Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Childhood renal cell carcinoma Nouval Shahab; Arry Rodjani; Rainy Umbas
Paediatrica Indonesiana Vol 46 No 2 (2006): March 2006
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/pi46.2.2006.93-6

Abstract

Renal cell carcinoma (RCC) in children isseldom found. The incidence of thistumor in childhood is estimated to be 0.1-0.3% out of all neoplasms and 2-7% out ofall malignant renal tumors. The Third NationalCancer Survey reported an incidence of only four casesof RCC per year compared to 117 per year of Wilms’tumor.The incidence of RCC has not been reported inIndonesia. This is the first case of childhood RCCfound in our institution. To the best of our knowl-edge, this is the first report of childhood RCC in In-donesia.
Morbiditas dan Mortalitas Dini Pasca-Sistektomi Radikal pada Kanker Buli-Buli di RSCM, 1999 - 2009 ILHAM WAHYUDI MASFAR; CHAIDIR ARIEF MOCHTAR; RAINY UMBAS
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 4 (2010): Oct - Dec 2010
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33371/ijoc.v4i4.118

Abstract

Purpose: to evaluate early morbidity and mortality rate after radical cystectomy and urinary diversion also the prognostic factor(s). Material and method: we retrospectively collected data from medical records patient who underwent radical cystectomy and urinary diversion at RS. Cipto Mangunkusumo during 1999 2009 period.Descriptive evaluation was done on number and type of morbidity and mortality. Modified Clavien System was used as standarized complication report method. Prognostic factors were analyzed.Result: there was 62.9% of early morbidity rate, 11% of early mortality rate, 40% of major morbidity according modified Clavien System. None of prognostic factors were statistically significant.Conclusion: early morbidity rate was similar to other reports. But rate of early major morbidity and mortality were higher. This is probably due to higher number of preoperative comorbidities, more advanced tumor stage, and low hospital volume for this particular procedure compared to others.
Optimalisasi Penatalaksanaan Kanker Buli-Buli Superfisial RAINY UMBAS
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 1 (2010): Jan - Mar 2010
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33371/ijoc.v4i1.76

Abstract

Diagnosis dini dengan optimalisasi penggunaan pemeriksaan sitologi urin, penanda biologi molekuler, dan sistoskopi merupakan langkah penting dalam penanganan kanker buli-buli superfisial. Penentuan derajat dan stadium tumor sebaiknya dilakukan dengan bekerjasama antar-spesialis terkait mengingat hal ini diperlukan untuk menentukan risiko rekurensi dan progresi penyakit. Optimalisasi cara pengobatan antara lain berupa pemberian instilasi kemoterapi intravesika segera pasca-TUR, persiapan penderita, jumlah dan dosis terapi induksi, serta lama pemberian terapi pemeliharaan akan meningkatkan keberhasilan pengobatan. Mengingat kecenderungan rekurensi dan progresi maka jadwal tindak lanjut berupa sistoskopi harus dilakukan secara ketat sesuai dengan tingkat risiko terhadap kedua hal tersebut.Kata kunci: Sistoskopi, instilasi intravesika, kemoterapi, imunoterapi BCG.
Laporan Kasus Leydig Cell Tumor Egi Edward Manuputty; Rainy Umbas; Sutisna Himawan
Indonesian Journal of Cancer Vol 2, No 1 (2008): Jan - Mar 2008
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1161.763 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v2i1.31

