI
Publisher : Bethel Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46933/DGS.vol8i21-15

Abstract

This article intends to discuss and compare two ecclesiological models, namely, the gathered church and the scattered church, and to find their relevance to the life of the post-pandemic churches. By surveying several texts of Acts and the ecclesial practices in some eras in enlivening both models, the article attempts to discover some paradigmatic patterns of being the church. The result of this research is expected to be beneficial for constructing an ecclesiology for the post-pandemic season.
Resiliensi Dialogis: Gereja Liminal Memberlakukan Janji, Misi, dan Kompromi Joas Adiprasetya; Cahyono Budi Wibowo
Pengarah: Jurnal Teologi Kristen Vol 5 No 2 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Tiranus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36270/pengarah.v5i2.157

Abstract

Artikel ini berusaha untuk merespons realitas kontemporer yang ditandai dengan situasi pascapandemi yang liminal dan penuh dengan ketidakpastian. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bekal spiritual terbaik yang dapat dimiliki oleh Gereja dalam merespons situasi pascapandemi ini. Dengan mempergunakan metode analitis dan konstruktif, artikel ini berusaha memperjumpakan eklesiologi idealis dan eklesiologi konkret. Penulis menemukan bahwa terdapat prinsip rangkap-tiga—janji, misi, dan kompromi—yang terangkum ke dalam apa yang disebut “resiliensi dialogis” sebagai sebuah spiritualitas liminal pascapandemi. Secara khusus pemikiran Susan Beaumont dan Ernst Troeltsch secara signifikan berkontribusi dalam pendalaman spiritualitas liminal rangkap-tiga tersebut.