Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENDAMPINGAN PENGEMASAN ATRAKSI WISATA BERBASIS BUDAYA DI DESA KOMODO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti; Dwi Kristianto
RESWARA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.072 KB) | DOI: 10.46576/rjpkm.v3i1.1647

Abstract

Desa Komodo, bagian dari Taman Nasional Komodo, berada tidak jauh dari Dermaga Loh Liang yang menjadi destinasi bersandarnya kapal-kapal pesiar di Pulau Komodo. Keterbatasan Desa Komodo untuk menarik wisatawan turun dari kapal pesiar dan mengunjungi Desa Komodo menjadi permasalahan yang ditemukan di lapangan. Para wisatawan umumnya turun dari kapal pesiar hanya untuk melihat hewan Komodo di Taman Nasional Komodo. Maka, pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan akan pengemasan atraksi wisata berbasis budaya lokal kepada masyarakat Desa Komodo. Atraksi wisata ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Komodo. Kegiatan pendampingan ini menggunakan metode PAR (participatory action research), di mana masyarakat Desa Komodo diajak berpartisipasi aktif mulai dari menjadi peserta Focus Group Disucussion untuk menjaring masukan dalam Studi Potensi Desa, hingga pelaku pengemasan atraksi wisata untuk mengembangkan Desa Wisata Komodo. Kegiatan pendampingan masyarakat di Desa Komodo dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: 1) sosialiasi kegiatan dan studi potensi wisata; 2) pengemasan atraksi wisata; 3) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; dan 4) pengembangan Desa Komodo sebagai desa wisata. Hasil dari pendampingan ini, masyarakat mampu mengemas atraksi wisata berbasis budaya lokal seperti Kolokamba, Tari Arugele, Musik Tembong, dan Tari Komodo yang diambil dari mitos setempat untuk mengembangkan Desa Komodo sebagai desa wisata
Penggunaan Teknologi dalam Pelatihan Pembuatan Sabun sebagai Upaya Pemberdayaan Santri Pesantren Darussalam - Sumenep di Masa Pandemi Covid-19 Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti; Khanifah Khanifah; Yuni Krisyuningsih Krisnandi
Jurnal Abdidas Vol. 2 No. 1 (2021): February, Pages 1-160
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdidas.v2i1.232

Abstract

Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia berimbas ke berbagai ranah kehidupan masyarakat. Efek Covid-19 juga dirasakan oleh para santri Pesantren Darussalam Sumenep. Di masa pandemi ini, para santri dihadapkan pada pilihan kembali ke rumah atas desakan ekonomi, atau tetap bertahan di pesantren. Santri yang bertahan di pesantren perlu mematuhi protokol kesehatan yaitu mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Hal ini menyebabkan kebutuhan sabun dalam lingkungan pesantren meningkat. Maka pelatihan pembuatan sabun dilakukan dengan tujuan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk mendukung pencegahan Pandemi Covid-19 dalam lingkup pesantren, namun tetap memiliki nilai ekonomi di saat yang bersamaan. Adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah-daerah di Indonesia tidak membuat pelatihan pembuatan sabun terhenti karena teknologi tepat guna digunakan sebagai alternatif pelatihan pembuatan sabun. Pelatihan secara sinkronus dengan menggunakan platform Zoom, video demonstrasi pembuatan sabun yang terakses melalui media daring seperti YouTube, serta pendampingan kontinu oleh koordinator lapangan menjadi alternatif pelatihan di masa pandemi ini. Kurang stabilnya akses jaringan internet menjadi tantangan yang ditindaklanjuti melalui forum diskusi (chat) menggunakan WhatsApp. Proses evaluasi menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan Google Form menjadi sarana melihat indikator keberhasilan. Hasil pengabdian masyarakat ini ada dua, yaitu: 1) tertransfernya pengetahuan pembuatan sabun melalui teknologi tepat guna, 2) terbentuknya komunitas santri yang mampu memproduksi sabun. Walaupun produksi sabun masih bersifat untuk konsumsi internal pesantren, namun santri Pesantren Darussalam diharapkan mampu membangun jaringan penjualan sabun sebagai upaya peningkatan ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat ini juga diharapkan dapat membentuk komunitas santri yang mampu mendukung pemerintah dalam upaya mencegah Covid-19.
Indonesia's Dispute Resolution in All England 2021 Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti; Alfan Rahadi; Poetrena Oneal
INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication) Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : IAIN Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/inject.v6i1.1-24

