Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Konsekuensi yang Timbul Dari Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Materiil Pristiwati, Endang
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 13, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.029 KB) | DOI: 10.18592/syariah.v13i2.171

Abstract

The principle of legitimacy as a state aims to protect the society, which is expressed in the principle of legality. While the purpose of the law is more fundamental justice. This principle is officially defined as what is just stated by the constitution. This definition however has been left by some developed countries which is according to them could not be extended in its application. Therefore the definition of the principle of legitimacy should be expanded comprehensively in order reach wider consequence in the law and constitution. Substantive legality principle holds that the main purpose of the law is that justice can be realized based on the laws that have a broader scope than just the law, so it should have been in Indonesia also have to switch the view of the use of formal legality principle to the principle of legality material.
KONSEKUENSI YANG TIMBUL DARI ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA MATERIIL Pristiwati, Endang
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 13, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.029 KB) | DOI: 10.18592/syariah.v13i2.171

Abstract

The principle of legitimacy as a state aims to protect the society, which is expressed in the principle of legality. While the purpose of the law is more fundamental justice. This principle is officially defined as what is just stated by the constitution. This definition however has been left by some developed countries which is according to them could not be extended in its application. Therefore the definition of the principle of legitimacy should be expanded comprehensively in order reach wider consequence in the law and constitution. Substantive legality principle holds that the main purpose of the law is that justice can be realized based on the laws that have a broader scope than just the law, so it should have been in Indonesia also have to switch the view of the use of formal legality principle to the principle of legality material.
SANDAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA NASIONAL Pristiwati, Endang
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 14, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.061 KB) | DOI: 10.18592/syariah.v14i2.216

Abstract

Sandak is lien land that constitutes sale transaction in culture law (not as assurance institution). However, sandak purchasers could not have sandak land because they have obligation to take back the land at redemption. So, it has not expiration date. In this transaction practice, it has a strong relationship with elements of extortion and it is really disserve the sandak seller. Because of that, it is need to further regulation. On Laws No. 56/PRP/1960, sandak is limited the time period. Beside in that rule, sandak becomes more similar with assurance institution. However, on supreme court decision in 1981 toward sandak land that has passed certain period is not taken back and there is no claim refund, then sandak purchaser can become a sandak owner. While until this time, society is seldom to know about the exist of that rule, so the extortion is continuos. Besides, the new law, Laws No. 4 year 1996 about dependent rights, is not arrange this sandak problem as well.
Kajian Pengolahan Eceng Gondok (Eichornia crassipes SOLMS) untuk Industri Bahan Baku Kerajinan Anyaman Rufaida, Evi Yuliati; Pristiwati, Endang
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 22 (2005): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v22i1.967

Abstract

Di Indonesia banyak perairan yang ditumbuhi eceng gondok. Dengan kemajuan pengetahuan, eceng gondok dapat diolah menjadi bahan baku kerajinan, sehingga diperlukan pengkajian untuk penyempurnaan tumbuhnya industri kecil penyediaan bahan baku kerajinan anyaman eceng gondok.Pada kajian ini disajikan seluruh kebutuhan waktu, hasil pengolahan eceng gondok dari sejak pemanenan sampai bahan baku siap digunakan dan diperhitungkan kapasitas produksi sebagai gambaran untuk usaha pendirian industri bahan baku anyaman eceng gondok (simpul pertama).Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa eceng gondok dapat dimanfaatkan dan dialih fungsikan sebagai sumber bahan baku industri kerajinan anyaman. Berat tangkai eceng gondok basah sebesar 33,33% dari eceng gondok asalan. Berat tangkai eceng gondok pertangkai rata-rata 30 gram, panjang tangkai 40 cm, diameter tangkai 1,2 cm. Berat tangkai kering 8,33% dari tangkai basah. Kapasitas produksi pengolahan eceng gondok asalan menjadi bahan baku kasar dengan tenaga kerja 2 orang, waktu kerja 7 jam per hari sebanyak 280 kg tangkai eceng gondok basah atau 8 kg eceng gondok kering/hari. Keuntungan yang diperoleh dengan kapasitas produksi tersebut sebesar Rp 16.400,- (sekitar 50%) perhari.
Pemanfaatan Limbah Kaca untuk Bahan Baku Produk Perhiasan Sri Hastuti, Lies Susilaning; Pristiwati, Endang
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 23 (2006): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v23i1.989

