Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Mengukur Kerentanan Perbankan Syariah di Tengah Dinamika Krisis Perekonomian Global (Studi Bank Muamalat Indonesia) Khoiri Khoiri; Jon Hendri
Akademika: Jurnal Keagamaan dan Pendidikan Vol 13, No 1 (2017)
Publisher : STAIN Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (95.214 KB)

Abstract

Bank Syari’ah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), spekulatif dan perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas (gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Di awal krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, banyak bank-bank konvensional bertumbangan (kolaps). Terdapat 16 bank konvensional yang ditutup oleh pemerintah yang didasarkan pada pasal 37 UndangUndang Nomor 07 Tahun 1992 dan dituangkan dalam Surat Menteri Kuangan RI Nomor Peng-86/MK/1997 tentang pencabutan izin usaha Bank Umum. Bank Muamalat Indonesia, merupakan satu-satunya bank syariah yang ada di tanah air saat itu, tetap tegar dalam menghadapi krisis tahun 1997. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis yang dilakukan secara fakta (the fact approach. Data dan sumber data primer yaitu Keputusan Menteri  Keuangan No. 430/KMK.013/1992. Sementara bahan hukum sekunderdiambil dari buku-buku fiqih yang membahas tentang perbankan syariah atau ekonomi syariah. Metode yang penulis pakai dalam menganalisa penelitian ini adalah deskriptif analisis, yuridis normatif dan deduktif. Bank Muamalat memperoleh izin usaha atas dasar Keputusan Menteri  Keuangan Nomor 430/KMK.013/ 1992 tanggal 12 April 1992 yaitu produk penghimpunan dana (dalam bentuk giro, tabungan dan deposito), produk pembiyaan (konsumen, modal kerja dan investasi) dan layanan (dalam bentuk internet bangking, transfer dan layanan 24 jam). Untuk melihat kerentanan perbankan syariah ditengah perekonomian krisis global bisa dilihat atau diukur dari sebab-sebab terjadinya krisis global. Diantara penyebab terjadinya krisis ekonomi gobal yaitu ketidak seimbangan antara sektor moneter dan sektor riil dan adanya krisis kualitas lembaga-lembaga keuangan yang berbasis pada penerapan suku bunga. Tetapi induk dari semua penyebab itu adalah sistem ekonomi kapitalis. Kararena krisis global itu hanya melanda negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Sitem yang memiliki prinsip mencari keuntungan semata, tanpa harus memikirkan orang lain. Sementara prinsip syariah adalah prinsip ta’awun (saling membantu) dengan sesama.
Analisis Pendapat Imam Syafii tentang Zakat Harta bagi Anak Kecil dan Orang Gila Khoiri Khoiri
Akademika: Jurnal Keagamaan dan Pendidikan Vol 12, No 2 (2016)
Publisher : STAIN Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.783 KB)