Abstract

Leydig cell tumor (LCT) merupakan neoplasma testis yang jarang. Tumor ini meliputi 1-3% dari 2,5 kasus insidens tumor testis per 100.000 orang/tahun. Leydig cell tumor dapat terjadi pada orang dewasa dengan 10% di antaranya berpotensi maligna dan pada usia prapubertas (25%). Berikut ini kami laporkan dua kasus LCT yaitu seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan pembesaran testis kiri tanpa nyeri selama tiga bulan, disertai pertumbuhan kumis dan ginekomastia. Pemeriksaan testis kiri tampak membesar, keras, permukaan rata, dan tidak terdapat nyeri tekan maupun transiluminasi. AFP l,25ng/ml, (5-hCG <2mIU/, dan testosteron 599,2ng/dl. Tidak tampak metastasis pada foto toraks dan CT scan abdomen. Dilakukan orkidektomi ligasi tinggi melalui inguinal, histopatologi sesuai dengan LCT. Testosteron pascaoperasi lllng/dl. Pasien kedua laki-laki berusia 63 tahun dengan keluhan pembesaran testis kanan selama 1,5 bulan dan riwayat scrotal violation. Pemeriksaan testis kanan teraba massa padat berukuran 4x4cm, berbatas tegas dan tidak terdapat nyeri tekan. AFP 3 ng/mL. CT scan menunjukkan metastasis hati dan pembesaran limfe paraaorta kanan sampai dengan pelvis. Review slide histopatologi sesuai LCT, pasien menolak tindakan lebih lanjut dan meninggal dunia 6 bulan kemudian. Sepengetahuan kami, kedua kasus LCT tersebut merupakan laporan pertama di Indonesia.Kata kunci: leydig, cell, tumor
Diagnosis Kanker Prostat dalam Perspektif Spesialis Urologi di Indonesia: Sebuah Survei Kuesioner RICHARD MONOARFA; AGUS HAMID; CHAIDIR MOCHTAR; RAINY UMBAS
Indonesian Journal of Cancer Vol 6, No 3 (2012): Jul - Sep 2012
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33371/ijoc.v6i3.201

Abstract

Tujuan: untuk mengetahui upaya diagnosis kanker prostat yang dilakukan oleh spesialis urologi di Indonesia. Metode: Dilakukan pembagian kuesioner yang dirancang sendiri kepada Spesialis Urologi di Indonesia. Kuesioner berisi 11 pertanyaan tentang jenis dan indikasi pemeriksaan yang dilakukan, serta fasilitas yang tersedia di tempat responden dalam penegakan diagnosis kanker prostat.Hasil: Sebanyak 65 (36%) dari 182 (saat penelitian ini dilakukan) spesialis urologi di Indonesia mengembalikan formulir kuesioner. Dari jenis RS primer tempat bekerja terbanyak berasal dari RS swasta (35%), disusul RS pendidikan utama Fakultas Kedokteran (32%). Seluruh responden menjadikan lower urinary tract symptoms (LUTS) sebagai indikasi untuk melakukan pemeriksaan colok dubur. Selain itu, 83% responden juga menjawab bahwa peningkatan PSA sebagai salah satu indikasi pemeriksaan colok dubur. Pemeriksaan PSA dilakukan oleh 72% responden terhadap penderita dengan kecurigaan kanker prostat tanpa melihat usia. Sebanyak 66% responden mengerjakan sendiri pemeriksaan transrektal ultrasonografi (TRUS) dan biopsi, 18% merujuk pada sejawat lain di provinsi yang sama, dan 15% tidak memiliki fasilitas TRUS dan biopsi di provinsi tempat bekerja. Sebanyak 75% responden memiliki fasilitas bone scan di Rumah Sakit primer, atau tersedia di RS pada provinsi yang sama. Indikasi tersering melakukan biopsi prostat adalah pada PSA lebih dari 10 ng/ml tanpa melihat usia. Sebanyak 86% responden melakukan biopsi pada kecurigaan kanker prostat melalui colok dubur tanpa melihat usia. Sembilan puluh persen responden menggunakan antibiotik profilaksis golongan Kuinolon untuk biopsi prostat. Sebanyak 46% menggunakan analgesia oral atau suppositoria atau kombinasi keduanya sebagai analgesia dalam biopsi prostat.Kesimpulan: Dalam mendiagnosis kanker prostat, spesialis urologi di Indonesia melakukan pemeriksaan colok dubur, PSA, dan TRUS biopsi prostat. Namun, masih terdapat perbedaan pendapat tentang indikasi dan waktu dilakukannya masing-masing pemeriksaan. Ketersediaan fasilitas diagnostik juga berpengaruh terhadap diagnostik kanker prostat di Indonesia. Belum tersedianya guideline Nasional pada saat penelitian ini dilakukan, diduga menyebabkan perbedaan pendapat tersebut.Kata kunci: biopsi, diagnosis, kanker prostat, spesialis urologi, TRUS
Penanganan Kanker Prostat Stadium II pada Penderita Berusia 70 Tahun atau Lebih: Pengalaman Dua Rumah Sakit Tersier di Jakarta Rainy Umbas
Indonesian Journal of Cancer Vol 3, No 4 (2009): Oct - Dec 2009
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (66.164 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v3i4.130

