Ismayadi Samsoedin
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KAJIAN APLIKASI KEBIJAKAN HUTAN KOTA DI KALIMANTAN TIMUR Samsoedin, Ismayadi; Wahyuni, Tien
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam rangka mendukung upaya pengembangan dan pengelolaan hutan kota diperlukan sebuah tindakan dari pengawasan legal. Pemerintah telah mendukung usaha-usaha ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No.63/2002 tentang hutan kota dan kebijakan teknis berupa Peraturan Menteri Kehutanan No. P.71/2009 tentang pedoman penyelenggaraan hutan kota. Hasil penelitian pada empat kota di Kalimantan Timur (Samarinda, Balikpapan, Bontang dan Tarakan) menunjukkan bahwa, dasar legal (lingkup dan penegakan hukum) lebih banyak tentang rencana tata ruang wilayah sebagai isu strategis. Sebagai derivasi dari peraturan nasional, peraturan daerah diharapkan mendukung di dalam upaya pengembangan dan pengelolaan hutan kota pada level regional. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan peraturan daerah untuk petunjuk teknis dalam strategi jangka pendek. Hingga tahun 2011, hanya kota Tarakan yang telah menetapkan peraturan daerah tentang hutan kota, tetapi semua kota tersebut telah menetapkan lahan berhutan sebagai hutan kota dari wilayah perkotaan meskipun belum mencapai target 10 persen. Selain itu, kebanyakan peraturan daerah dari empat kota tersebut relatif sedikit memberi perhatian bagi kebijakan kepemilikan lahan swasta. Dalam kajian ini, peraturan daerah tentang hutan kota yang ada di Kalimantan Timur dikaji, termasuk aspek hukum serta para pihak dan peranannya dalam pengelolaan hutan kota.
KAJIAN KEBIJAKAN HUTAN KOTA: STUDI KASUS DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA (DKI) Subarudi, Subarudi; Samsoedin, Ismayadi
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan salah satu daerah rawan bencana banjir dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemanasan global. Kondisi ini bertambah buruk dengan semakin menyusutnya ruang terbuka hijau (RTH) dari sekitar 35 persen (1965) menjadi sekitar 9,3 persen (2009). Oleh karena itu kajian kebijakan pembangunan hutan kota di DKI Jakarta sanagt diperlukan sebagai proses pembelajaran bagi para pengelola perkotaan di Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan hutan kota yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda) provinsi DKI Jakarta. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembangunan hutan kota merupakan suatu keniscayaan bagi pemda DKI Jakarta untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap bencana banjir dan sekaligus memperindah dan menjaga keasrian lingkungan perkotaan. Sejak keluarnya PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, pemda DKI Jakarta belum membuat peraturan-peraturan daerah terkait, tetapi sudah banyak upaya-upaya yang direalisasikan untuk mendukung pembangunan hutan kota melalui peningkatan luas RTH. Pemda DKI Jakarta terus berupaya meningkatkan luasan RTH secara konsisten dengan membongkar 93 bangunan di tepi sungai Kalibaru dan menutup 27 stasiun pengisian bahan bakar untuk umum(SPBU) yang berlokasi di jalur hijau dan mengalihfungsikannya sebagai RTH. Sumber-sumber pendanaan yang yang dapat dikumpulkan oleh Pemda DKI Jakarta untuk membiayai perluasan RTH adalah APBD, APBN, Pajak dan dana CSR dari perusahan besar nasional dan multi nasional yang berkantor pusat di Jakarta serta lembaga donor internasional yang peduli lingkungan.