Abstract

One of compulsory requirement of zakat maal (wealth) is baliqh and rational people, then children and madman haven’t to pay zakat, but Imam Syafii in his Bible Al-Umm obligate zakat maal toward children and madman. In this case explained that they got prevalent wealth. The aim of this research is to know and analyze hoe Imam Syafii’s opinion about obligation of wealth zakat to children and madman. This research used library research by using primary law substance that was a Al-Umm bible. On the other hand, secondary law substance was bible that related with this research. After obtaining the data and arranging in a clear framework by using analysis content method and descriptive. The result of research was Imam Syafii in his Bible Al-Umm obligated wealth zakat to children and madman. In this case the obligation to get prevalent wealth such as heritage and living that gave by parents. The cause of distinction was theologian’s comprehension was different toward generality of surat At-Taubah ayat 103 and obligation requirement of provision in paying zakat. Istinbat method that was used by Imam Syafii was qiyas. Beside that he also stated based on hadits,” please looking for orphan’s wealth by using a good measure as a religious meal”. Shadaqah means wealth zakat By considering ikhtiat toward obligation and looking at terrible threat to people who were unwilling for paying zakat, so the children and madman obligate for paying zakat maal (wealth), in this case zakat was paid by rheir guardian.[Salah satu syarat wajib zakat mal (harta) adalah baligh dan berakal, maka anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan membayar zakat. Teapi Imam Syafi’i didalam kitabnya Al-Umm mewajibkan zakat mal atas anak kecil dan orang gila. Hal ini sebagaimana wajibnya mereka mendapatkan harta yang sudah lazim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang kewajiban zakat harta bagi anak kecil dan orang gila. Penelitian ini merupakan penelitian  kepustakaan (library research) dengan bahan hukum primer yaitu Kitab Al-Umm. Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu kitab/buku yang berhubungan dengan penelitian. Setelah data dikumpulkan dan disusun dalam kerangka yang jelas, lalu dianalisa dengan menggunkan metode Conten Analysis dan deskriptif. Hasil penelitian yaitu bahwa Imam Syafii didalam kitabnya Al-Umm mewajibkan zakat harta atas anak kecil dan orang gila. Hal ini sebagaimana wajibnya mereka mendapatkan harta yang sudah lazim. Seperti warisan atau nafkah atas orang tua. Sebab  terjadinya perbedaan, karena pemahaman para ulama yang berbeda terhadap keumuman surat At-taubah ayat 103 dan ketentuan syarat wajib dalam mengeluarkan zakat. Metode istinbat yang digunakan Imam Syafii adalah qiyas. Selain itu beliau juga berlandaskan hadits, “Carilah dalam harta anak-anak yatim takaran yang baik sebagai shadaqah”. Maksud shadaqah disitu adalah zakat harta. Dengan mempertimbangkan kehati-hatian (ikhtiat) terhadap kewajiban zakat dan melihat dahsatnya acaman bagi orang-orang yang enggan membayar zakat, maka sebaiknya anak kecil dan orang gila wajib untuk mengeluarkan zakat mal (harta), dalam hal ini dibayarkan oleh walinya.]
ANTARA ADAT DAN SYARIAT (Studi Tentang Tradisi Mandi Safar di Tasik Nambus, Riau, ditinjau dari Perspektif Islam) Khoiri Khoiri
Islam Futura Vol 16, No 2 (2017): Jurnal Ilmiah Islam Futura
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jiif.v16i2.873

Abstract

This research paper is aimed to analyze the tradition of Safar Bathing in Lake Nambus according to the Islamic perspective. This is a field research conducted at Tanjung Darul village, Tebing Tinggi Sub-District, Meranti Islands Regency, Riau Province. The research found that Safar Bathing is not stated in the Nash (Quran and Hadist). One additional reference claimed by the local residents in preserving this tradition is that of Sheikh Syafruddin argument in his book entitled "Ta'liqah", saying that on the night of last Wednesday of Month Shafar in Islamic calendar, Allah revealed 12,000 kinds of misfortunes. Therefore, to avoid this, he wrote seven verses of Al-Qu'ran, drank and bathed with the intention to gain favor and blessings from God. There are some values that can be learned even from Safar Bathing tradition as a form of enriching and preserving indigenous custom. The villagers claimed that it has indirectly popularized Darul Tanjung Takzim as a tourist destination, strengthened the kinship and friendship with others and respected their local leaders and authorities as they once did.
GUGATAN HARTA BERSAMA (TELAAH SEMA NOMOR 3 TAHUN 2018) Khoiri Khoiri
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam Vol 2, No 1 (2021): Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v2i1.12173

