Gregorius Widiartana
Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PARADIGMA KEADILAN RESTORATIF DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN HUKUM PIDANA Widiartana, Gregorius
Justitia et Pax Vol 33, No 1 (2017): Justitia Et Pax Volume 33 Nomor 1 Tahun 2017
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jep.v33i1.1418

Abstract

ABSTRACTThe criminal law that has been used as one of the means to eridicate crime is built on a retributive paradigm, so its repressive and coercive nature dominates. Based on the retributive paradigm, crime prevention is the sole authority of the law enforcement apparatus. Crime prevention based on the retributive paradigm is also offender oriented. Unlike the retributive paradigm, the paradigm of restorative justice offers another way of dealing with crime. In the retributive paradigm of justice, the sanction imposed does not aim to take revenge on the perpetrators of crime but rather sanctions that can arouse the perpetrator's responsibility for the suffering of the victim or sanction aimed at restoring the suffering of the victim. According to the paradigm of restorative justice, the process of solving crimes is done by involving perpetrators, victims and the community. Keywords: crime prevention, criminal law, retributive, restorative justice. INTISARIHukum pidana yang selama ini dipakai sebagai salah satu sarana untuk menangulangi kejahatan dibangun atas dasar paradigma retributif, sehingga sifatnya yang represif dan koersif begitu mendominasi. Berdasar paradigma retributif, penanggulangan kejahatan merupakan kewenangan tunggal aparat penegak hukum. Penanggulangan kejahatan berdasar paradigma retributif juga bersifat offender oriented. Berbeda dengan paradigma retributif, paradigma keadilan restoratif menawarkan cara lain dalam menanggulangi kejahatan. Dalam paradigma keadilan retributif, sanksi yang dijatuhkan tidak bertujuan untuk melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan melainkan sanksi yang dapat menggugah tanggung jawab pelaku terhadap penderitaan korban atau sanksi yang bertujuan untuk memulihkan penderitaan korban. Menurut paradigma keadilan restoratif, proses penyelesaian kejahatan dilakukan dengan cara melibatkan  pelaku, korban dan masyarakat. Kata kunci: Penanggulangan kejahatan, hukum pidana, retributif, keadilan restoratif.
PARADIGMA KEADILAN RESTORATIF DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN HUKUM PIDANA Gregorius Widiartana
Justitia et Pax Vol. 33 No. 1 (2017): Justitia Et Pax Volume 33 Nomor 1 Tahun 2017
Publisher : Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/jep.v33i1.1418

Abstract

ABSTRACTThe criminal law that has been used as one of the means to eridicate crime is built on a retributive paradigm, so its repressive and coercive nature dominates. Based on the retributive paradigm, crime prevention is the sole authority of the law enforcement apparatus. Crime prevention based on the retributive paradigm is also offender oriented. Unlike the retributive paradigm, the paradigm of restorative justice offers another way of dealing with crime. In the retributive paradigm of justice, the sanction imposed does not aim to take revenge on the perpetrators of crime but rather sanctions that can arouse the perpetrator's responsibility for the suffering of the victim or sanction aimed at restoring the suffering of the victim. According to the paradigm of restorative justice, the process of solving crimes is done by involving perpetrators, victims and the community. Keywords: crime prevention, criminal law, retributive, restorative justice. INTISARIHukum pidana yang selama ini dipakai sebagai salah satu sarana untuk menangulangi kejahatan dibangun atas dasar paradigma retributif, sehingga sifatnya yang represif dan koersif begitu mendominasi. Berdasar paradigma retributif, penanggulangan kejahatan merupakan kewenangan tunggal aparat penegak hukum. Penanggulangan kejahatan berdasar paradigma retributif juga bersifat offender oriented. Berbeda dengan paradigma retributif, paradigma keadilan restoratif menawarkan cara lain dalam menanggulangi kejahatan. Dalam paradigma keadilan retributif, sanksi yang dijatuhkan tidak bertujuan untuk melakukan pembalasan terhadap pelaku kejahatan melainkan sanksi yang dapat menggugah tanggung jawab pelaku terhadap penderitaan korban atau sanksi yang bertujuan untuk memulihkan penderitaan korban. Menurut paradigma keadilan restoratif, proses penyelesaian kejahatan dilakukan dengan cara melibatkan  pelaku, korban dan masyarakat. Kata kunci: Penanggulangan kejahatan, hukum pidana, retributif, keadilan restoratif.
JCK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP WANITA YANG MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL ONLINE DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Moh. Andika Surya Lebang; Paulinus Soge Paulinus Soge; G. Widiartana G. Widiartana
Jurnal Cahaya Keadilan Vol 10 No 1 (2022): Jurnal Cahaya Keadilan Vol. 10 No. 1 April 2022
Publisher : LPPM Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33884/jck.v10i1.5514