Abstract

Saat ini, terdapat beberapa cara pengobatan kanker prostat dan usia penderita merupakan salah satu faktor untuk menentukan pilihan pengobatan selain derajat dan stadium penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara dan hasil pengobatan penderita kanker prostat stadium II yang berusia 70 tahun atau lebih di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan rumah sakit kanker Dharmais, Jakarta. Selama periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2007, terdapat 74 penderita kanker prostat sesuai tujuan penelitian ini di kedua rumah sakit tersebut. Terdapat 40,5% penderita yang mendapat radioterapi dengan rerata survival 54,3 bulan dan 47,3% menerima pengobatan hormonal dengan rerata survival 55,2 bulan. Sekitar 60% pengobatan hormonal dilakukan dengan pemberian suntikan GnRH agonis. Angka survival 5 tahun penderita yang mendapat radioterapi lebih besar dibanding penderita yang mendapat pengobatan hormonal, yaitu masing-masing 69,3% dan 63,6% namun secara statistik tidak berbeda bermakna. Sebagai kesimpulan, penderita kanker prostat stadium II berusia lanjut lebih banyak yang mendapat pengobatan hormonal. Angka survival 5 tahun pada penderita yang mendapat radioterapi lebih baik daripada penderita yang diobati dengan cara lain walaupun tidak berbeda bermakna.Kata kunci: radioterapi, prostatektomi radikal, terapi hormonal, pengobatan berlebihan, pengobatan yang kurang.
Karsinoma Pelvis Renis dan Ureter di Jakarta: Karakteristik dan Faktor Risiko YEVRI ZULFIKAR; RAINY UMBAS; CHAIDIR A MOCHTAR
Indonesian Journal of Cancer Vol 4, No 2 (2010): Apr - Jun 2010
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33371/ijoc.v4i2.89

Abstract

To study the characteristics,diagnosis and role of upper urinary tract stone as risk factors of renal pelvis and ureter malignancy. Data were collected from medical record of Urology Clinic Ciptomangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital, Jakarta during the period between January 1995 and December 2009. The clinical factors which were studied are age, gender, symptoms, history of stone disease, imaging, histopathology , primary lesions of the tumor, and stage. There were 42 renal pelvis and ureter carcinoma patients during 15 years period. With mean age of 53.5 years (range 33 74). There were 54.8% cases associated with stone disease. The most common histopatology was Transitional Cell Carcinoma (TCC) (47.6%). Ninety two point nine percent cases with Squamous Cell Carcinoma (SCC) are associated with stone or history of operation for stone removal. Symptom of flank tumor occurred in 61.0 % patients, flank pain 58.5 %, and hematuria 53.7 %. Only 71.4 % of cases were detected pre operatively. Pre operative imaging detection were 89.3%, 53.8%, 20.7% for CT Scan USG and IVU respectively . Fifty two point five percents of patients were found on Stage IV and 47.8 % of these patients were associated with stone disease. Most of patients with renal pelvis and ureter carcinoma were associated with stone disease, especially in patients with SCC tumors. There are still some problems in detecting these tumors especially in early stage.
Terapi Sistemik Terkini pada Karsinoma Sel Ginjal Metastatik Dodi Hami Seno; Chaidir Arif Mochtar; Rainy Umbas
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 3 (2011): Jul - Sep 2011
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (899.73 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v5i3.151