Abstract

Harta bersama merupakan harta yang didapat selama ikatan pernikahan. Apabila terjadi perpisahan maka masing-masing dari pasangan suami-istri berhak separuh dari harta gono-gini tersebut selama tidak ditentukan lain dalam sebuah kesepakatan perkawinan. SEMA nomor 3 tahun 2018 menyebutkan: "tuntutan atau gugatan terhadap harta bersama yang objek sengketannya masih digadikan (agunkan) sebagai sebuah jaminan utang/objek tersebut mengandung perselisihan kepemilikan akibat dari perbuatan transaksi suami-istri dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis SEMA tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan bahan hukum priemer yaitu SEMA Nomor 3 tahun 2018 sementara bahan hukum skundernya yaitu buku, jurnal, artikel yang berhubungan dengan harta bersama. Setelah itu data dianalisis dengan metode diskripsi dan conten analisis. Hasil penelitian disimpulkan SEMA tersebut menginginkan jangan sampai ada pihak lain yang dirugikan, pada prinsipnya harta bersama dan hutang bersama diperoleh selama ikatan perkawinan dan menjadi tanggungjawab bersama, perlu ada revisi dan penambahan pasal KHI dan dengan ditolaknya gugatan harta bersama yang objek sengketannya masih diagunkan dan objek  tersebut   mengandung  sengketa   dan  seterusnya  sudah  sejalan  dengan kaidah: "Menghindari kemudharatan harus didahulukan dari pada mengambil manfaat."
DISPENSASI NIKAH DENGAN ALASAN PACARAN TERLALU LAMA DITINJAU MENURUT MAQASHID SYARIAH Dr. KHOIRI
AL-SYAKHSHIYYAH Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan Vol 3, No 1 (2021): Volume 3 Nomor 1 Juni 2021
Publisher : IAIN BONE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35673/as-hki.v3i1.1448

Abstract

AbstractThis study discusses the considerations of the panel of judges in granting a marriage dispensation application, on the grounds that courtship has been reviewed for too long according to maqashid sharia. This research is a library research with primary legal material in the form of reviewing the PA decision. Bengkalis No. 0051 / Pdt.P / 2018 / PA. Bkls. and secondary legal materials in the form of books, books and journals. The results of the study explained that first, by reason of fear of something forbidden in Islam such as adultery because they have known and been dating for too long and even got engaged. During the maqashid sharia discussion includes the hifdzun nasl (preserving descendants). Second, with long courtship, the road here and there is so much cohesion and fittings in qashid sharia discussion as well as in hifdzul aradh (preserving honor).Key Words: Courtship; Maqashid Sharia; The Dispensation of Marriage.AbstrakPenelitian ini membahas mengenai pertimbangan majelis hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah, dengan alasan pacaran sudah terlalu lama ditinjau menurut maqashid syariah. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan bahan hukum primer berupa telaah putusan PA. Bengkalis No. 0051/Pdt.P/2018/PA. Bkls. dan bahan hukum skunder berupa, kitab, buku dan jurnal. Hasil penelitian dijelaskan bahwa pertama, dengan alasan kekhawatiran terjadinya sesuatu yang dilarang dalam Islam seperti perzinahan karena sudah kenal dan pacaran terlalu lama bahkan sudah tunangan. Dalam pembahasan maqashid syariah termasuk kedalam hifdzun nasl (menjaga keturunan). Kedua, dengan telah lama pacaran, jalan kesana-kemari layaknya suami istri sehingga dikhawatirkan timbul pergunjingan dan fitnah dalam pembahasan maqashid syariah termasuk kedalam hifdzul aradh (menjaga kehormatan).Kata Kunci: Pacaran; Maqashid Syariah; Dispensasi Nikah,
Late Charge Pada Syariah Card Dalam Perspektif Islam Khoiri Khoiri
ISTIKHLAF: Jurnal Ekonomi, Perbankan dan Manajemen Syariah Vol 2 No 1 (2020): (Maret 2020)
Publisher : Institut Agama Islam Yasni Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.044 KB) | DOI: 10.51311/istikhlaf.v2i1.221

