Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA PEDESAAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DESA LOGEDE, KEBUMEN, JAWA TENGAH Amad Saeroji; Deria Adi Wijaya
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 2 No 8: Januari 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v2i8.1132

Abstract

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah merumuskan pengembangan 10 destinasi Bali baru di Indonesia dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan kemudian dikenal dengan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Salah satu kawasan yang termasuk dalam super prioritas nasional yakni Borobudur. Pengembangan sektor kepariwisataan terus dilakukan pada daerah-daerah sekitar Borobudur termasuk Kabupaten Kebumen. Kepariwisataan Kebumen memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi lebih maju dengan modal alam dan budaya lokal, namun menurut data BPS Kabupaten Kebumen tahun 2020, kunjungan wisatawan di Kebumen mengalami stagnasi dan bahkan terjadi penurunan di Tahun 2019. Oleh karena itu diperlukan terobosan baru dalam pengembangan pariwisata daerah dengan pendekatan wisata pedesaan berbasis kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi kearifan budaya lokal Desa Logede Kecamatan Pejagoan Kabupaten Kebumen untuk pengembangan wisata pedesaan. Pengembangan desa wisata berbasis kearifan lokal dapat menjadi referensi bagi desa-desa lain dengan konsep wisata pedesaan (rural tourism). Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi potensi Desa Logede Kecamatan Pejagoan Kabupaten Kebumen sebagai desa wisata berbasis kearifan lokal, 2) merumuskan pengemabangan berupa paket wisata pedesaan berbasis kearifan lokal dengan faktor pendukung kepariwisataan yang potensial. Paket wisata yang dibuat merupakan adaptasi dari keragaman potensi desa yang berbasis kearifan lokal, yaitu: paket wisata “Napak Tilas” serta paket wisata “Live In 2D1N”. Pengemasan paket wisata tersebut tentu dimaksudkan sebagai sebuah produk wisata yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sektor kepariwisataan.
TOURISM DEVELOPMENT MODEL FOR TRADITIONAL SPA IN SURAKARTA CITY, INDONESIA Deria Adi Wijaya; Amad Saeroji
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 2 No 10: Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v2i10.1319

Abstract

This article discusses the potential and model to develop the traditional spa packages in Surakarta City, Indonesia. The general purpose is to present a model of tourism development for traditional spa that is relevant to stakeholders such as, spa businesses, local goverment, tourism business, including tourists. The specific objectives are; (1) to identify potential of traditional spa in Surakarta, (2) to create a map of traditional spa per districts, (3) to design the tour pakages model of traditional spa in Surakarta City. This research used a descriptive - qualitative research methods to find information on tourism development model of traditional spa in Surakarta city. Data were collected using the participatory observation, interviews and literature studies. Data collection with Participatory observation and interviews were conducted in several government agencies and spa businesses, massages, and traditional body care throughout the city. The literature study covered all the concepts and theories associated with traditional spa tourism especially references to traditional spa business in Surakarta city. The results yielded map of traditional spa tourism for each district, which shows that the potential of traditional spa in Surakarta city is very diverse. Based on that, a decent spa tour package can be designed. The package shall deserves to be a new concept for developing model of spa tour and wellness in Surakarta city. Also, further research on climate change impact on spa tourism business will be necessary.
“ZAMAN BAHARI” DI SUNGAI BENGAWAN SOLO FENOMENA TRANSFORMASI PELAYARAN SUNGAI DI SURAKARTA“ZAMAN BAHARI” DI SUNGAI BENGAWAN SOLO FENOMENA TRANSFORMASI PELAYARAN SUNGAI DI SURAKARTA Deria Adi Wijaya
Jurnal Inovasi Penelitian Vol 2 No 10: Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47492/jip.v2i10.1320

Abstract

Aktivitas kehidupan yang dominan dilakukan di perairan menjadikan nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kebudayaan bahari yang tinggi. Budaya yang mencerminkan kemajuan dalam teknologi pelayaran, keahlian navigasi, serta tumbuhnya enterprising spirit yang untuk melakukan penjelajahan tidak hanya dalam mengarungi lautan namun juga melakukan pelayaran sungai menyusuri aliran sungai di daerah pedalaman. Fenomena pelayaran sungai tersebut juga pernah terjadi di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo semenjak jaman Majapahit hingga awal abad XX (Noorduyn, 1968; Soeratman, 1989: 20-21). Budaya bahari yang terjadi di aliran Sungai Bengawan Solo tersebut dibuktikan dengan berkembangnya empat puluh empat pelabuhan pedalaman (bandar) termasuk salah satu bandar paling sibuk yang berada di wilayah kota Surakarta dengan nama Bandar Wulayu (Semanggi) (Soeratman, 1989:21). Bandar Semanggi merupakan salah satu bandar yang dianggap cukup penting bagi perkembangan perekonomian di sekitar wilayah kota Solo. Bandar Semanggi berfungsi sebagai tempat untuk menarik pajak para pelintas, bandar ini juga sering digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang-barang dagangan dari kapal-kapal besar untuk kemudian didistrubusikan ke daerah-daerah di pedalaman. Selain itu Bandar Semanggi juga sering dijadikan sebagai tempat untuk ‘penambangan’, yaitu suatu kegiatan penyediaan jasa penyeberangan dengan menggunakan perahu atau rakit. Namun semenjak dicanangkannya Undang-undang Agraria pada tahun 1870, membuka kesempatan bagi pihak swasta (partikelir) untuk mengembangkan perusahaan perkebunan partikelir dalam jumlah besar di Jawa. Maraknya pembukaan lahan di area perhutanan membuat tingginya endapan tanah di dasar sungai sehingga membuat kapal-kapal besar menjadi sulit untuk berlayar. Munculnya permasalahan dalam sistem pengangkutan sungai tersebut memicu transformasi moda transportasi menjadi kereta api termasuk menyurutkan budaya bahari di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo (Martin, 2010:40).