Pandu Sumarna
Universitas Wiralodra

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Keragaan Produktivitas Padi Sawah Jawa Barat Dan Faktor Yang Mempengaruhinya Juri Juswadi; Pandu Sumarna; Neneng Sri Mulyati
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35138/paspalum.v8i2.199

Abstract

This study aims to describe the performance of West Java wet land paddy productivity in the period 1997-2017, and identify the factors that influence it. Descriptive research results show that during the period 1997-2017, the average productivity of wet land paddy in West Java that observed from 16 districts experienced an increase from 53.22 Kw/ha in 1997 to 60.79 Kw/ha ton in 2017, with average productivity per year is 55.92 Kw/ha. Wet land paddy productivity has increased by 7.57 Kw/ha or an increase in an average of 0.83% per year. Increased productivity has fluctuated with a negative increase occurred in 1998, 2001, 2004, 2010, 2012, 2014, 2014, 2015 and 2017. There is still a gap between factual wet land paddy productivity with potential productivity of some superior varieties of wet land paddy. The results of statistical analysis of factors that affect wet land paddy productivity in West Java show that variable altitude and rainfall have a significant effect on wet land paddy productivity, while the irrigation area and cropping index (IP) have no significant effect
Usahatani Padi Sawah (Oriza sativa, L) dengan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pandu Sumarna
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 1, No 1 (2011)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3421.704 KB) | DOI: 10.35138/paspalum.v1i1.43

Abstract

Padi sawah (Oriza sativa L) merupakan salah satu tumbuhan yang menghasilkan sumber pangan pokok bagi masyarakat Indonesia. Keberhasilakn usaha peningkatan produksi padi sawah sangat bergantung pada daya dukung dan kemampuan petani sebagai pengelola usaha tani, antara lain menyediaan modal, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani serta luas kepemilikan lahan garapan yang dikelola petani. Kendala dalam peningkatan produksi tanaman padi antara lain serangan hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman sejak dipersemaian sampai menjelang panen. serangan hama dan penyakit ini dapat mengurangi hasil produksi baik kalitas maupun kuantitas sampai mengakibatkan kegagalan panen. Oleh karena itu upaya pengendalian serangan hama dan penyakit perlu mendapat perhatian yang serius agar produksi dapat dipertahankan dan petani memperoleh keuntungan dalam mengelola usahanya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usahatani dengan penerapan PHT mengeluarkan biaya total sebesar R. 5.276.930,60,- per hektar dan menghasilkan penerimaan Rp. 8.050.900,53,- per hentar , sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.773.969,93,- per hektar. Adapun tingkat efisiensi usahatani yang menerapkan PHT tingkat efisiensinya (RC) sebesar 1,53. Begitu pula dilihat dari kelayakan usahanya (renatabilitas) memperoleh 52,57 lebih tinggi dari bunga bank sebesar 6 persen per musim. Hal ini menunjukkan usahatani yang menerapkan PHT dalam usahanya layak untuk dikembangkan.
Produksi Jagung dan Umbi-Umbian, dan Peranannya dalam Perekonomian Indonesia Juri Juswadi; Pandu Sumarna; Neneng Sri Mulyati
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35138/paspalum.v8i1.149

Abstract

This study aims to determine the performance of Indonesian maize and tuber production and forward linkages with the agro-industry sector. Through this research it can be seen the role of maize and tuber commodities in the Indonesian economy. The results showed that corn production increased by 91.24% during the period 2000-2013, with an average growth of 5.22% per year. Tuber production consisting of cassava increased by 27.44% over the period 2000-2013 with an average growth of 2.91% per year, and sweet potatoes increased by 30.59% with an average of 2.18% per year. The domestic output of the corn sector increased from Rp. 855,554 million in 1985 to Rp. 74,817,036 million in 2008 and the tuber sector increased from Rp. 1,798,023 million in 2000 to Rp. 29,209,547 million in 2008. Transactions in the corn sector line and tubers showed a significant increase during the 1985-2008 period, from six transactions to 14 transactions. An increase in the forward linkages between the corn sector and the agro-industry sector from 0.188 to 0.258 in the period 2005-2008, showed an increase in the contribution of the corn sector as an intermediate input for the agro-industry sectors, while in the tuber sector there was no increase.
Pengaruh Faktor Internal Petani dalam Mengadopsi Teknologi Pandu Sumarna
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (898.498 KB) | DOI: 10.35138/paspalum.v2i1.57