Abstract

Limbah kaca merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan batu-batuan tiruan atau manik-manik. Limbah tersebut perlu diolah terlebih dahulu menjadi bahan baku siap pakai berupa luluran kaca dengan cara melebur pada temperatur (1200-1400)°C sambil diputar. Penelitian dilakukan dengan pembuatan luluran kaca sebagai bahan baku siap pakai dari limbah kaca (gelas, piring, botol parfum, dll) dengan cara melebur kaca diatas tungku peleburan sambil diputar-putar (diulet) dengan variasi waktu 1-6 menit, kemudian ditarik sehingga menjadi luluran kaca. Variabel yang diamati meliputi waktu peleburan, panjang luluran dan kenampakan luluran kaca. Hasil uji coba diperoleh bahwa hasil kenampakan luluran kaca yang terbaik yaitu mengkilap, homogen, tidak mudah pecah dan panjang luluran 60 cm dicapai dengan waktu peleburan selama 5 menit, sertapengadukan yang stabil. Kata kunci: limbah kaca, luluran kaca, manik-manik.
Teknik Pewarnaan Agel dengan Zat Warna Alam dari Daun Jati Murwati, Eustasia Sri; Pristiwati, Endang; Nugroho, Lucius Pradana Adhi
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 28 No. 1 (2011): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v28i1.1010

Abstract

ABSTRAKAgel (Corypha gebanga BL) merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan telah dimanfaatkan oleh para perajin untuk dibuat menjadi berbagai jenis barang kerajinan bernilai ekonomis. Namun proses pewarnaan yang sering digunakan selama ini adalah pewarnaan menggunakan zat warna sintetis yang kurang ramah lingkungan. Hal ini terjadi karena masih banyak kendala dalam pewarnaan alam, salah satunya adalah warna yang didapatkan menjadi kusam. Untuk itu diperlukan penelitian teknik pewarnaan yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimal. Daun jati dipilih menjadi bahan dasar zat warna alam karena jumlah yang melimpah di Indonesia, regenerasi yang cukup cepat dibandingkan bahan pewarna alam dari kayu, dan termasuk jenis zat warna yang memiliki afinitas besar terhadap serat selulose. Penelitian ini bertujuan memperoleh suhu, lama perendaman, dan proses mordan yang tepat untuk pewarnaan agel dengan zat warna alam dari daun jati. Metoda eksperimental dengan tahapan; penelitian bahan baku, uji kekuatan tarik sebelum dan sesudah diwarna, diproses mordan, diwarna dengan variasi suhu (60°C, 80°C, 100°C) dan waktu pencelupan 30 menit, pengujian (ketahanan luntur warna terhadap cuci, gosok, dan sinar matahari), dan ketuaan warna. Hasil pengujian ketuaan warna pada suhu 100°C didapatkan warna paling tua (penyerapan optimal) dengan %T (Transmitansi) terkecil, suhu 80°C %T lebih tinggi dari pada suhu 100°C, dan pada suhu 60° C %T memiliki nilai tertinggi dengan warna kurang tua. Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap cuci,gosok, dan sinar matahari baik. Sesudah pewarnaan tidak menurunkan kekuatan tarik.Kata kunci: agel, daun jati, ketuaan warna, suhu,warna alamABSTRACTAgel (Corypha gebanga BL) grow widely in Indonesia and has been used by craftmen as material for various kinds of valuable handicrafts. However the coloring process of agel still use the staining with synthetic dyes that are less environmentally friendly. It is caused by there are still manyobstacles using of natural dyes, one of them is obtained color becomes dull. It required research techniques and the proper coloring to obtain optimal results. Teak Leaves is selected to be basic ingredients of natural dyes because the amount is abundant in Indonesia, regeneration is quite fast compared to the natural color materials from various woods, included in the type of dye and has a great affinity towards cellulose fibers. This study aimed to obtain the temperature, dipping time, and appropriate mordan process for staining agel with natural dyes from teak leaves. Experimental method by stages; research materials, tensile strength before and after dyes,staining with variations in temperature (60°C, 80°C, 100°C) and 30 minutes duration of immersion, the mordant process, the test results (color fastness to washing, rubbing, and light sun), and aging color. The test color decay at a temperature of 100°C obtained oldest color (optimal absorption) with the smallest %T (transmittance), at 80°C resulting higher %T than at a temperature of 100°C, and at 60°C has the highest value %T with color less dark. The test result color, fastness to washing, rubbing, and light sun have good. After dyesnot decrease tensile strength. Keywords: agel, teak leaf, aging color,temperature, natural color 
Pengolahan Kulit Kerang untuk Bahan Baku Kerajinan Pristiwati, Endang; Subagjo, Subagjo
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol. 26 (2009): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v26i1.1033

