Andi Tenriulo
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK PAKIS SEBAGAI MOULTING STIMULAN PADA INDUK UDANG WINDU (Penaeus monodon. Fab) DI HATCHERY Emma Suryati; Andi Tenriulo; Syarifuddin Tonnek
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.561 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.2.2013.221-228

Abstract

Tumbuhan pakis (Pteridophyta) merupakan salah satu tumbuhan yang memilikikandungan senyawa steroid yaitu fitoekdisteroid dalam bentuk 20-Hydroxyecdyson atau Ecdysteron berfungsi sebagai moulting stimulan pada krustase. Pada umumnya ecdysteron ditemukan pada krustase baik yang ada di darat maupun yang berada di dalam air seperti kepiting, udang, dan krustase lainnya yang ditemukan secara alami dan berfungsi sebagai pengatur proses penggantian kulit dan mengontrol pembentukan exoskeleton baru untuk menggantikan exoskeleton yang lama. Selain ablasi proses moulting pada udang dapat diinduksi melalui penambahan 20-hydroksi ecdysteron (20 E) pada hemolim sehingga fase premoulting dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. 20-hydroksiecdysteron dapat diperoleh dari ekstrak tumbuhan di antaranya bayam, asparagus, pakis, dan lain-lain melalui pemisahan dengan ekstraksi, fraksinasi, dan pemurnian dengan HPLC dilanjutkan dengan elusidasi struktur. Pemberian ekstrak pakis pada induk udang windu untuk memacu terjadinya pergantian kulit dilakukan melalui dengan beberapa konsentrasi menggunakan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan phytoecdysteron pada pakis perkisar 230-730 mg/L dari larutan ekstrak yang setara dengan 20 g bahan segar. Konsentrasi ECD 25 mg/L, memperlihatkan respon yang paling baik sebagai moulting stimulan.
REGENERASI RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL TRANSFORMASI GEN Sitrat Sintase MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens SECARA IN VITRO Emma Suryati; Ristanti Frinra Daud; Utut Widyastuti; Andi Tenriulo; Andi Parenrengi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.68 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.169-178

Abstract

Introduksi gen sitrat sintase pada rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium tumefaciens telah dilakukan secara in vitro. Introduksi gen sitrat sintase ke dalam genom rumput laut dapat mengurangi cekaman oksidatif terutama perubahan yang disebabkan oleh perubahan suhu, salinitas dan cemaran logam di perairan. Penelitian ini bertujuan dalam rangka perbanyakan rumput laut hasil introduksi gen sitrat sintase melalui teknik kultur jaringan pada media cair dan media semi solid. Regenerasi tunas dilakukan berdasarkan eksplan yang tahan pada media seleksi higromisin serta evaluasi transgenik dilakukan menggunakan teknik PCR, di bawah kendali promoter 35S CaMV. Hasil penelitian memperlihatkan efisiensi transformasi pada media selektif sebanyak 30%, efisiensi regenerasi thalus transgenik pada mediaseleksi 85%, dan efisiensi regenerasi thalus non transgenik sebesar 95% pada media non selektif. Media recovery dengan penambahan pupuk PES memperlihatkan sintasan yang paling baik pada regenerasi thalus transgenik. Hasil analisis PCR memperlihatkan K. alvarezii transgenik putatif mengandung transgen PaCS di bawah kendali promoter 35S CaMV.
HORMON ECDYSTERON DARI EKSTRAK DAUN MURBEI, Morus spp. SEBAGAI MOULTING STIMULAN PADA KEPITING BAKAU Herlinah Herlinah; Andi Tenriulo; Emma Suryati
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.199 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.3.2014.387-397