Abstract

Pemberdayaan petani merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan hasil produksi dan kesejahteraan para petani. Penyuluhan pertanian sebagai pendidikan luar sekolah bagi petani dan keluarganya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap mereka mempunyai peranan yang sangat strategis untuk menyukseskan pembangunan pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan pembinaan terhadap para petani dan keluarganya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Proses tersebut tidak terlepas dari peran penyuluh terutama menyangkut usaha membantu petani agar senantiasa meningkatkan efisiensi usahatani. Sedangkan bagi petani, penyuluhan adalah suatu kesempatan pendidikan di luar sekolah dimana mereka dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Penyuluhan pertanian merupakan sarana bagi petani untuk mengetahui inovasi yang dapat meningkatkan hasil produksi menjadi lebih baik. Menurut Soekarwati (1988) faktor-faktor internal yang mempengaruhi petani dalam memilih teknologi pertanian adalah umur petani, tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga petani, pengalaman berusahatani, modal usahatani, luas lahan usahatani, status kepemilikan lahan dan intensitas petani dalam mengikuti penyuluhan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor internal tidak memiliki hubungan yang nyata dengan adopsi teknologi, dengan nilai koefisien korelasi sebedar 0,191 (korelasi sangat rendah) dan nilai t hitung 1,214 dengan nilai t tabel sebesar 1,684. Sehingga dapat disimpulkan bahwa simultan faktor internal petani tidak memiliki hubungan yang nyata dengan adopsi teknologi karena nilai korelasinya hanya 0,191 yang berarti tingkat korelasi sangat rendah.
Analisa Usahatani Padi Ketan (Oryza sativa glutinosa) (Studi Kasus di Kelompok Tani Sri Rahayu Desa Margamulya Kecamatan Bongas Kabupaten Indramayu) Neneng Sri Mulyati; Pandu Sumarna
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 7, No 2 (2019)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.601 KB) | DOI: 10.35138/paspalum.v7i2.148

Abstract

The research aims to determine the cost of production, acceptance, profit, RC Ratio (Revenue Cost Ratio), and feasibility (ability) of glutinous rice farming.  The research method is to use a descriptive survey with a census of sampling techniques against members of the farmer group Sri Rahayu Margamulya village Bongas Sub-district of Indramayu district that planted glutinous rice with 11 people.  Based on the results of the research can be known that the average total cost of glutinous rice farming is Rp. 29,313,151.52, the average admission is Rp. 47,836,363.64, the average profit is Rp. 18,523,212.12, and the R/C of its farming is 1.63, As well as the ability gained by farmers is 63% per season higher than the Bank rate prevailing at the time 1.5% per month. So it can be concluded that glutinous rice farming is profitable and worthy to be cultivated.
Pengembangan Lokasi Agroindustri Buah-Buahan Di Kabupaten Indramayu Jawa Barat Juri Juswadi; Pandu Sumarna
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 10, No 1 (2022)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35138/paspalum.v10i1.365

