Permukiman kumuh merupakan suatu permasalahan yang erat kaitannya dengan kondisi fisik perumahan milik masyarakat berpenghasilan rendah yang selalu timbul di wilayah perkotaan. Karena minimnya penghasilan masyarakat sehingga mayoritas masyarakat beralih menempati lahan-lahan kosong milik Negara ataupun swasta yang kemudian melahirkan bangunan-bangunan liar yang cenderung kumuh dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku dengan kondisi fisik bangunan yang berdempetan dan kualitas konstruksinya yang rendah. permasalahan permukiman kumuh, kajian KOTAKU (kota tanpa kumuh) Kabupaten Tolitoli tahun 2020, menghasilakan 37,5 Ha yang msih termasuk kawasan kumuh, berlandaskan data isian indikator dan parameter kekumuhan. salah satunya yaitu permukiman yang menjadi tempat hunian masyarakat RW 7, RT 6, Kel.Baru termasuk dalam kategori hunian padat, dengan kondisi lingkungan yang buruk, baik dari aspek fisik (kondisi fisik bangunan dan prasarana fisik lingkungannya), sosial, maupun ekonomi. Metode penelitian yang Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan konsep land sharing. Kemudian mengidentifikasi data-data yang berkaitan dengan penataan permukiman kumuh berupa data primer dan data sekunder. Data – data yang telah dikumpulkan kemudian di analisis dan menghubungkan antara data tersebut. Selanjutnya memberi tanggapan terhadap permasalahan dan potensi yang telah ditentukan dengan konsep perancangan sehingga menghasilkan sebuah rekomendasi desain. hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Kelurahan Baru memiliki potensi utama yaitu adalah sebagai pusat lingkungan. Selain itu pengembangan Kawasan permukiman kumuh RW 7 RT 6 Kelurahan Baru dapat di lakukan dengan pendekatan : Konsep penanganan permasalahan permukiman kumuh di Kelurahan Baru RW 7 RT 6 Kecamatan Baolan, maka dilakukan Model Land Sharing. Model land sharing dilaksanakan dengan cara menata kembali di atas lahan dengan status lahan yang masih didominasi milik masyarakat. Masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama, sebagaimana selama ini dihuni secara sah. Dalam penataan Kembali, masyarakat akan mendapatkan Kembali lahannya dengan luasan sesuai kebutuhannya, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum.