Triyono Puspitojati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PANGAN DI AREAL HUTAN TANAMAN UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Puspitojati, Triyono
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sampai tahun 2014, Kementerian Kehutanan siap melepas 100 ribu ha areal hutan untuk usaha pertanian guna mendukung swasembada pangan. Hal ini menunjukkan kepedulian Kementerian Kehutanan dalam mendukung swasembada pangan dan sekaligus keterbatasan hutan dalam menghasilkan pangan. Sesungguhnya semua hutan tanaman menghasilkan hasil hutan pangan (dalam arti luas dalam bentuk buah-buahan, biji-bijian, umbi-umbian) dan atau non pangan. Tanaman pangan dan non pangan tersebut dikenal dalam banyak istilah, seperti: tanaman kehidupan, tanaman serbaguna, tanaman budidaya tahunan berkayu, tanaman tumpangsari dan tanaman PHBM. Studi ini bertujuan untuk (a) mengkaji sejauhmana kebijakan kehutanan menyediakan landasan pengembangan pangan, (b) mengevaluasi kebijakan budidaya tanaman pangan di areal hutan tanaman dan (c) menyusun konsep pengembangan pangan di areal hutan tanaman. UU Kehutanan No. 41/1999, Peraturan Pemerintah No. 6/2007 dan Peraturan Menteri Kehutanan lain digunakan sebagai landasan studi. Hasil studi adalah sebagai berikut. , Pertama kebijakan kehutanan menyediakan landasan pengembangan pangan yang memadai. Tanaman pangan dapat dibudidayakan secara monokultur, campuran dan polikultur (agroforestri). Kedua budidaya tanaman pangan di areal (a) hutan tanaman industri, (b) hutan tanaman yang dikelola bersama dengan masyarakat, (c) hutan tanaman rakyat, (d) hutan desa dan (e) hutan tanaman HHBK hanya dapat dilakukan untuk tujuan subsisten dan semi-komersial. Hal ini kurang mendorong pengembangan pangan. , Ketiga konsep pengembangan pangan yang disusun berdasarkan pada kebijakan kehutanan mengakomodasi pengembangan pangan. Implimentasi konsep tersebut akan meningkatkan peran kehutanan dalam mendukung swasembada pangan.
PERSOALAN DEFINISI HUTAN DAN HASIL HUTAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGEMBANGAN HHBK MELALUI HUTAN TANAMAN Puspitojati, Triyono
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Difinisi hutan dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dirumuskan Kementerian Kehutanan mendukung pengembangan HHBK melalui hutan tanaman, sementara definisi tersebut yang dirumuskan FAO tidak mendukung. Menurut FAO, HHBK adalah produk tanaman asli, sedangkan hasil pertanian adalah produk budidaya. Hal ini menjadi kendala pengembangan HHBK melalui hutan tanaman. Kajian ini bertujuan untuk mempelajari rasionalitas pengembangan HHBK melalui hutan tanaman.Hasil kajian adalah sebagai berikut. Pertama, pembagian yang tegas antara HHBK dan hasil pertanian perlu diatur kembali karena tidak rasional atau tidak berdasar pada pertimbangan ilmiah, menutup kesempatan membudidayakan tanaman yang berasal dari hutan di hutan dan menempatkan budidaya hutan sebagai bagian hulu dari budidaya pertanian. Kedua, pengaturan kembali HHBKdan hasil pertanian menggunakan parameter budidaya hutan dan budidaya pertanian adalah lebih rasional karena memberi kesempatan yang luas mengembangkan HHBK melalui hutan tanaman dan membudidayakan tanaman yang berasal dari hutan di lahan pertanian. Ketiga, Pengembangan HHBK melalui hutan tanaman dapat menjadi sarana meningkatkan manfaat hutan bagi masyarakat pedesaan.Oleh karena itu, pembagian antara HHBKdan hasil pertanian sebaiknya berdasar pada parameter budidaya hutan dan budidaya pertanian.