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hukum denda keterlambatan (late chage) dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card). Hasil penelitian ditemukan bahwa denda keterlambatan (late charge) dalam syariah card sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card) diperbolehkan dengan catatan bahwwa denda keterlambatan (late charge) adalah sanksi atau hukuman yang didasarkan pada prinsip ta’zir yaitu bersifat menyerahkan dan demi perbaikan serta bertujuan agar nasabahnya lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya dan uang hasil dari denda tidak diklaim sebagai pendapatan penerbit kartu tetapi diperuntukkan sebagai dana sosial,dan besar nominalnya juga berdasarkan kesepakatan bersama bukan sepihak.
Bai’ Al Wafa’ Dalam Tinjauan Hukum Islam Muklisin Muklisin; Khoiri Khoiri
ISTIKHLAF: Jurnal Ekonomi, Perbankan dan Manajemen Syariah Vol 1 No 2 (2019): (September 2019)
Publisher : Institut Agama Islam Yasni Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.815 KB) | DOI: 10.51311/istikhlaf.v1i2.222

Abstract

Bai wafa’, suatu akad jual beli dimana pembeli berkomitmen setelah sempurna aqad bai’ untuk mengembalikan barang yang dibelinya kepada penjualnya sebagai ganti pengembalian harga barang tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bai’ wafa’ dalam tinjauan hukum islam. Penelitian ini merupakan penelitian perpustakaan atau library research yaitu penelitian yang menemukan objeknya dilakukan dengan menggali informasi kepustakaan.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI DALAM HAL HUTANG PIUTANG Jon Hendri; Khoiri Khoiri
JCH (Jurnal Cendekia Hukum) Vol 3, No 2 (2018): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.359 KB) | DOI: 10.33760/jch.v3i2.22

Abstract

Kaselan S.Hut has lent money to Abdul Wahid bin Kosmol with the amount of money of Rp. 162,000,000. But abdul wahid bin kosmol wanprestasi until finally to the court but in the trial, the “majelis hakim”  did not consider the willingness shown by abdul Wahid to pay off the debts to kaselan. The problem of the study was how the judges’s  legal considerations in deciding cases Number 1372 K / PDT / 2008 and how about a way to prove the case Number 1372 K / PDT / 2008. Furthermore, the method of this journal was the type of normative research, the source data obtained from three parts of Primary Legal Material, the decision of the Supreme Court and the “Perdata" case No. 1372 K / PDT / 2008, secondary law materials from books and “hukum tersier”. From the results, its can be explained that the “majelis hakim mahkamah agung” in conducting examination of cases Number 1372 K / PDT / 2008 has been through legal procedures as defined by the law. However, in giving legal consideration in deciding the judgment only based on the validity of the agreement made by both parties, regardless of the "eksepsi" filed by the defendant, because the defendant also has good willingness and proven by the payment of the debt in several times. In reviewing the instruments of evidence the “majelis hakim mahkamah agung” only concerns for the evidence presented by the plaintiff, whereas the witness evidence presented by the defendant is not a part of assessment of the “majelis hakim”.
STATUS TALAK (TELAAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL) Khoiri Khoiri
Qiyas : Jurnal Hukum Islam dan Peradilan Vol 7, No 1 (2022): APRIL
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/qys.v7i1.6687