Abstract

The aim this research is to plan the location development of fruit agroindustry in Indramayu Regency. The Identification of the fruit agroindustry location is based on the cost efficiency of fruit supplies transportation as raw materials, which are produced by 31 sub-districts. In this development plan, Indramayu district is divided into four regions based on the closesness of the location and the production of mango, banana, papaya, guava, watermelon, and sapodilla. The determination of the agro-industry location is based on the center of gravity method. Research data on fruit production is taken from the Central Bureau of Statistics of Indramayu Regency. The location data of each district was obtained from google maps. The results of data analysis show that the mango agroindustry location development is located at Terusan-Sindang village in Region I, Arjasari-Patrol village  in Region II, Tanjung Kerta-Kroya village in Region III and Tambi Lor-Sliyeg village in Region IV. The development of banana argoindustry location is located in Bojangsari-Indramayu village in Region I, Bongas-Bongas village in Region II, Gantar-Gantar village in Region III and Cangkingan-Kedokanbunder village in Region IV. The Development of Papaya agroindustry location is found in Karanganyar-Indramayu village in Region I, Kertamulya-Bongas village in Region II, Kroya-Kroya village in Region III and Pilangsari-Jatibarang village in Region IV. The guava agroindustry location development is found in Karangmalang- Indramayu village in Region I, Cipaat-Bongas village in Region II, Mekarjati-Haurgeulis village in Region III and Bulak-Jatibarang village in Region IV. The development of watermelon agrioindustry location is situated in Karanganyar-Indramayu village in Region I, Jatimunggul-Terisi village in Region III and Jayalaksana- Kedokanbunder village in Region IV. The development of sapodilla agroindustry location is in Karangmalang- Indramayu village in Region I, Lempuyang-Anjatan village in Region II, Sumbon-Kroya village in Region III and Tambi Lor-Sliyeg village in Region IV.
Analisis Trend dan Perwilayahan Komoditas Mangga Di Kabupaten Indramayu Jawa Barat Juri Juswadi; Pandu Sumarna
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35138/paspalum.v9i2.308

Abstract

This study aims to identify the trend of production and harvested area of mango and identify the sub-districts of the mango commodity base and the characteristics of its distribution in Indramayu Regency in the period 2009-2019. The research data is secondary data that is time series in the period 2009-2019. Data analysis used LQ (location quotient), localization coefficient, and specialization coefficient. The results of the study in 31 sub-districts showed a declining trend of mango production in most of the sub-districts, only six sub-districts showed an increasing trend of mango production, and 10 sub-districts showed an increasing trend of harvested area. The mango commodity base sub-district is located in 17 sub-districts. Mango cultivation is not concentrated in one or several sub-districts but spreads to all sub-districts and there is no sub-district that specializes in mango production but there is a diversity of cultivation of various fruits in all sub-districts in Indramayu Regency.
Potensi Peningkatan Luas Panen, Produksi, Dan Produktivitas Kedelai Di Jawa Barat Juri Juswadi; Pandu Sumarna; Neneng Sri Mulyati
Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Winaya Mukti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35138/paspalum.v9i1.281

Abstract

This study aims to identify the development of harvest area, production, and productivity of West Java soybeans during the period 2004-2005, the effect of harvest area on soybean production and grouping districts in West Java based on harvest area and soybean productivity. The analytical tools used are descriptive statistics, regression analysis, and quadrant analysis. The results showed that the harvest area, production and productivity of West Java soybeans during the period 2004-2015 increase with fluctuating growth. Soybean harvest area has a very significant effect on soybean production. The results of quadrant analysis show that only Garut and Indramayu districts are in quadrant II, which have high harvest areas and soybean productivity. Bogor and Bekasi districts are in quadrant IV which have very low harvest area and soybean productivity, while the other 14 districts are in quadrant I with high soybean productivity but low harvest area.
NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KACANG KEDELAI MENJADI TAHU Putri Diah Pitaloka; Supriyadi Supriyadi; Pandu Sumarna
Agri Wiralodra Vol. 12 No. 1 (2020): Agri Wiralodra
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/agriwiralodra.v12i1.22