Abstract

Kulit kerang (cangkang) untuk dapat dimanfaatkan sebagai kerajinan perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran, bau dan menghilangkan lapisan kulit luar agar supaya lapisan kulit mutiara (kulit dalam) bisa nampak. Pengolahan kulit kerang dapat dilakukan dengan cara kimia dan mekanik. Pengolahan kulit kerang cara kimia dilakukan dengan merendam didalam larutan asam klorida atau cuka. Sedangkan cara mekanik dilakukan dengan menggunakan gerinda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan dengan cara kimia mudah dilaksanakan, waktu lebih singkat (247 menit/4 kg/orang), tidak memerlukan ketrampilan namun menimbulkan limbah cair. Pengolahan dengan cara mekanik memerlukan ketrampilan, waktu lebih lama (425 menit/4 kg/orang), tidak menimbulkan limbah cair tetapi menimbulkan limbah padat.
Efisiensi Alat Pelubang Pada Industri Kerajinan Sangkar Pristiwati, Endang; Hastuti, Lies Susilaning Sri
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 18 (2001): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i18.1092

Abstract

Proses pelubangan pada industri sangkar pada umumnya dilakukan dengan menggunakan bor tangan yang dioperasikan secara manual. Pengaturan jaraknya menggunakan mal/pola yang diletakan disamping bahan yang akan dilubang. Dengan demikian kapasitas pelohungannya rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya pengembangan alat pelubang khususnya untuk kerajinan sangkar yaitu dengan memodifikasi bor tangan dengan penghantar yang dilengkapi dengan tangkai yang berfungsi sebagui pegangan saat akan menggerakan bahan dan sekaligus mengatur jarak lubangnya yang digerakkan dengan tenaga listrik. Dari hasil uji coba laboratorium alat ini telah dapat memperbaiki sistem yang telah ada. Untuk dapat mengetahui kelayakkan dari alat ini dilakukan uji coba di lapangan. Hasil ujl coba menunjukkan bahwa dengan alat pelubang hasil modifikasi tersebut dapat mempercepat proses pelubangan sampai tiga (3) kali, tidak memerlukan ketrampilan khusus dan kecermatan yang tinggi, tidak memerlukan mal, serta lubang bisa tepat ditengah.Proses pelubangan pada industri sangkar pada umumnya dilakukan dengan menggunakan bor tangan yang dioperasikan secara manual. Pengaturan jaraknya menggunakan mal/pola yang diletakan disamping bahan yang akan dilubang. Dengan demikian kapasitas pelohungannya rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, telah dilakukan upaya pengembangan alat pelubang khususnya untuk kerajinan sangkar yaitu dengan memodifikasi bor tangan dengan penghantar yang dilengkapi dengan tangkai yang berfungsi sebagui pegangan saat akan menggerakan bahan dan sekaligus mengatur jarak lubangnya yang digerakkan dengan tenaga listrik. Dari hasil uji coba laboratorium alat ini telah dapat memperbaiki sistem yang telah ada. Untuk dapat mengetahui kelayakkan dari alat ini dilakukan uji coba di lapangan. Hasil ujl coba menunjukkan bahwa dengan alat pelubang hasil modifikasi tersebut dapat mempercepat proses pelubangan sampai tiga (3) kali, tidak memerlukan ketrampilan khusus dan kecermatan yang tinggi, tidak memerlukan mal, serta lubang bisa tepat ditengah.
Tekno Ekonomi Uji Coba Alat Pembuat Kancing Tempurung Pristiwati, Endang; Rufaida, Evi Yuliati
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 19 (2001): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i19.1094