Abstract

All England is one of the oldest and famous badminton competitions in the world which experienced challenges during the Covid-19 pandemic in 2021. The forcing of Indonesian to withdraw from the event due to the National Health Service (NHS) regulations led to a dispute between the Badminton World Federation (BWF) as the organizer to the Indonesian Badminton Squad. The situation becomes complicated when the media creates a narrative that triggers a bigger conflict due to public pressure through social media, which causes Indonesian government to intervene. This study aims to explain the dispute resolution through negotiation and its factors. The method in this study is qualitative descriptive with literature review and interview. Based on data from online media news, the research results show Indonesian dispute resolution in All England cannot achieve a Win-Win solution since state policy is above everything. The factors of the negotiation process come from the internal, external, and cultural factors.
Kajian Etnolinguistik Busana Kebaya Janggan Hitam Khas Kraton Yogyakarta Mia Daniar; Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti
Journal of Social Research Vol. 1 No. 11 (2022): Journal of Social Research
Publisher : International Journal Labs

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55324/josr.v1i11.319

Abstract

Busana merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta, bhusana. Di dalam bahasa Jawa kata busana disebut busono. Tujuan: menemukan gambaran normatif tentang penamaan serta konteks makna secara budaya. Metode: kualitatif. Menurut Bogdan san Taylor (dalam Mamik, 2015: 4), penelitian kualitatif menghasilkan data-data deskriptif berupa kata tertulis maupun verba dari manusia atau tingkah laku yang diamati. Hasil: Kebaya janggan merupakan busana abdi dalem perempuan (estri) Kraton Yogyakarta yang bentuknya menyerupai surjan (busana abdi dalem laki-laki di lingkungan Kraton Yogyakarta).
The Metal Art Industry in Tumang, Cepogo, Boyolali: Preservation and Development Recommendation Policy Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti; Ari Prasetiyo; Dwi Kristianto
Indonesian Journal of Multidisciplinary Science Vol. 1 No. 4 (2022): Indonesian Journal of Multidisciplinary Science
Publisher : International Journal Labs

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.683 KB) | DOI: 10.55324/ijoms.v1i4.84

Abstract

Nowadays, the craftsman is considered a profession that does not need higher education requirements; thus, it creates a wider gap in the craftsmen's regeneration. Tumang's younger generation prefers to work as resellers instead of becoming craftsmen. This study aims to provide policy recommendations that support the preservation of the Tumang Copper Craft Art as traditional Indonesian knowledge. The research uses a qualitative method with a participatory action research approach. It focuses on group discussions with copper artisans and sellers in Tumang on collecting data on the field's challenges and interviews with policymakers to obtain appropriate policy recommendations. The results show that supporting the regeneration process is necessary. The request of public policy needs to be linked to formal education in schools through the Education and Culture Office and efforts to increase the capacity of artisans through the Community and Village Empowerment Service. Moreover, to ensure that the recommendation to support the preservation and development of the Copper Craft Art can be implemented, a public policy recommendation with legality is in the form of a Regent's Regulation because it may cover both education and community empowerment in Tumang.
PEMAKNAAN NAMA HANTU JAWA DALAM MAJALAH PANJEBAR SEMANGAT TAHUN 2017-2019 Winona Alma Della; Widhyasmaramurti Widhyasmaramurti
Cross-border Vol. 6 No. 2 (2023): JULI-DESEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas Kalimantan Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The discussion of ghosts is one of the topics that can be discussed anywhere and anytime. Ghosts in society are known as entities that have certain names and characteristics. One of the interesting things to research is the meaning of the Javanese ghost name. The name of Javanese ghost in this study was obtained from the article Alaming Lelembut in Panjebar Semangat Magazine in 2017-2019. This research aims to describe the meaning of Javanese ghost names. The meaning of Javanese ghost names was obtained using qualitative methods and Dijk’s (1980) theories of discourse analysis in Renkema (2004) through 3 rules, namely the rules of elimination, generalization, and construction. The results showed that there are 6 known Javanese ghost names, namely, Banaspati, Sundel Bolong, Peri, Bajang Kerek, Gendruwo, and Wewe Gombel. From those 6 names, there are 23 different meanings from one ghost to another and 6 meanings are general. The difference in meaning in the names of Javanese ghosts is caused by the influence of ideas or ideas contained in the minds of Javanese people who are detailed and meticulous.
PRAGMATIC MEANING OF BABY CARE GUGON TUHON IN JAVANESE Kurniawati, Devi; Widhyasmaramurti, Widhyasmaramurti
International Review of Humanities Studies Vol. 4, No. 3
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Gugon Tuhon (GT) is a Javanese proposition found in the community as a learning tool. This study explains baby care GT in the village of Bulurejo, Kediri, East Java. Currently, GT is poorly understood and obsolete. Therefore, the research problem of this paper is how can the meaning of GT be understood by mothers in the village of Bulurejo and what does the effect of understanding GT? This study used 8 GT from www.sastra.org, and an interview was conducted with a dhukun (traditional healer) to get in-depth data. This study uses qualitative method and Speech Act theory by Austin (1984) on locutionary act, illocutionary act, and perlocutionary act to identify the meanings of GT understood by mothers, and the theory of language attitudes by Triandis (1971) and Knops (1987) to explain the effects. The hypothesis of this paper is that the understanding of baby care GT as an illocutionary act is less understood, compared to the meaning of locution and perlocution. GT is understood and done by mothers as means of self-defense of fear and gaining knowledge of parents who convey GT. This research is expected to provide knowledge about GT baby care for mothers and support GT preservation.
THE SEMANTIC FIELD OF “LOVE” IN JAVANESE LANGUAGE Hendryanto, Larasati Mauli Amane; Widhyasmaramurti, Widhyasmaramurti
International Review of Humanities Studies Vol. 9, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research delves into the extensive lexicon of the Javanese language, specifically focusing on expressions related to feelings of love. The presence of multiple Javanese lexicons denoting love poses a significant challenge, prompting the central question: What are the semantic nuances that distinguish each lexicon, given the absence of absolute synonyms? The research aims to elucidate the semantic fields that differentiate each love-related lexicon in Javanese. Data for this research is drawn from four distinct Javanese dictionaries, spanning various publication periods. Additionally, the study incorporates diverse data sources, including a book titled "Antologi Cerita Pendek Bahasa Jawa di Yogyakarta," Djaka Lodhang magazine, and the Javanese language corpus from the Javanese Studies at the Faculty of Humanities, Universitas Indonesia which contribute valuable data on sentences conveying the meaning of love. This qualitative research used Nida’s (1975) theoretical framework on componential analysis of meaning. The results show the existence of sixteen Javanese lexicons conveying the meaning of love, with only eight being actively used in sentences, and one common component, four diagnostic components, and forty-one supplementary components. These meaning components provide insights into the nuanced distinctions and potential redefinitions of each love-related lexicon in the Javanese language.
THE MEANING COMPONENTS OF THE WORD “DRINKING” IN JAVANESE LANGUAGE Yulianto , Sigit; Widhyasmaramurti, Widhyasmaramurti
International Journal Of Humanities, Social Sciences And Business (INJOSS) Vol. 3 No. 1 (2024): JANUARY
Publisher : ADISAM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