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui besar nilai tambah dan rasio nilai tambah dari pengolahan kacang kedelai menjadi tahu di Kelurahan Bojongsari Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu Tahun 2018. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kacang kedelai menjadi tahu di Kelurahan Bojongsari Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu Tahun 2018 adalah jika dihitung pada responden pertama untuk ukuran 6 cm x 6 cm berdasarkan output 160 Kg per satu kali produksi yaitu Rp. 6.837,00 dengan rasio nilai tambah yang didapat jika dihitung berdasarkan output 160 Kg yaitu 42,73% kurang dari 50%. Ukuran 8 cm x 8 cm berdasarkan output 90 Kg per satu kali produksi yaitu Rp. 7.778,00 dengan rasio nilai tambah yang didapat jika dihitung berdasarkan output 90 Kg yaitu 43,21% kurang dari 50%. Ukuran 9 cm x 9 cm berdasarkan output 62,5 Kg per satu kali produksi yaitu Rp. 7.462,00 dengan rasio nilai tambah yang didapat jika dihitung berdasarkan output 62,5 Kg yaitu 39,80 % kurang dari 50%. Hasil penelitian dari responden pertama untuk tiga ukuran tergolong rendah. Responden kedua untuk ukuran 3 cm x 3 cm berdasarkan output 80 Kg per satu kali produksi yaitu Rp. 28.197,00 dengan rasio nilai tambah yang didapat jika dihitung berdasarkan output 80 Kg yaitu 73,43 % lebih dari 50%. Ukuran 6 cm x 6 cm berdasarkan output 80 Kg per satu kali produksi yaitu Rp. 28.197,00 dengan rasio nilai tambah yang didapat jika dihitung berdasarkan output 80 Kg yaitu 73,43 % lebih dari 50%. Hasil penelitian dari responden kedua untuk kedua ukuran sama tergolong tinggi.
NILAI TAMBAH UMBI TIKE MENJADI KERIPIK TIKE PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA Rachmat Perbawa Hijrah; Juri Juswadi; Pandu Sumarna
Agri Wiralodra Vol. 12 No. 1 (2020): Agri Wiralodra
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/agriwiralodra.v12i1.23

Abstract

Penelitian ini dilakukan di Desa Jumbleng Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu yang mengolah umbi tike menjadi keripik tike sebanyak 4 responden. Hasil penelitian mengenai pengolahan umbi tike menjadi keripik tike di UKM Desi, UKM tersebut memproduksi keripik tike menjadi 3 kemasan yang berbeda, yaitu kemasan yang mempunyai berat 100 gram dengan nilai tambah Rp 69.739,96 dan rasio nilai tambah sebesar 77,49%, kemasan 500 gram dengan nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 77.429, 96 dan rasio nilai tambah sebesar 77,43%, dan 1.000 gram yang memperoleh nilai tambah sebesar Rp 63.229,96 dengan rasio nilai tambah sebesar 70,26%. UKM Dhe-dhe Tyas memproduksi keripik tike menjadi 2 kemasan yang berbeda, yaitu kemasan yang mempunyai berat 100 gram dengan nilai tambah sebesar Rp 90.596,77 dan rasio nilai tambah sebesar 82,36% dan 1.000 gram dengan nilai tambah sebesar Rp 67.942,32 dan rasio nilai tambah sebesar 75,49%. Keripik tike Bapak Nano memproduksi keripik tike menjadi 2 kemasan yang berbeda, yaitu kemasan 100 gram dengan nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 90.501,83 dan rasio nilai tambah sebesar 82,27% dan 1.000 gram dengan nilai tambah sebesar Rp 71.729,49 dan rasio nilai tambah sebesar 79,70%. Sedangkan Industri Rumah Tangga Bapak Imam memproduksi keripik tike menjadi 3 kemasan yang berbeda, yaitu kemasan yang mempunyai berat 100 gram dengan nilai tambah sebesar Rp 82.739,44 dan rasio nilai tambah sebesar 82,74%, 500 gram dengan nilai tambah sebesar Rp 81.659.44 dan rasio nilai tambah sebesar 81,66%, dan 1.000 gram dengan nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 70.309,44 dan rasio nilai tambah sebesar 78,14%. Artinya nilai tambah yang diperoleh 4 responden tersebut tergolong tinggi karena rasio nilai tambahnya lebih dari 50%.