ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan dan pelayanan publik yang diterapkan kepada masyarakat berkebutuhan khusus atau difabel. Penelitian ini sangat penting dan menarik mengingat minimnya perhatian pemerintah dalam memenuhi hak kaum difabel, padahal dalam UU no 25 tahun 2009 telah jelas menyebutkan bahwa setiap warga negara tak terkecuali kaum difabel untuk mendapatkan pelayanan publik yang adil dan tanpa pandang bulu. Di Yogyakarta sendiri, sudah ada kebijakan yang mengatur kelompok rentan dan termarjinalkan ini yaitu Perda No 4 tahun 2012 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas . Selama ini, masyarakat berkebutuhan tersebut sangat sulit mendapatkan pelayanan yang setara dengan masyarakat ânormalâ atau bukan penyandang cacat.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Metode wawancara, observasi dan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang valid dan reliable. Data dalam studi ini didapatkan melalui wawancara kepada dinas terkait yaitu Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Dinas Pendidikan; Dinas Perhubungan; Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah dan lembaga swadaya masyarakat pemerhati kelompok difabel yaitu SABDA Jogja. Peneliti juga menggunakan data sekunder yang berasal dari data dokumentasi yang terdapat pada dinas-dinas terkait dan media massa serta sumber kepustakaan lain seperti buku dan jurnal. Teknik analisis data menggunakan metode trianggulasi, yaitu menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Triangulasi dilakukan melalui tiga cara, triangulasi sumber data, triangulasi antar peneliti (peer review) dan triangulasi teori.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta telah berupaya memberikan pelayanan publik yang ramah difabel. Dinas Pendidikan telah meluncurkan program pendidikan inklusi untuk memberikan kesempatan bagi kaum difabel dalam mendapatkan pendidikan yang setara dan tanpa pembedaan dengan non difabel. Selain itu keberadaan Blind Corner di Arpusda menunjukkan upaya Pemerintah Kota dalam menyetarakan kelompok berkebutuhan khusus ini. Dalam bidang kesehatan, terdapat Jamkesmas khusus difabel, meskipun dalam praktiknya belum banyak digunakan oleh kelompok masyarakat ini. Dalam bidang sosial, Dinas Sosial, Tenaga Kera dan Transmigrasi telah memberikan serangkaian bantuan dan pendampingan modal per bulan bagi keluarga penyandang difabel serta berusaha menyalurkan mereka pada lapangan kerja yang membutuhkan. Keberadaan Transjogja dan kendaraan khusus difabel merupakan wujud upaya menyamakan kaum difabel dengan masyarakat yang tidak mengalami kekurangan fisik. Namun demikian, program-program penyediaan pelayanan yang ramah difabel tersebut belum optimal karena program kurang berjalan atau disalahgunakan dengan kegiatan lain. Kendala sumber daya manusia, anggaran dan stigma atau pandangan masyarakat terhadap kelompok difabel menjadikan implementasi pelayanan publik yang adil menjadi kurang efektif.Kata kunci: pelayanan publik, difabel, Kota Yogyakarta