Kajian Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung Puspitojati, Triyono; Samsoedin, Ismayadi
ISSN 0216-0897
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota Bandung menghadapi masalah lingkungan yang serius. Sebagian wilayah kota dilanda banjir, kualitas udara di beberapa bagian kota telah melewati baku mutu dan suhu udara bertambah panas. Upaya mengatasi masalah tersebut sedang dilakukan dengan mengembangkan 10 jenis ruang terbuka hijau (RTH), termasuk RTH taman lingkungan berbasis demografi. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pengembangan RTH dan pengembangan RTH taman lingkungan berbasis demografi di kota Bandung. Kajian dilakukan dengan mengevaluasi kesesuaian antara rencana dan realisasi pengembangan RTH. Hasil penelitian adalah: Pertama, pada tahun 2004-2011 realisasi pengembangan RTH adalah seluas 1.663 ha. Hal ini 191 ha lebih rendah dibanding rencana pengembangannya. Kedua, dalam periode yang sama, pengembangan RTH taman lingkungan adalah seluas 101,04 ha. Hal ini 0,75 ha lebih rendah dibanding rencana pengembangannya. Ketiga, realisasi pengembangan RTH taman lingkungan tidak berbasis demografi, bervariasi mulai dari 0,05 m2 per penduduk di wilayah pengembangan Tegallega sampai 2,58 m2 per penduduk di wilayah pengembangan Ujungberung, dengan luas rata-rata 0,89 m2 per penduduk. Dalam rencana, pengembangan RTH taman lingkungan berbasis demografi dengan luas rata-rata 0,93 m2 per penduduk. Keempat, Pemerintah Kota Bandung masih perlu mengembangkan RTH seluas 3.108 ha untuk memenuhi ketentuan penyediaan RTH sebesar 30%. Hal ini dapat diupayakan dengan meningkatkan dan memasukkan dana pengembangan RTH dalam anggaran khusus APBD.
DINAMIKA KEANEKARAGAMAN JENIS POHON PADA HUTAN PRODUKSI BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN TIMUR Samsoedin, Ismayadi
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Sesudah lebih dari 30 tahun kegiatan eksploitasi hutan di Indonesia, relatif masih sedikit penelitian tentang komposisi jenis pohon yang dilakukan pada petak ukur permanen, khususnya di Kalimantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika keragaman jenis pohon pada hutan produksi bekas tebangan berumur5, 15, dan 30 tahun, dan membandingkannya dengan petak hutan primer sebagai kontrol.  Data dikumpulkan dari 16 petak ukur permanen berukuran masing-masing 1 ha, terdiri dari 4 petak untuk tiap perlakuan 5, 10, dan 30 tahun setelah penebangan dan 4 petak kontrol pada hutan primer.  Hasil penelitian menemukan 914 jenis pohon, terdiri dari 223 genus dan 65 suku.   Suku yang paling dominan untuk seluruh petak adalah Dipterocarpaceae. Eksploitasi hutan tidak berpengaruh nyata terhadap keragaman jenis pohon hutan, kecuali untuk jenis Dipterocarpacea pada LOA-5 dan 10.   Dari indeks keragaman Shannon-Wiener dan indeks keseragaman jenis juga terlihat bahwa ekploitasi hutan tidak secara signifikan mengakibatkan penurunan keragaman jenis kecuali pada LOA-10 yang memiliki keragaman jenis pohon paling rendah dibandingkan petak  yang  lain.  Walaupun  keragaman jenis  pada  LOA-30  tidak  berbeda  nyata  dengan  hutan  primer, tebangan rotasi kedua tidak disarankan untuk dilakukan karena akan membahayakan keberadaan sumberdaya genetik yang belum diketahui potensinya.