KELAYAKAN RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN SEBAGAI LANDASAN PENGELOLAAN HUTAN TERPADU Puspitojati, Triyono
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rencana strategis kehutanan propinsi adalah alat untuk mencapai harmonisasi dalam implementasi rencana pembangunan kehutanan yang komprehensif, efisien dan sinergis dengan sektor lain sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan propinsi. Tujuan kajian ini adalah mengevaluasi enam rencana strategi. Dinas kehutanan propinsi untuk mengetahui apakah dokumen tersebut layak untuk dijadikan panduan manajemen kehutanan terpadu. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa beberapa dokumen (renstra) tidak lengkap dan atau tidak jelas dan tidak terpadu dengan baik dengan sektor lain sehingga (renstra) tersebut tidak layak sebagai panduan manajemen kehutanan terpadu. Disarankan Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah membuat sebuah panduan dalam memformulasikan rencana strategi.
PREFERENSI PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI: STUDI KASUS DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOGOR Puspitojati, Triyono; Darusman, Dudung; Tarumingkeng, Rudy C.; Purnama, Boen
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pola pengelolaan hutan produksi yang dirumuskan oleh pengelola hutan di Jawa tidak sesuai digunakan sebagai landasan pengelolaan hutan produksi yang lestari. Penelitian ini berupaya merumuskan pola pengelolaan hutan produksi berdasarkan preferensi 9 (sembilan) kelompok pemangku kepentingan. Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui preferensi pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan produksi dan (2) merumuskan pola pengelolaan hutan produksi yang sesuai dengan preferensi pemangku kepentingan. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. , Pertama preferensi pemangku kepentingan adalah: (1) masyarakat pedesaan berpartisipasi dalam pengelolaan hutan produksi. Hal ini dapat diwujudkan dengan memasukkan pemberdayaan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan hutan; (2) masyarakat pedesaan memperoleh pekerjaan secara berkelanjutan dalam pengelolaan hutan produksi. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengelola hutan produksi secara multikultur yang hasilnya dapat dipanen setiap tahun; dan (3) Masyarakat pedesaan berpartisipasi dalam kegiatan yang terkait dengan pengelolaan hutan produksi. Hal ini dapat diwujudkan dengan menempatkan mereka sebagai mitra kerja dan mitra usaha perusahaan dalam pengelolaan hutan rakyat, usaha penyediaan input produksi dan industri hasil hutan. , Kedua pola pengelolaan hutan produksi yang sesuai dengan preferensi pemangku kepentingan adalah pola pengelolaan hutan produksi multikultur/agroforestri berbasis pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat pedesaan sebagai mitra kerja dan mitra usaha perusahaan dalam kegiatan pengelolaan hutan, penyedia input produksi dan industri hasil hutan.
PEMANGKU KEPENTINGAN YANG PERLU DIBERDAYAKAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI: STUDI KASUS DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN BOGOR Puspitojati, Triyono; Darusman, Dudung; Tarumingkeng, Rudy C.; Purnama, Boen
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Jawa, gangguan hutan produksi marak terjadi yang menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan hutan tidak didukung oleh sebagian pemangku kepentingan. Mereka mungkin tidak bermaksud merusak hutan tetapi tetap melakukannya karena tidak memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi kelompok pemangku kepentingan yang perlu diberdayakan dalam pengelolaan hutan produksi. Kemampuan dan mobilitas sumberdaya serta kebergantungan langsung pada hutan digunakan sebagai parameter untuk mengidentifikasi mereka. Hasil Penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, pekerja usaha penyedia input, pekerja hutan, masyarakat umum pedesaan dan pekerja industri hasil hutan adalah 4 (empat) kelompok pemangku kepentingan yang perlu diberdayakan dalam pengelolaan hutan produksi. Mereka mempunyai pendapatan dan pendidikan rendah, kebergantungan langsung pada hutan tinggi dan kurang mampu memperjuangkan kepentingannya. Kedua, pemberdayaan yang sesuai untuk mereka adalah (a) meningkatkan kemampuan mereka bekerja dan berusaha pada kegiatan pengelolaan hutan produksi dan (b) meningkatkan kesempatan kerja di dalam kawasan hutan produksi dengan mengelola hutan secara multikultur atau dengan sistem agroforestri. Kementerian Kehutanan dapat mendukung pemberdayaan tersebut dengan merumuskan kebijakan pengelolaan hutan tanaman multikultur yang mudah diimplementasikan.
