Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KECERDASAN BUDAYA KIAI MOJO DALAM MENDIRIKAN KAMPUNG JAWA TONDANO (KIAI MOJO'S CULTURE INTELLIGENCE IN ESTABLISHING KAMPUNG JAWA TONDANO) Kamajaya Al Katuuk
Al-Qalam Vol 26, No 2 (2020)
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/alq.v26i2.851

Abstract

Keteladanan dalam mendirikan komunitas yang memiliki identitas budaya khusus, seperti Jawa Tondano adalah hal yang tidak mudah. Diperlukan kemampuan manajerial mumpuni. Apalagi sebelumnya di daerah tersebut terdapat masyarakat lokal yang memiliki identitas berbeda. Dalam komunitas Jawa-Tondano, identitas dibangun di atas landasan agama Islam dan budaya Jawa.  Adapun  unsur pendukungnya terdiri dari masyarakat pejuang yang diasingkan dari Perang Jawa dan pemukim setempat. Tokoh kunci dari pendiri Jawa Tondano adalah Kiai Mojo. Subyek penelitian adalah berada pada masyarakat Kampung Jawa-Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, terutama warisan manajemen budaya Kiai Mojo yang tetap dirasakan hingga kini. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan langkah-langkah manajemen budaya yang diinisiasi oleh Kiai Mojo, serta respons masyarakat Minahasa pada saat kampung Jawa Tondano dibangun. Tulisan ini bertumpu pada konsep kecerdasan budaya dari Brooks Peterson yang merumuskan kecerdasan budaya sebagai kemampuan untuk terlibat dalam serangkaian perilaku yang menggunakan keunggulan interpersonal dalam berinteraksi. Dalam konteks ini, teori kepemimpinan kesatria dari Summet Kumar ditambahkan untuk menginterpretasi sosok Kiai Mojo. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pendirian Kampung Jawa-Tondano terwujud karena kemampuan Kiai Mojo menerapkan manajemen budaya yang bercirikan kemampuan toleransi tanpa mengesampingkan sikap kesatria dalam mempertahankan identitas dan prinsip agama. Hal mana yang juga secara simultan ditunjukkan masyarakat Minahasa pada waktu itu. 
TRADISI BERSYUKUR PADUNGKU SEBAGAI KEARIFAN DAERAH MASYARAKAT ETNIK PAMONA POSO DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DAERAH Vinca Evalda Banatau; Kamajaya Al Katuuk; Intama Jemy Polii
KOMPETENSI Vol. 3 No. 11 (2023): KOMPETENSI : Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni
Publisher : Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menemukan dan mendeskripsikan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat etnik Pamona Poso sebelum memasuki masa panen raya Padungku, 2) mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi Padungku, dan 3) mendeskripsikan implikasi dari tradisi Padungku terhadap pembelajaran sastra daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan dua tokoh adat Pamona Poso dari desa Kasiguncu sebagai sumber data. Penelitian ini dilaksanakan melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan analisis isi sebagai teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan-tahapan yang dilalui oleh masyarakat Pamona Poso sebelum memasuki masa panen raya Padungku melibatkan prosesi awal seperti Mesale, Molanggo, mosangki, mangore, dan mencapai tahap akhir pada Padungku. Selain itu, nilai-nilai kearifan daerah yang terkandung dalam tradisi ini mencakup nilai religi, nilai kebersamaan atau gotong royong, dan nilai toleransi. Implikasi dari tradisi Padungku terhadap pembelajaran sastra daerah adalah peningkatan wawasan dan pengetahuan mengenai makna sebuah tradisi. Tradisi ini tidak hanya dirayakan, melainkan juga melibatkan prosesi yang kaya makna. Oleh karena itu, penting untuk mengemasnya dalam sebuah tulisan komprehensif agar keberadaan tradisi Padungku dikenal oleh masyarakat Pamona Poso dan dapat diajarkan sebagai referensi pembelajaran sastra daerah. Hal ini dapat dilakukan sedini mungkin untuk mendukung pelestarian tradisi tersebut.
BIAK LANGUAGE GREETINGS AND THEIR IMPLICATIONS FOR LOCAL LANGUAGE LEARNING IN SCHOOLS Yesika Ohorella; Kamajaya Al Katuuk; Susan Monoarfa
SoCul: International Journal of Research in Social Cultural Issues Vol. 3 No. 1 (2023): SoCul: International Journal of Research in Social Cultural Issues
Publisher : Faculty of Language and Arts (Fakultas Bahasa dan Seni) Universitas Negeri Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53682/soculijrccsscli.v3i1.7882

Abstract

The objectives of this research are to describe Biak language greeting words in terms of form and meaning and their implications for local language learning in schools. The method used in this research is descriptive qualitative method. To collect data, the techniques used are observation, listening technique and conversation technique. To analyze the data, the technique used is qualitative analysis technique which includes: 1) Data reduction, namely simplifying the data that has been collected. 2) Presentation of data, namely, presenting data before being simplified through data grouping. 3) Verification, namely checking the accuracy of the data that has been presented. Conclusion, namely drawing conclusions to answer research questions. The results showed: 1) Family greetings: kamam (father), awin (mother), ɛba (brother), ɛknik (younger brother); 2) Kin greetings: mansar (grandfather), insar (grandmother), mɛ (aunt), kabor (nephew), insos (niece), ɛbaya kabor (male cousin), ɛbaya insos (female cousin); 3) Non-relative greetings: /ambɛr beba/ someone who has a position and is older, younger, and so on, /manan wir (community leader), manan wir bɛba (traditional leader). 4) Common greetings: kamam (father), awin (mother), kabor (a man of the same age or younger), insos (a woman of the same age or younger). The implication of this research can be applied in local language learning in schools to better understand and appreciate local culture and grammar.