Abstract

Kurang lebih sepertiga pasien dengan karsinoma sel ginjal (KSG) telah mengalami metastasis pada saat pertama kali didiagnosis dan 40-50% akan mengalami metastasis jauh setelah diagnosis awal. Karsinoma sel ginjal resistan terhadap sebagian besar kemoterapi dan obat sitotoksik konvensional. Namun demikian, selama beberapa tahun terakhir pengobatan kanker ini menunjukkan kemajuan yang spektakuler karena berkembangnyatargeted therapybagi karsinoma sel ginjal metastatik (KSGm). Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menelaah tata laksana terkini KSGm. Hingga saat ini, terdapat enam obat yang telah disetujui oleh FDA dan beberapa asosiasi urologi internasional untuk digunakan sebagai terapi KSGm lini pertama dan kedua. Lini pertama terdiri dari sunitinib (progression-free survival, PFS, 11 bulan dibandingkan dengan 5 bulan pada IFN-?, danoverall survival, OS, 26,4 bulan dibandingkan dengan 21,8 bulan pada IFN-?), kombinasi bevacizumab dan IFN-? (PFS 10,2 bulan dibandingkan dengan 5,4 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN-?, OS 23,3 bulan dibandingkan dengan 21,3 bulan pada kombinasi plasebo dan IFN- ?), pazopanib (PFS 9,2 bulan dibandingkan dengan 4,2 bulan pada plasebo), serta temsirolimus (OS 10,9 bulan dibandingkan dengan 7,3 bulan pada IFN-?), sedangkan lini kedua terdiri dari sorafenib (PFS 5,5 bulan dibandingkan dengan 2,8 bulan pada plasebo) dan everolimus (PFS 4,0 bulan dibandingkan dengan 1,9 bulan pada plasebo).Katakunci: Karsinoma sel ginjal metastatik terapi target, terapi sistemik
Luaran Klinis Orkhidektomi Bilateral pada Kanker Prostat Metastasis: Pengalaman Indonesia Syarif Bakri; Rainy Umbas; Chaidir Arif Mochtar
Indonesian Journal of Cancer Vol 5, No 4 (2011): Oct - Dec 2011
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.65 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v5i4.202

Abstract

Kanker prostat merupakan kanker yang lebih banyak ditemukan di negara Barat dibandingkan Asia. Berbagai faktor prognostik telah diteliti untuk memprediksi angka kesintasan pasien yang diterapi hormonal. Pada penelitian ini dievaluasi peranan usia, PSA, jumlah lesi metastasis, skor Karnofsky, hemoglobin, dan kreatinin sebagai faktor prognostik untuk menilai angka kesintasan pada kanker prostat metastasis di Indonesia yang dilakukan kastrasi dengan orkhidektomi. Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan mengumpulkan data rekam medik penderita kanker prostat dengan metastasis yang dilakukan orkhidektomi subkapsular dan belum mengalamihormone resistance prostate cancer(HRPC) di Klinik Khusus Urologi RSCM dan RS Kanker Dharmais Jakarta, periode Januari 1995- Desember 2008 denganfollow-up24 bulan. Selama periode penelitian, terdapat 194 pasien yang memenuhi kriteria dan 99 pasien di antaranya memiliki data lengkap untuk dianalisis. Dari analisis multivariat didapat kekuatan hubungan dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu jumlah lesi (HR=8,56), kreatinin (HR=3,24), hemoglobin (HR=0,94), dan skor Karnofsky (HR=0,28). Disimpulkan bahwa jumlah lesi dan kreatinin secara statistik signifikan mempengaruhi kesintasan.Kata kunci: jumlah lesi, kanker prostat, kesintasan, kreatinin, metastasis
Penanganan Terkini Metastasis Kelenjar Getah Bening pada Karsinoma Sel Skuamus (KSS) Penis MOCHAMMAD REZA ARIEF RAKHMAN; RAINY UMBAS
Indonesian Journal of Cancer Vol 8, No 1 (2014): Jan - Mar 2014
Publisher : National Cancer Center - Dharmais Cancer Hospital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.11 KB) | DOI: 10.33371/ijoc.v8i1.292

Abstract

Recently, the incidence of penile cancer were increased. Two tertier hospital in Jakarta reporting an escalation in the average penile cancer patients from 1,8 to 6,2 per year in the last 16 years (1988-2005). The incidence of regional lymph node metastases was affected by the tumour grading. Only 2 out of 47 cases (4%) in Tis or Ta, 5 out of 73 cases in pT1 (G1/G1-2) and 9 out of 24 cases (38%) in pT1 (G2). 59% inguinal metastase was discovered in pT2. 5 years survival rate was 95% in negative lymphatic nodes, 76% in positive lymphatic node and 0% when pelvic metastatic was found.This study provides information about recent treatments for lymph node metastase in penile squamus cell carcinoma (SCC). Treatment for regional lymph node metastase by NCCN guidelines depends on tumour grade, palpability, nodul size, mobility, unilateral or bilateral. The treatment itself can be surgical (ILND,PLND), radiotherapy and chemotherapy