In the second edition of the Kamus Basa Jawa Bausastra Jawa (KBJ (BJ) 2), published in 2011, 19 words meaning 'drinking' were found. The nineteen words meaning 'drinking' have simple definitions and must be more detailed. The meaning components used as elements in defining words have also not been fully explained. This can lead to inaccurate use of the word drinking. Therefore, this research discusses the component analysis of the meaning of the word drinking in Javanese using the KBJ (BJ) 2 dictionary as a data source. The aim of this research is to describe the components of the meaning of the word drinking in Javanese in KBJ (BJ) 2. This research method is a qualitative descriptive method with a lexical semantic approach. Using Nida's (1975) theory, the research results show that there is 1 main meaning component, 4 differentiating meaning components, and 28 complementary meaning components. These meaning components can be added and arranged to complete the definition of the word drinking in the Javanese monolingual dictionary next after KBJ (BJ) 2. The definition of the word drinking in KBJ (BJ) 2 does not yet explain the meaning components related to the perpetrator of the act of drinking, the object being drunk, the position of the mouth and lips when drinking, the device used, and how to do it.
PENDAMPINGAN PENGEMASAN ATRAKSI WISATA BERBASIS BUDAYA DI DESA KOMODO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT Widhyasmaramurti, Widhyasmaramurti; Kristianto, Dwi
Reswara: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/rjpkm.v3i1.1647

Abstract

Desa Komodo, bagian dari Taman Nasional Komodo, berada tidak jauh dari Dermaga Loh Liang yang menjadi destinasi bersandarnya kapal-kapal pesiar di Pulau Komodo. Keterbatasan Desa Komodo untuk menarik wisatawan turun dari kapal pesiar dan mengunjungi Desa Komodo menjadi permasalahan yang ditemukan di lapangan. Para wisatawan umumnya turun dari kapal pesiar hanya untuk melihat hewan Komodo di Taman Nasional Komodo. Maka, pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan akan pengemasan atraksi wisata berbasis budaya lokal kepada masyarakat Desa Komodo. Atraksi wisata ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Komodo. Kegiatan pendampingan ini menggunakan metode PAR (participatory action research), di mana masyarakat Desa Komodo diajak berpartisipasi aktif mulai dari menjadi peserta Focus Group Disucussion untuk menjaring masukan dalam Studi Potensi Desa, hingga pelaku pengemasan atraksi wisata untuk mengembangkan Desa Wisata Komodo. Kegiatan pendampingan masyarakat di Desa Komodo dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: 1) sosialiasi kegiatan dan studi potensi wisata; 2) pengemasan atraksi wisata; 3) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; dan 4) pengembangan Desa Komodo sebagai desa wisata. Hasil dari pendampingan ini, masyarakat mampu mengemas atraksi wisata berbasis budaya lokal seperti Kolokamba, Tari Arugele, Musik Tembong, dan Tari Komodo yang diambil dari mitos setempat untuk mengembangkan Desa Komodo sebagai desa wisata