Abstract

ABSRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui status talak menurut fikih dan ketentuan hukum nasional dan bagaimana cara mengharmonisasikan antara ketentuan fikih dan hukum nasional. Adapun hasil penelitian ini adalah secara aturan hukum Islam dan fikih dijelaskan bahwa selama rukun dan syarat perceraian terpenuhi, dimanapun dan kapanpun ketika suami mengucapakan talak maka cerai tersebut jatuh dan sah. Namun dalam aturan hukum nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang intinya perceraian itu dianggap sah dan jatuh jika diucapkan di depan sidang pengadilan. Maka untuk kehati-hatian agar aturan agama tidak dilanggar, hakim harus menggali dalam fakta-fakta di persidangan sudah berapa kali sang suami pernah mengucapkan talak. Jika sang suami pernah mengucapkan talak satu maka putusannya adalah memberikan izin menjatuhkan talak raji’, jika talak dua maka putusannya memberikan izin menjatuhkan talak bain kubra dan jika talak tiga maka putusannya memberikan izin menjatuhkan talak bain kubra. Seperti itu nampaknya solusi terbaik agar aturan agama tidak bertentangan dengan atura nasional.Kata Kunci: Status Talak, Hukum Islam dan Hukum Nasional ABSRACTThis study aims to determine the status of talak according to fiqh and the provisions of national law and how to harmonize the provisions of fiqh and national law. As for the results of this research are that according to the rules of Islamic law and jurisprudence, it is explained that as long as the terms and conditions of divorce are met, wherever and whenever the husband says divorce, the divorce falls and is legal. However, in the national law as stated in article 38 paragrafh (1) of law number 1 of 1974 and article 115 of the Compilation of Islamic Law, the point is that divorce is considered valid and falls if it is pronounced in front of a court session. So to be careful so that religious rules are not violated, the judge must dig into the facts in court how many times the husband had pronounced divorce. If the husband has ever said divorce one then the verdict is to give permission to drop talak raji ', if talaq is two then the verdict gives permission to drop talak bain kubra and if divorce is three then the verdict gives permission to drop talak bain kubra. Like that, it seems the best solution so that religious regulations do not conflict with national rules.Keywords: Divorce Status, Islamic Law and National Law
STATUS TALAK (TELAAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL) Khoiri Khoiri
Qiyas : Jurnal Hukum Islam dan Peradilan Vol 7, No 1 (2022): APRIL
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/qys.v7i1.6687

Abstract

ABSRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui status talak menurut fikih dan ketentuan hukum nasional dan bagaimana cara mengharmonisasikan antara ketentuan fikih dan hukum nasional. Adapun hasil penelitian ini adalah secara aturan hukum Islam dan fikih dijelaskan bahwa selama rukun dan syarat perceraian terpenuhi, dimanapun dan kapanpun ketika suami mengucapakan talak maka cerai tersebut jatuh dan sah. Namun dalam aturan hukum nasional sebagaimana disebutkan dalam pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang intinya perceraian itu dianggap sah dan jatuh jika diucapkan di depan sidang pengadilan. Maka untuk kehati-hatian agar aturan agama tidak dilanggar, hakim harus menggali dalam fakta-fakta di persidangan sudah berapa kali sang suami pernah mengucapkan talak. Jika sang suami pernah mengucapkan talak satu maka putusannya adalah memberikan izin menjatuhkan talak raji’, jika talak dua maka putusannya memberikan izin menjatuhkan talak bain kubra dan jika talak tiga maka putusannya memberikan izin menjatuhkan talak bain kubra. Seperti itu nampaknya solusi terbaik agar aturan agama tidak bertentangan dengan atura nasional.Kata Kunci: Status Talak, Hukum Islam dan Hukum Nasional ABSRACTThis study aims to determine the status of talak according to fiqh and the provisions of national law and how to harmonize the provisions of fiqh and national law. As for the results of this research are that according to the rules of Islamic law and jurisprudence, it is explained that as long as the terms and conditions of divorce are met, wherever and whenever the husband says divorce, the divorce falls and is legal. However, in the national law as stated in article 38 paragrafh (1) of law number 1 of 1974 and article 115 of the Compilation of Islamic Law, the point is that divorce is considered valid and falls if it is pronounced in front of a court session. So to be careful so that religious rules are not violated, the judge must dig into the facts in court how many times the husband had pronounced divorce. If the husband has ever said divorce one then the verdict is to give permission to drop talak raji ', if talaq is two then the verdict gives permission to drop talak bain kubra and if divorce is three then the verdict gives permission to drop talak bain kubra. Like that, it seems the best solution so that religious regulations do not conflict with national rules.Keywords: Divorce Status, Islamic Law and National Law