STRUKTUR DAN KOMPOSISI HUTAN PAMAH BEKAS TEBANGAN ILEGAL DI KELOMPOK HUTAN SEI LEPAN, SEI SERDANG, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER, SUMATERA UTARA Samsoedin, Ismayadi; Heriyanto, N.M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 3 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur tegakan dan komposisi jenis pohon (diameter setinggi dada ≥ 10 cm), pancang, dan semai di hutan pamah terganggu di kelompok hutan Sei Lepan, Sei Serdang,Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara. Sampling dilakukan pada petak pengamatan berukuran satu ha pada ketinggian 237,6 m dari permukaan laut. Berdasarkan hasil penelitian, tercatat 110 jenispohon berdiameter ≥ 10 cm dan berjumlah 687 pohon dengan luas bidang dasar 24,52 m/ha. Jenis tersebuttergolong dalam 34 suku, dimana suku yang mempunyai jenis terbanyak adalah Euphorbiaceae,Dipterocarpaceae, dan Myrtaceae. Jenis-jenis yang dominan berturut-turut adalah Macaranga hoseii King ex Hook.f., Shorea sp., dan Shorea multiflora (Burk) Symington. Kerapatan pancang dan semai sebesar 12.800 batang/ha dan 29.700 batang/ha. Potensi pohon berdiameter ≥ 10 cm di lokasi penelitian sebesar358,11 m³/ha. Jenis pohon yang mendominasi regenerasi lengkap (tingkat pohon, pancang dan semai),yaitu jenis Archidendron sp. dengan INP pada tingkat semai 37,27% dan pada tingkat pancang 35%), dan jenis Shorea sp. yang dominan pada tingkat pohon dengan INP 19,88%. Pohon tanpa regenerasi, baik di tingkat pancang maupun semai didominasi oleh jenis Shorea inappendiculata Burck. (INP 11,91%), Melicope glabra (Blume) T.G.Hortley. (INP 9,91%), dan jenis Durio excelsus Griff. (INP 9,48%). Pancangtanpa regenerasi di tingkat semai didominasi berturut-turut oleh Vatica sp. (INP 4,19%), Knema curtisii (King) Warb. (INP 3,56%), dan Heritiera sumatrana (INP 2,01%), sedangkan tingkat semai didominasi oleh Xanthophyllum sp. (INP 2,85%), Rinorea sp. (INP 2,10%), serta Horsfieldia sp. dan Dysoxylum sp.(INP masing-masing sebesar 1,76%) 
STRUKTUR DAN KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN HUTAN PAMAH DI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) CARITA, PROVINSI BANTEN Samsoedin, Ismayadi; Heriyanto, N. M.; Subiandono, Endro
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian struktur dan komposisi jenis tumbuhan hutan pamah di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus dalam hutan primer, hutan primer terganggu, dan hutan sekunder tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwakeragaman tumbuhan dari tingkat semai ke tingkat pohon, di hutan primer ditemukan 95 jenis yang tercakup dalam 43 suku, di hutan primer terganggu ditemukan 116 jenis tumbuhan yang tercakup dalam 61 suku, dan di hutan sekunder tua ditemukan 66 jenis tumbuhan yang tercakup dalam 44 suku. Jenis yang mendominasi regenerasi lengkap pada setiap strata terdapat di hutan primer. Untuk tingkat pohon didominasi oleh Schima wallichii (DC.) Korth. dengan indeks nilai penting (INP) 10,03%, tingkat belta dan tingkat semai didominasi (KHDTK) Carita, Banten, dilakukan pada bulan Agustus 2007. Plot dibuat masing-masing seluas 200 m oleh jenis Dysoxylum densiflorum (Blume) Miq. dengan INP masing-masing sebesar 35,00% dan 37,27%. Jenis tumbuhan dominan pada hutan primer terganggu adalah Castanopsis acuminatissima (Blume) A. DC. dengan INP 19,88% untuk tingkat pohon, Vitex pinnata L. untuk tingkat belta (INP 20,46%), dan Glochidion rubrum Bl untuk tingkat semai (INP 13,10%). Pada hutan sekunder tua, jenis yang mendominasi pada tingkat pohon adalah Vernonia arborea Buch.-Ham. dengan INP 5,10%, tingkat belta adalah jenis Lithocarpus elegans (Blume) Hatus ex Soepadmo dengan INP sebesar 20,46%, dan untuk tingkat semai adalah jenis Archidendron jiringa (Jack) Nielsen. dengan INP sebesar 13,10%