Abstract

Penelitian dengan judul tersebut bertujuan mengetahui dan menganalisis penegakan hukum terhadap wanita yang menjadi pekerja seks komersial online serta memperoleh data dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan masih banyak ditemnukannya wanita yang menjadi pekerja seks komersial online. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Sumber data berupa data primer sebagai  data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dengan narasumber dan studi kepustakaan. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dianalisis dengan menggunakan metode analisis hukum. Proses berpikir induktif digunakan untuk menarik kesimpulan. Teori penegakan hukum, teori pertanggungjawaban pidana. Teori pembuktian pidana, teori kriminologi, teori psikologi hukum digunakan sebagai pisau analisi dalam mengkaji hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penegakan hukum terhadap wanita yang menjadi PSKO jauh dari kata sempurna. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak adanya bentuk koordinasi antara pihak Kepolisian Polres Sleman dengan pihak Kominfo dan  masyarakat  Kabupaten Sleman perihal upaya penegakan hukum, sehingga menyebabkan  masih banyak PSKO  yang belum berikan tindakan. Salah satu faktor yang menyebabkan wanita menjadi seorang PSKO adalah karena wanita tersebut tidak mampu untuk mengontrol kemampuan dirinya, sehingga mengakibatkan melakukan tindak kriminal. Penyebab lainnya adalah karena didorong dengan faktor kurangnya kasih sayang dari keluarga, lingkungan pergaulan yang buruk dan adanya himpitan ekonomi.
Prospects of Artificial Intelligence Criminal Liability Regulations in Indonesian Criminal Law Gregorius Widiartana; Vincentius Patria Setyawan
Jurnal Kewarganegaraan Vol 7 No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v7i1.4780

Abstract

Abstrak Kecerdasan buatan adalah hasil dari perkembangan teknologi yang demikian pesat di era revolusi industri 4.0. Kehadiran kecerdasan buatan memberikan banyak manfaat dan memudahkan pekerjaan manusia sehingga lebih efektif dan efisien. Selain dampak positif dari kecerdasan buatan, ternyata terdapat potensi permasalahan dari kehadiran kecerdasan buatan yakni jika kecerdasan buatan melakukan tindak pidana dan menimbulkan korban. Hukum positif Indonesia belum mengatur mengenai pengaturan pertanggungjawaban perbuatan yang dilakukan oleh kecerdasan buatan ketika melakukan tindak pidana. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap perbuatan yang dilakukan oleh kecerdasan buatan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini adalah kecerdasan buatan bukanlah subjek hukum dalam hukum pidana, dan pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh kecerdasan buatan dibebankan kepada pembuat kecerdasan buatan, dan pengguna kecerdasan buatan. Kata Kunci: kecerdasan buatan; pertanggungjawaban pidana; subjek hukum. Abstract Artificial intelligence is the result of such rapid technological developments in the era of the industrial revolution 4.0. The presence of artificial intelligence provides many benefits and facilitates human work so that it is more effective and efficient. Apart from the positive impact of artificial intelligence, it turns out that there are potential problems with the presence of artificial intelligence, namely if artificial intelligence commits crimes and causes victims. Indonesia's positive law does not yet regulate the regulation of accountability for actions committed by artificial intelligence when committing a crime. This article aims to find out the prospects for setting criminal liability for acts committed by artificial intelligence. The method used in writing this article is a normative legal research method with a conceptual approach. The results of this study are that artificial intelligence is not a legal subject in criminal law, and criminal responsibility for crimes committed by artificial intelligence is borne by artificial intelligence makers and artificial intelligence users. Keywords: artificial intelligence; criminal liability; legal subject.
URGENSI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI TERHADAP PENCEGAHAN KORUPSI DALAM PENDIDIKAN DASAR Gregorius Widiartana; Vincentius Patria Setyawan
Jurnal Hukum Mimbar Justitia Vol 6, No 2 (2020): Published 30 Desember 2020
Publisher : Universitas Suryakancana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35194/jhmj.v6i2.1352

Abstract

Corruption eradication in Indonesia is still not optimal and still prioritizes repressive actions against corruption cases that have occurred. The implementation of such efforts is ineffective in eradicating corruption because corruption has taken root in the legal culture of society. One of the ways that can be implemented in efforts to eradicate corruption is to prevent corruption which can be done by providing anti-corruption education, especially for students at the primary education level. Primary education is the focus of providing anti-corruption education because it is at this level that the character building of a person, and anti-corruption education is actually character education.                             Keywords : Corruption Prevention, Corruption Crime, Anti-Corruption Education.