Abstract

Tempurung kelapa mempunyai sifat fisik yang menarik dan cocok dimanfaatkan menjadi produk kerajinan khususnya kerajinan perhiasan atau perabot busana. Salah satu barang kerajinan yang dapat dibuat dari tempurung kelapa adalah kancing baju untuk busana ataupun kancing untuk asesoris tas. Pembuatan kancing tempurung dengan menggunakan alat hasil rekayasa Balai Besar Industri Kerajinan dan Batik yang terdiri dari 3 unit alat, yaitu alat pengeplong, alat pelubang dan alat bubut. Untuk mengetahui kelayakan operasional dari alat tersebut maka perlu dilakukan uji coba dan analisa secara tekno ekonominya.Hasil pengujian alat menunjukkan bahwa 1 jam dapat membuat kancing tempurung sebanyak 12,43 set. Kapasitas produksi perhari sebanyak 87 set kancing tempurung rangkap dengan tenaga kerja 5 orang. Alat hasil rekayasa tersebut akan mencapai efektifitas dan efisiensi dengan spesialisasi dalam proses produksinya, yaitu 1 orang spesialisasi dalam proses plong dan bur dan 4 orang spesialisasi dalam pembubutan. Perhitungan ekonomi uji coba a/at tersebut sebagai berikut : - Total modal Rp. 4.752.150,- - Biaya produksi Rp. 6.426.050,-- Jumlah produksi 6.525 set per 3 bulan - Harga jual perset sekitar Rp. 1.350 .-- Hasil penjualan per 3 bulan Rp. 8.808. 750,- - Keuntungan sebelum pajak Rp. 2.382. 700,- - Prosentase keuntungan 50,14 % - Waktu pengembalian modal 5,6 bulan - Prosentase batas rugi laba 65,2 %- Harga jual perset sekitar Rp.1.350 ,-Tempurung kelapa mempunyai sifat fisik yang menarik dan cocok dimanfaatkan menjadi produk kerajinan khususnya kerajinan perhiasan atau perabot busana. Salah satu barang kerajinan yang dapat dibuat dari tempurung kelapa adalah kancing baju untuk busana ataupun kancing untuk asesoris tas. Pembuatan kancing tempurung dengan menggunakan alat hasil rekayasa Balai Besar Industri Kerajinan dan Batik yang terdiri dari 3 unit alat, yaitu alat pengeplong, alat pelubang dan alat bubut. Untuk mengetahui kelayakan operasional dari alat tersebut maka perlu dilakukan uji coba dan analisa secara tekno ekonominya.Hasil pengujian alat menunjukkan bahwa 1 jam dapat membuat kancing tempurung sebanyak 12,43 set. Kapasitas produksi perhari sebanyak 87 set kancing tempurung rangkap dengan tenaga kerja 5 orang. Alat hasil rekayasa tersebut akan mencapai efektifitas dan efisiensi dengan spesialisasi dalam proses produksinya, yaitu 1 orang spesialisasi dalam proses plong dan bur dan 4 orang spesialisasi dalam pembubutan. Perhitungan ekonomi uji coba a/at tersebut sebagai berikut : - Total modal Rp. 4.752.150,- - Biaya produksi Rp. 6.426.050,-- Jumlah produksi 6.525 set per 3 bulan - Harga jual perset sekitar Rp. 1.350 .-- Hasil penjualan per 3 bulan Rp. 8.808. 750,- - Keuntungan sebelum pajak Rp. 2.382. 700,- - Prosentase keuntungan 50,14 % - Waktu pengembalian modal 5,6 bulan - Prosentase batas rugi laba 65,2 %- Harga jual perset sekitar Rp.1.350 ,-
Pengaruh Jenis Lead Dan Tenol Pada Pembuatan Kerajinan Kaca Patri Rufaida, Evi Yuliati; Pristiwati, Endang
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah No. 19 (2001): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v0i19.1105

Abstract

Bahan utama untuk pembuatan kerajinan kaca patri adalah kaca, lead dan tenol. Bahan-bahan tersebut terdapat di pasaran dengan bermacam-macam jenis, sehingga dlbutuhkun bahan untuk mendapatkan yang terbaik. Semakin tinggi kandungan Pb maka waktu pematrian semakin cepat. Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan pembuatan produk kaca patri dengan menggunakan variasi 3 jenis lead (X, Y, Z) dan 3 jenis tenol (A, P, C) dan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap waktu pematrian dan pemasangan lead pada kaca serta pengujian komposisi jenis lead dan tenol.Hasil uji coba menunjukkan bahwa semua tenol (A, P, C) mempunyai komposisi Pb, Sb dan semua lead (X Y. Z) mengandung unsur Pb, Sb, kecualt lead X mempunyai komposisi Ph, Sb, dan Sn serta mempunyai sifat paling kaku. Jenis tenol tidak mempengaruhi waktu pematrian pada ketiga jenis lead, tetapi jenis lead berpengaruh terhadap waktu pemasangan dan waktu pematrian. Penggunaan lead pada pembuatan kerajinan kaca patri paling baik menggunakan lead X.Bahan utama untuk pembuatan kerajinan kaca patri adalah kaca, lead dan tenol. Bahan-bahan tersebut terdapat di pasaran dengan bermacam-macam jenis, sehingga dlbutuhkun bahan untuk mendapatkan yang terbaik. Semakin tinggi kandungan Pb maka waktu pematrian semakin cepat. Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan pembuatan produk kaca patri dengan menggunakan variasi 3 jenis lead (X, Y, Z) dan 3 jenis tenol (A, P, C) dan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap waktu pematrian dan pemasangan lead pada kaca serta pengujian komposisi jenis lead dan tenol.Hasil uji coba menunjukkan bahwa semua tenol (A, P, C) mempunyai komposisi Pb, Sb dan semua lead (X Y. Z) mengandung unsur Pb, Sb, kecualt lead X mempunyai komposisi Ph, Sb, dan Sn serta mempunyai sifat paling kaku. Jenis tenol tidak mempengaruhi waktu pematrian pada ketiga jenis lead, tetapi jenis lead berpengaruh terhadap waktu pemasangan dan waktu pematrian. Penggunaan lead pada pembuatan kerajinan kaca patri paling baik menggunakan lead X.