POTENSI BIOMASA KARBON HUTAN ALAM DAN HUTAN BEKAS TEBANGAN SETELAH 30 TAHUN DI HUTAN PENELITIAN MALINAU, KALIMANTAN TIMUR Samsoedin, Ismayadi; Dharmawan, I Wayan Susi; Siregar, Chairil Anwar
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Hutan alam memiliki fungsi ekologis yang sangat vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem.  Salah satu di antaranya adalah fungsi hutan alam dalam menjaga iklim di dalam kawasan hutan maupun di luar hutan. Hal ini terkait dengan kemampuan tegakan hutan untuk menyerap karbondioksida dan melepaskan oksigen dalam proses fotosintesis. Semakin banyak karbondioksida yang diserap oleh tanaman dalam bentuk biomasa karbon maka semakin besar pengaruh buruk efek gas rumah kaca dapat ditekan. Dalam tulisan ini, akan dibahas tentang potensi biomasa karbon hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan membuat lima titik sampling tanah secara  acak  dengan kedalaman 20  cm  masing-masing di  hutan alam  dan  hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pengukuran biomasa karbon di atas permukaan tanah, dilakukan dengan membuat empat plot dan masing-masing plot dibuat subplot sebanyak 25 dengan ukuran 20 m x 20 m pada masing- masing hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun. Pohon dengan diameter setinggi dada  ≥ 10 cm diukur dan dicatat diameter dan tingginya. Biomas diukur dengan menggunakan metode Brown dan Chave. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbon tanah sedalam 20 cm di hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar 37,86 tonC/ha dan 30,58 tonC/ha. Kandungan karbon di atas permukaan tanah pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing   adalah   sebesar   264,70   tonC/ha   dan   249,10   tonC/ha.   Dengan   demikian,   serapan karbondioksida pada hutan alam dan hutan bekas tebangan setelah 30 tahun masing-masing adalah sebesar970,57 tonCO2 /ha dan 913,37 tonCO2 /ha.   Potensi hutan alam dalam menyerap karbondioksida di Hutan Penelitian Malinau sangat tinggi dan apabila hutan alam ini ditebang dengan memperhatikan asas-asas pengelolaan hutan lestari, maka setelah 30 tahun ternyata memiliki potensi biomasa karbon yang mendekati potensi biomasa karbon di hutan alam.
An undescribed lowland natural forest at Bodogol, Gunung Gede Pangrango National Park, Cibodas Biosphere Reserve, West Java, Indonesia Helmi, Nelva; Kartawinata, Kuswata; Samsoedin, Ismayadi
REINWARDTIA Vol 13, No 1 (2009): Vol. 13 No. 1
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.328 KB) | DOI: 10.14203/reinwardtia.v13i1.11

Abstract

An analysis of the structure and floristic composition of trees with diameters at breast height ? 10 cm in a one- hectare plot in a lowland natural forest at the elevation of 800 m at Bodogol, the Gunung Gede Pangrango National Park, Cibodas Biosphere Reserve, recorded 70 spesies and 30 families with a density of 350 trees/hectare and a total basal area of 23.36 m2. As high as 37 tree spesies (52.86 %) were not recorded in the flora of Mt.Gede Pangrango; they were species of upper lowland forest and dominated the plot. Among 10 main species, only Altingia excelsa and Ficus ribes are montane forest species. Thus the forest plot represents a transition between lowland forest and lower montane forest, which may be called an upper lowland forest. This is a new phenomenon which has not been recorded previ- ously at the Gunung Gede Pangrango National Park. The most prominent species with Importance Value (VI) > 10 % are Schima wallichii, Pternandra caerulescens, Neesia altissima, Luvunga sarmentosa and Maesopsis eminii; the latter is an exotic species invading the natural forest. Dipterocarpus hasseltii is present in the area.