Kajian Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung Puspitojati, Triyono; Samsoedin, Ismayadi
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota Bandung menghadapi masalah lingkungan yang serius. Sebagian wilayah kota dilanda banjir, kualitas udara di beberapa bagian kota telah melewati baku mutu dan suhu udara bertambah panas. Upaya mengatasi masalah tersebut sedang dilakukan dengan mengembangkan 10 jenis ruang terbuka hijau (RTH), termasuk RTH taman lingkungan berbasis demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengembangan RTH dan pengembangan RTH taman lingkungan berbasis demografi di kota Bandung. Kajian dilakukan dengan mengevaluasi kesesuaian antara rencana dan realisasi pengembangan RTH. Hasil penelitian adalah: Pertama, pada tahun 2004-2011 realisasi pengembangan RTH adalah seluas 1.663 ha. Hal ini 191 ha lebih rendah dibanding rencana pengembangannya. Kedua, dalam periode yang sama, pengembangan RTH taman lingkungan adalah seluas 101,04 ha. Hal ini 0,75 ha lebih rendah dibanding rencana pengembangannya. Ketiga, realisasi pengembangan RTH taman lingkungan tidak berbasis demografi, bervariasi mulai dari 0,05 m2 per penduduk di wilayah pengembangan Tegallega sampai 2,58 m2 per penduduk di wilayah pengembangan Ujungberung, dengan luas rata-rata 0,89 m2 per penduduk. Dalam rencana, pengembangan RTH taman lingkungan berbasis demografi dengan luas rata-rata 0,93 m2 per penduduk. Keempat, Pemerintah Kota Bandung masih perlu mengembangkan RTH seluas 3.108 ha untuk memenuhi ketentuan penyediaan RTH sebesar 30%. Hal ini dapat diupayakan dengan meningkatkan dan memasukkan dana pengembangan RTH dalam anggaran khusus APBD.
ANALISIS KELAYAKAN PANGAN SEBAGAI HASIL HUTAN Puspitojati, Triyono
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (575.647 KB)

Abstract

Tanaman pangan telah dibudidayakan di hutan dalam luasan yang berarti. Namun kontribusi kehutanan dalam mendukung ketahanan pangan tidak nyata karena pangan yang diperoleh dari hutan tidak dicatat sebagai hasil hutan. Tujuan penelitian adalah menganalisis kelayakan pangan yang diperoleh dari hutan sebagai hasil hutan. Keberlanjutan pemanfaatan hutan sebagai sumber pangan digunakan sebagai parameter untuk menentukan kelayakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan hutan sebagai sumber pangan berlangsung secara berkelanjutan dalam 5 (lima) periode kehidupan manusia berinteraksi dengan hutan. Pada Periode I dan II, hutan menjadi sumber pangan utama atau satu-satunya. Pada Periode III, hutan menjadi tempat awal berkembangnya budidaya tanaman pangan. Pada Periode IV, tanaman pangan dibudidayakan pada saat permudaan hutan. Pada Periode V, tanaman pangan dalam kategori pohon, palem, perdu dan tanaman semusim dibudidayakan di areal: hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat, hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman HHBK. Berdasarkan realitas tersebut, pangan yang diperoleh dari hutan layak ditetapkan sebagai hasil hutan.