Abstract

Murbei terbukti mampu mempercepat moulting pada insekta (ulat sutera). Persamaan filum (Arthropoda) antara kepiting dan ulat sutra memungkinkan efek mekanisme kerja ecdysteron (ECD) daun murbei pada fase moulting ulat sutra juga bekerja pada fase moulting kepiting bakau. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan identifikasi kandungan ECD pada tanaman murbei. Selanjutnya pemanfaatan ekstrak daun murbei sebagai moulting stimulan pada kepiting bakau. ECD dari daun murbei diperoleh melalui isolasi, pemurnian, serta identifikasi secara spektroskopi antara lain pengukuran panjang gelombang sinar ultra violet dan spektrum infra merah untuk menentukan gugus fungsi. Kandungan ECD pada kepiting dari setiap fase moulting dilakukan melalui ekstraksi pada hemolimp menggunakan pelarut diethyl ether kemudian diukur menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil penelitian memperlihatkan kandungan ECD pada tanaman murbei Morus spp. diperoleh pada fraksi kedua (1.058,62 mg/L) dan ketiga (1.088,4 mg/L). Sedangkan kandungan ecdysteron pada haemolimp yang paling tinggi pada fase sebelum moulting (4,53 mg/L) dan sesudah moulting (2,52 mg/L). Aplikasi ecdysteron pada kepiting bakau melalui penyuntikan memperlihatkan dosis yang paling optimal pada 100 mg/L ECD.
ANALISIS RASIO RNA/DNA UDANG WINDU Penaeus monodon HASIL SELEKSI TUMBUH CEPAT Andi Andi Parenrengi; Syarifuddin Tonnek; Andi Tenriulo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.163 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.1-12

Abstract

Seleksi udang windu Penaeus monodon tumbuh cepat menggunakan marker DNA telah berhasil dilakukan dalam upaya perakitan strain unggul udang windu. Udang windu hasil seleksi menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan tanpa seleksi (kontrol). Rasio RNA/DNA merupakan salah satu parameter yang telah banyak digunakan dalam menentukan kualitas ikan/udang di antaranya adalah pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio RNA/DNA pada udang windu hasil seleksi tumbuh cepat dan kontrol (tanpa seleksi). Sampel udang windu tumbuh cepat yang digunakan berukuran bobot 50,66±16,51 g dan panjang 17,55±1,93 cm; sedangkan udang kontrol berukuran bobot 29,64±11,93 g dan panjang 14,78±2,53 cm. Metode isolasi total RNA dilakukan dengan menggunakan kit isogen, sedangkan genom DNA menggunakan metode konvensional fenol kloroform. Konsentrasi RNA dan DNA hasil isolasi diukur menggunakan GeneQuant. T-test dari Statistix Versi 3,0 digunakan untuk membedakan rasio RNA/DNA antara kedua perlakuan yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genom DNA dan total RNA mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Hasil analisis t-test menunjukkanbahwa rasio RNA/DNA udang windu tumbuh cepat (4,51) berbeda secara nyata (P<0,05) dengan udang windu kontrol (3,19). Kecenderungan rasio RNA/DNA semakin tinggi dengan semakin beratnya bobot badan, di mana rasio RNA/DNA udang betina (4,96) lebih tinggi (P<0,05) dari udang jantan (2,93). Analisis regresi menunjukkan bahwa rasio RNA/DNA udang windu memiliki hubungan erat dengan panjang (R=0,5628) dan bobot (R=0,6539). Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa parameter rasio RNA/DNA dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan udang windu.
REGENERASI DAN PERBANYAKAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii HASIL TRANSFORMASI GEN SUPEROKSIDA DISMUTASE (MaSOD) Emma Suryati; Hidayah Triana; Utut Widiastuti; Andi Tenriulo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.487 KB) | DOI: 10.15578/jra.11.4.2016.321-330