A TREE SPECIES INVENTORY IN A ONE-HECTARE PLOT AT THE BATANG GADIS NATIONAL PARK, NORTH SUMATRA, INDONESIA Kartawinata, Kuswata; Samsoedin, Ismayadi; Heriyanto, M; Afriastini, JJ
REINWARDTIA Vol 12, No 2 (2004): Vol. 12, No. 2
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2252.616 KB) | DOI: 10.14203/reinwardtia.v12i2.60

Abstract

KARTAWINATA, KUSWATA; SAMSOEDIN, ISMAYADI; HERIYANTO, M. AND AFRIASTINI, J. J. 2004. A tree species inventory in a one-hectare plot at the Batang Gadis National Park, North Sumatra, Indonesia. Reinwardtia 12 (2): 145 – 157. The results of the inventory of trees with DBH = 10 cm shows that 184 species in 41 families, represented by 583 individuals with the total basal areas of 40.56 m² occurred in the one-hectare plot sampled. Together with the saplings and shrubs the number of species was 240 belonging to 47 families. The forest is richer in tree species than other lowland forests in North Sumatra, but poorer than those in Borneo and the Malay Peninsula. Dipterocarps constituted 18.42 % of total species with basal area of 18.99 m² or 46.82 % of the total basal area in the plot. The most prominent species was Shorea gibbosa. Hopea nigra, reported to be rare in Bangka and Belitung, occurred here as one of the ten leading species. The species-area curve shows that a considerable number of additional species was encountered more or less steadily up to one hectare and there was no indication of levelling off. A simulated profile diagram shows the forest may be stratified into five layers: (1) emergent layer, (2) upper canopy, (3) middle canopy, (4) lower canopy and (5) ground canopy. Dipterocarps were leading species in the emergent layer, upper canopy and middle canopy. Only 82 species were regenerating as represented by their presence in the sapling stage ranging from 5 to 50 plants/hectare. Macaranga lowii King ex Hook. f. dominated the section which seemed to be previously occupied by gaps.
TREE SPECIES DIVERSITY, STRUCTURAL CHARACTERISTICS AND CARBON STOCK IN A ONE-HECTARE PLOT OF THE PROTECTION FOREST AREA IN WEST LAMPUNG REGENCY, INDONESIA Heriyanto, Nur Muhammad; Samsoedin, Ismayadi; Kartawinata, Kuswata
REINWARDTIA Vol 18, No 1 (2019): Vol.18 No.1
Publisher : Research Center for Biology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1587.2 KB) | DOI: 10.14203/reinwardtia.v18i1.3574

Abstract

HERIYANTO, N. M.,  SAMSOEDIN,  I. & KARTAWINATA, K. 2018. Tree species diversity, structural characteristics and carbon stock in a one-hectare plot of the protection forest area in West Lampung Regency, Indonesia. Reinwardtia 18(1): 1‒18. — A study of species composition, structure and carbon stock in the lower montane forest in the Register 45B of  the protection forest area  in the Tri Budi Syukur  District, Kebun Tebu Village, West Lampung Regency, Lampung Province was conducted in September 2016. The objective of the study was to undertake quantified measurements of floristic composition and structure of and carbon storage in the lower montane forest at 965 m asl in the protection forest area.  A one hectare plot (100 m × 100 m) was established   randomly. The plot was further divided into 25 subplots of 20 m × 20 m each to record trees. Quadrats of 5 m × 5 m for saplings and subquadrats of 2 m × 2 m for seedlings were nested in the tree subplots. We recorded  247 trees with diameter at breast height ≥ 10 cm representing 25 species and 19 families, with a total basal area of 59.14 m2. Overall including seedlings and saplings we recorded 31 species.  The species richness was very low due to disturbances, and was the lowest compared to that of other forests in Sumatra, Kalimantan and Java. The dominant species in terms of importance values (IV) were Litsea cf. fulva (IV=77.02), Lithocarpus reinwardtii (IV=45.21) and Altingia excelsa (IV=26.95). Dominant species in seedling and sapling stages were Polyalthia lateriflora (IV=27.54) and Memecylon multiflorum (IV=41.58).  Biomass and carbon stock of trees with DBH ≥ 10 cm was 50.87 ton/ha and 25.43 ton C/ha, respectively. Regeneration was poor. Structurally and floristically the forest was a developing disturbed forest and the composition  will remain unchanged in many years to come. The successions leading to terminal communities similar to the original conditions would be very slow and should be assisted and enhanced by applying ecological restoration through planting tree species native to the site.