Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Retorika Ilyasa dan Alyasa di Ajang Aksi Asia Indosiar Siti Nur Janah; Yaya Yaya; Rojudin Abas
Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 4 No 2 (2019): Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam
Publisher : Department of Islamic Communication and Broadcasting, Faculty of Dakwah and Communication, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (999.814 KB) | DOI: 10.15575/tabligh.v4i2.1098

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gestur Ilyasa dan Alyasa pada saat berceramah di ajang Aksi Asia Indosiar, bagaimana struktur materi ceramah yang disampaikan, dan gaya bahasa apa saja yang digunakan pada saat berceramah di ajang Aksi Asia Indosiar. Penelitian ini menggunakan teori model komunikasi Aristoteles. Asumsi dasarnya yaitu speaker - message – listener. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis data kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa gestur Ilyasa dan Alyasa yaitu meliputi badan yang berdiri tegak saat berceramah, nsmun terkadang sedikit membungkuk, sambil menghadap kepada audiens, dan bergantian tempat sesuai apa yang disampaikanya. Gerakan tangan saat berceramah mengikuti sesuai apa yang disampaikan, seringkali mereka menggerakan telunjuk ke atas, kanan, kiri, dan ke depan secara kompak. Adapun ekspresi yang terkandung meliputi mimik wajah dan pandangan mata. ILAL tidak hanya fokus kepada audience ataupun dewan juri saja, sesekali mereka melihat kepada kamera. Struktur materi yang disampaikan terdapat judul, pendahuluan, isi, dan penutup. Gaya bahasa yang digunakan mengandung beberapa majas dari gaya bahasa perbandingan, perulangan, sindiran, pertentangan, dan penegasan. This study aims to determine how the gesture of Ilyasa and Alyasa during the lecture at the Asia Indosiar Action event, how the structure of the material delivered, and what style of language is used when speaking at the Indosiar Asia Action event. The choice of the theory used in this study is Aristotle's communication model theory. The basic assumption is that the speaker - message - listener. The method used is descriptive method with qualitative data types. The results of this study can be seen that the gesture of Ilyasa and Alyasa which includes posture that stands upright, sometimes slightly bent, facing the audience, and move according to what he said. The movements of the hands when lecturing follow what is said, often they move their indexes upward, right, left, and forward in a compact manner. The expressions contained include facial expressions and eyesight. Ilyasa and Alyasa does not only focus on the audience or the jury, they occasionally look at the camera. The structure of the material presented is title, introduction, content, and closing. The style of language used contains several styles of comparative language styles, repetitive, satirical, contradictory, and affirmative.
Analisis Semiotika Isi Pesan Dakwah dalam Film Ada Surga di Rumahmu Mega Dewi; Yaya Yaya; Heny Gustini Nuraeni
Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol 2 No 2 (2017): Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam
Publisher : Department of Islamic Communication and Broadcasting, Faculty of Dakwah and Communication, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/tabligh.v2i2.2084

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang makna denotasi, makna konotasi dan makna mitos dari pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam film Ada Surga di Rumahmu. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif, metode yang digunakan adalah metode deskriptif, penelitian ini menggunakan analisis semiotika Roland Barthes berupa makna denotasi, makna konotasi dan makna mitos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna denotasi adegan-adegan dalam film ini yaitu kebanyakan pengambilan gambarnya menggunakan medium shot (pengambilan setengah badan) karena untuk mempertegas ekspresi dari beberapa pemeran agar terlihat jelas raut muka yang membawa emosi penonton kedalam cerita. Makna konotasi adegan-adegan dalam film ini yaitu tentang Rido Allah terletak pada Rido orang tua, ketetapan qodo dan qodar megenai jodoh dan kematian, tidak boleh bersentuhan selain mahrom, menghormati guru, kewajiban berdakwah, menghormati orang tua, larangan bersifat sombong, anjuran meminta maaf, dan menjenguk orang sakit. Makna mitos yang terlihat jelas dalam film ini yaitu tanpa adanya rido yang didapat dari kedua orang tua maka semua rencana tidak akan berjalan dengan lancar, begitupun sebaliknya, dengan adanya rido dari kedua orang tua, maka semua rencana akan dipermudah oleh Allah SWT. The purpose of this research is to know about the meaning of denotation, the meaning of connotation and the meaning of the myth of messages of da'wah that exist in the movie Ada Surga di Rumahmu. This research is a qualitative-descriptive research, the method used is descriptive method, this research uses semiotics analysis Roland Barthes in the form of denotation meaning, meaning connotation and meaning of myth. The results show that the meaning of denotation scenes in this film is mostly shooting using medium shot (half-body capture) because to reinforce the expression of some actors to be clearly visible face that brings the emotions of the audience into the story. The meaning of the connotations of the scenes in this movie is about sincerity of God lies in the elder sincerity, qodo and qodar determination mate dating and death, should not touch other than mahrom, respecting teachers, duty of duty, respect for parents, prohibition is arrogant, suggestion apologize , and visit the sick. The meaning of the myth that clearly visible in this film is that without the rido obtained from both parents then all the plans will not run smoothly, vice versa, with the sincerity of both parents, then all plans will be facilitated by Allah SWT.