Abstract

Transformasi gen superoxide dismutase (MaSOD) pada rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium tumefacient telah dilakukan secara in vitro. Transformasi gen MaSOD ke dalam genom rumput laut diharapkan dapat mengurangi cekaman oksidatif terutama yang disebabkan oleh perubahan suhu, salinitas, dan cemaran logam di perairan. Penelitian ini bertujuan untuk regenerasi rumput laut hasil introduksi gen MaSOD dan non-transgenik pada labu kultur. Regenerasi dan perbanyakan rumput laut hasil transformasi gen MaSOD dilakukan di laboratorium pada labu kultur yang diletakkan dalam “culture chamber” yang dilengkapi dengan aerasi menggunakan media kultur yang diperkaya dengan pupuk PES, Grund, Conwy, dan SSW sebagai kontrol, salinitas 20, 25, 30, 35, dan 40 g/L, pH 4, 5, 6, 7, dan 8. Intensitas cahaya antara 500-2.000 lux dengan fotoperiode terang dan gelap 8:16; 12:12; dan 16:8. Untuk merangsang pertumbuhan eksplan dilakukan pemeliharaan dengan penambahan hormon tumbuh IAA dan BAP dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Penelitian dilakukan secara bertahap. Evaluasi transgenik dilakukan menggunakan teknik PCR. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sintasan yang paling tinggi diperoleh menggunakan media PES (94%), salinitas 30 g/L (90%), pH 7 (96%), intensitas cahaya pada 1.500 lux (80%), fotoperiode 12:12 (84%), komposisi ZPT dengan campuran IAA dan BAP dengan perbandingan 2:1. Hasil analisis PCR memperlihatkan K. alvarezii transgenik putatif mengandung transgen MaSOD sebanyak 78% dari hasil transformasi.Superoxide dismutase transformation (MaSOD) gene of seaweed Kappaphycus alvarezii mediated by Agrobacterium tumefacient has been successfully done in vitro. MaSOD genes introduced into the seaweed genome is expected to reduce oxidative stress caused by environmental conditions such as changes in temperature, salinity and metal contamination of the water. This study aimed to regenerate both the MaSOD transformed seaweed and non-transgenic in a culture flask. Regeneration and multiplication of those seaweed were conducted in a laboratory flask cultures placed in a “culture chamber” which was aerated and enriched with fertilizers PES, Grund, Conwy, and SSW as a control, salinity 20, 25, 30, 35, and 40 g/L, pH: 4, 5, 6, 7, and 8. the light intensity between 500-2000 lux, with light and dark photoperiod 8:16; 12:12; and 16:8. To stimulate the growth of explants the addition of growth hormone IAA and BAP with ratios of 1:1, 1:2 and 2:1 were performed. This study was a multiple-step of process, by which transgenic explants was identified by PCR method. The results showed that the highest survival rate was obtained using media PES (94%), salinity 30 g / L (90%), pH= 7 (96%), the intensity of light at 1500 lux (80%), photoperiod= 12: 12 (84%), and ratio of IAA and BAP 2: 1. The results of PCR analysis showed the putative K. alvarezii transgenic MaSOD was 78% of explants.
VARIASI GENETIK IKAN BERONANG (Siganus guttatus) ASAL PERAIRAN BARRU, LAMPUNG, DAN SORONG MENGGUNAKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorfism DNA) Samuel Lante; Andi Tenriulo; Neltje Nobertine Palinggi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.823 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.195-204

Abstract

Evaluasi variasi genetik ikan beronang, Siganus guttatus telah dilakukan untuk mengetahui keragaman genetik di alam dalam upaya mendukung pembenihan secara terkontrol. Sampel ikan beronang diperoleh dari 3 (tiga) lokasi perairan di Indonesia yaitu: Barru (Sulawesi Selatan), Lampung (Sumatera), dan Sorong (Papua Barat) masing-masing sebanyak 10 ekor. Analisis variasi genetik dilakukan dengan metode random amplified polimorfism DNA (RAPD), menggunakan 5 (lima) primer (OPA3, OPA6, OPA7, OPA16, dan OPA20). Variasi genetik dianalisis menggunakan software TFPGA (Tools For Population Genetic Analysis). Kedekatan hubungan kekerabatan ditampilkan dalam dendrogram. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ikan beronang populasi Lampung mempunyai variasi genetik tertinggi yaitu 75,86%, dan terendah adalah populasi Barru (62,07%). Indeks similaritas ikan beronang tertinggi (0,9583) diperoleh antara populasi Barru dengan Sorong, dan indeks similaritas terendah (0,7996) antara populasi Sorong dengan Lampung. Berdasarkan jarak genetik ikan beronang pada penelitian ini diperoleh dua kelompok utama yaitu (1) Barru dan Sorong, dan (2) Lampung.