Membangun Masyarakat ‘Gemeinschaft’ Islami Sebuah Wacana Yaya Yaya
Asyahid Journal of Islamic and Quranic Studies (AJIQS) Vol 1, No 1 (2019): Asyahid
Publisher : STAI AL-FALAH CICALENGKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

’The model of gemeinschaft relationship, particulariy its main principle that is unity and solidarity, is a sort of emanation from inner belief of a Muslim. Islam itself commands any Muslim to avoid any kind of pragmatism and opportunism. From the very beginning Islam appeals Muslims to put aside all bad character such as egoísm, selfishness, and nepotism, and otherwise promote altruism, emphaty, and solidarity. This is because human beings cannot live in alienation from other people as they are social beings. They ought to complement each other in satisfying their needs for living. Islam therefore teaches Muslims some moral codes for social interrelationship: (1) brotherhood, (2) equity, (3) tolerance, (4) amr ma’ruf and   nahy munkar, (5) democracy,(6) justice, and (7) equilbrium. These Islamic principies is thought of to insure the so called baldatun thayyibatun wa rabbun ghafúr.Kata kunci: Da'wah of Hizbiyah, Islamic Gemeinschaft, Discourse AbstrakModel hubungan gemeinschaft, khususnya prinsip utamanya yaitu persatuan dan solidaritas, adalah semacam emanasi dari keyakinan batin seorang Muslim. Islam sendiri memerintahkan setiap Muslim untuk menghindari segala bentuk pragmatisme dan oportunisme. Sejak awal, Islam meminta umat Muslim untuk mengesampingkan semua karakter buruk seperti egoisme, selfishness , dan nepotisme, dan sebaliknya mempromosikan altruisme, empati, dan solidaritas. Ini karena manusia tidak dapat hidup dalam keterasingan dari orang lain karena mereka adalah makhluk sosial. Mereka harus saling melengkapi dalam memuaskan kebutuhan hidup mereka. Karena itu, Islam mengajarkan kepada umat Islam beberapa kode moral untuk hubungan timbal balik sosial: (1) persaudaraan, (2) kesetaraan, (3) toleransi, (4) amr ma'ruf dan nahi munkar, (5) demokrasi, (6) keadilan, dan (7) ) keseimbangan. Prinsip-prinsip Islam ini dianggap untuk memastikan apa yang disebut baldatun thayyibatun wa rabbun ghafúr.Kata kunci: Dakwah Hizbiyah, Gemeinschaft Islami, Wacana
Another Side of Folk Tradition; Da’wah, Entertainment, and Magic in the Madurese Community Acep Aripudin; Yaya Yaya
Asyahid Journal of Islamic and Quranic Studies (AJIQS) Vol 3, No 2 (2021): Asyahid
Publisher : STAI AL-FALAH CICALENGKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The emergence and development of traditional arts is closely related to the process of spreading religion. Not always art in religious communities appears deductively as a development of the spirit of religious teachings. This is because, in fact, art in traditional societies is potentially produced and can become a medium as well as a tool in spreading religion and relationships as well as strengthening the character of the community. Cultural values in art are then unified and integrated into a local wisdom that complements each other, so that religious arts and culture are functionally inductively attached. This article aims to reveal how Islamic values as a religion are functionally related to the art traditions of the Madurese community. The position of art as something profane and entertaining then changed to follow the position of a sacred religion and had similar consequences. The form of the relation between art and Islam can be seen in song lyrics, the history of the emergence of art, moments of performing arts, art genres, the spread of religion and the legality of religious leaders. In the end, the traditional arts of the community were preserved as Islam was preserved, and even developed into a multi-force that has an impact on improving the community's economy. Keywords: Da'wah, Art, Entertainment, Ritual, Madura, and Local Wisdom Abstrak Muncul dan berkembangnya seni tradisional sangat berkaitan dengan proses penyebaran agama. Tidak selamanya seni pada masyarakat beragama muncul secara deduktif sebagai pengembangan dari spirit ajaran agama. Karena, dalam faktanya seni pada masyarakat tradisional secara potensial diproduksi dapat mejadi media sekaligus alat dalam menyebarkan agama dan dan huburan sekaligus yang memperkuat karakter masyarakat. Nilai-nilai budaya dalam seni kemudian menyatu dan terintegrasi menjadi suatu kearifan lokal yang saling mengisi, sehingga seni budaya beragama secara induktif melekat secara fungsional. Artikel ini, bertujuan mengungkap bagaimana nilai-nilai Islam sebagai agama berhubungan secara fungsional dengan tradisi seni masyarakat Madura. Posisi seni sebagai sesuatu hal yang profane dan menghibur kemudian berubah mengikuti posisi agama yang sacral dan memiliki konsekuensi serupa. Wujud relasi seni dan Islam nampak pada syair lagu, sejarah munculnya seni, momen-momen pentas seni, genre seni, penyebar agama dan legalitas dari pemuka agama. Seni tradisional masyarakat pada akhirnya terpelihara sebagaimana terpeliharanya Islam, bahkan berkembang menjadi kekuatan multi yang berdampak seperti pada peningkatan ekonimi masyarakat. Kata Kunci: Da’wah, Seni, Hiburan, Ritual, Madura, dan Kearifan Lokal
Islamic Sermon at Islamic Boarding Schools in Developing Public Speaking Skills Faisal Arifin; Yaya Yaya; Zaini Hafidz
Asyahid Journal of Islamic and Quranic Studies (AJIQS) Vol 4, No 1 (2022): Asyahid
Publisher : STAI AL-FALAH CICALENGKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research departs from extracurricular activities which are one of the activities in schools and non-formal educational institutions, which are oriented towards developing self-capacity, channeling the capacity of students' interests and talents. This extracurricular is an additional lesson outside of class hours, the purpose of this extracurricular activity is to increase the interests and talents of students. The purpose of this study was to find out how the concept of missionary activities, the implementation of missionary activities, and to find out what were the inhibiting and supporting factors of missionary activities at the Nurul Falah Bungbulang Islamic Boarding School. This study uses a qualitative approach with a descriptive method. To obtain the information and data needed in the study, the researchers used data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. Data analysis techniques used are data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that the extracurricular activities of muballighin at the Nurul Falah Bungbulang Islamic boarding school had been going well, this activity was carried out on the basis of need with the intention that students had skills, courage, honesty and discipline, then this activity aimed to make students mentally strong and have the ability to speak in public. This extracurricular activity of the preacher is carried out every Sunday night alternately with other activities, all students who have registered as participants should attend and take part in these activities. The students who are selected as champions will be trained and fostered better, so that they can be used as participants in other activities outside the pesantren. The expertise gained from this missionary activity is that students have the ability to speak in public, students have the ability to communicate, and students have the ability to read situations and conditions around them. The inhibiting factors for these activities are the psychological factors of students such as fear, shame, and hesitation to appear in public, then ineffective time management, and the unpreparedness of students. While the supporting factors for these activities include the cohesiveness of the management, supporting facilities and infrastructure, and enthusiastic students. Thus, it can be ascertained that the extracurricular activities of the muballighin at the Nurul Falah Bungbulang Islamic boarding school have been going well. Keywords: Da'wah, Extracurricular, Muballighin, Islamic Boarding School. Abstrak Penelitian ini bertolak dari kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan salah satu kegiatan di sekolah maupun di lembaga pendidikan non-formal, yang berorientasi untuk pengembangan kapasitas diri, penyaluran kapasitas minat dan bakat santri. Ekstrakurikuler ini merupakan pelajaran tambahan di luar jam pelajaran, tujuan kegiatan ekstrakurikuler ini adalah untuk meningkatkan minat dan bakat peserta didik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep kegiatan muballighin, implementasi kegiatan muballighin, serta untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung kegiatan muballighin di pesantren Nurul Falah bungbulang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Untuk memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam penelitian, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kegiatan ektrakurikuler muballighin di pesantren Nurul Falah Bungbulang telah berjalan dengan baik, kegiatan ini dilaksanakan atas dasar kebutuhan dengan maksud agar santri memiliki keterampilan, keberanian, kejujuran dan kedisiplinan, kemudian kegiatan ini bertujuan agar santri memiliki mental yang kuat dan memiliki kemampuan berbicara didepan umum. Kegiatan ektrakurikuler muballighin ini dilaksanakan setiap malam minggu secara bergantian dengan kegiatan lain, seluruh santri yang telah terdaftar menjadi peserta hendaknya hadir dan mengikuti kegiatan tersebut. Santri yang terpilih menjadi juara akan dilatih dan dibina lebih baik, sehingga mereka bisa dijadikan peserta pada kegiatan lain diluar pesantren. Keahlian yang didapat dari kegiatan muballighin ini adalah santri memiliki kemampuan berbicara didepan umum, santri memiliki kemampuan berkomunikasi, serta santri memiliki kemampuan membaca situasi dan kondisi di sekitar. Faktor penghambat kegiatan tersebut adalah faktor psikologis santri seperti takut, malu, dan ragu untuk tampil didepan umum, kemudian manajemen waktu yang tidak efektif, dan ketidaksiapan santri. Sedangkan faktor pendukung kegiatan tersebut antara lain yaitu kekompakan pengurus, sarana dan prasarana yang mendukung, dan santri yang antusias. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler muballighin di pesantren Nurul Falah Bungbulang telah berjalan dengan baik. Kata kunci: Dakwah, Ekstrakurikuler, Muballighin, Pesantren.