I Nyoman Radiarta
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta

Published : 22 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

PENGARUH IKLIM TERHADAP MUSIM TANAM RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii DI TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania; Rusman Rusman
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1391.945 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.3.2013.453-464

Abstract

Rumput laut merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya di Indonesia.Pengembangan kawasan budidaya rumput laut dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan biofisik perairan dan kondisi iklim. Salah satu faktor pembatas dalam budidaya rumput laut adalah musim tanam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pola musim tanam rumput laut yang dihubungkan dengan perubahan iklim yang terjadi di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data keragaan budidaya rumput laut dan pola musim tanam. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait meliputi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, NOAA Center for Weather and Climate Prediction, dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Data yang terkumpul dianalisis dan dibahas secara deskriptif yang disertai dengan gambar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa produktivitas lahan pengembangan rumput laut sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Adanya perubahan iklim baik nasional maupun global (El Niño dan La Niña) sangat memengaruhi pola musim tanam rumput laut di Teluk Gerupuk. Musim tanam produktif umumnya terjadi pada bulan di mana curah hujan rendah (musim kemarau) dan suhu udara juga rendah (24oC-27oC).
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT: ASPEK KESESUAIAN LAHAN, IMPLEMENTASI PRODUKSI, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN I Nyoman Radiarta; Jojo Subagja; Adang Saputra; Erlania Erlania
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1301.279 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.307-320

Abstract

Pengembangan kawasan minapolitan harus didukung dengan ketersediaan data dan informasi di antaranya potensi lahan serta dukungan strategi pengembangannya. Kabupaten Bogor telah ditetapkan sebagai satu wilayah pengembangan minapolitan ikan lele. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengembangan budidaya ikan lele di kawasan minapolitan Kabupaten Bogor dengan melihat aspek kesesuaian lahan, implementasi produksi, dan strategi pengembangannya. Survai lapangan telah dilakukan pada bulan Juni 2011. Kesesuaian lahan dianalisis secara spasial dengan mengadopsi 1-3 sistem skor, 1 adalah kurang sesuai, dan 3 adalah sangat sesuai. Dari total potensial lokasi pengembangan sebesar 28.519 ha menunjukkan kategori sangat sesuai dan sesuai ditemukan sebesar 20.854 ha. Lokasi ini tersebar merata di empat kecamatan minapolitan. Dengan memanfaatkan sekitar 20% dari luasan yang ada, produksi ikan lele (pembesaran) per siklusnya sekitar 625.620 ton dengan semi-intensif atau 93.317 ton dengan tradisional. Beberapa strategi pengembangan budidaya ikan lele yang terbagi menjadi tiga segmen perlu diperhatikan guna mendukung kesuksesan program minapolitan ini.
BUDIDAYA RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii SECARA TERINTEGRASI DENGAN IKAN KERAPU DI TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania; Ketut Sugama
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.408 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.1.2014.125-134

Abstract

Budidaya ikan laut dalam keramba jaring apung menghasilkan banyak sisa pakan dan feses yang dapat meningkatkan kandungan nutrien berupa nitrogen dan fosfat perairan. Pemanfaatan nutrien tersebut dapat dilakukan melalui budidaya rumput laut di sekitar keramba ikan laut. Pengamatan pertumbuhan dan laju pertumbuhan spesifik terhadap dua varietas rumput laut (Kappaphycus alvarezii var. Maumere dan Tambalang) telah dilakukan di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah untuk satu siklus musim tanam pada bulan September-Oktober 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa performansi pertumbuhan rumput laut yang terintegrasi dengan keramba ikan laut sangat baik. Laju pertumbuhan spesifik terbesar ditemukan pada varian Maumere yaitu berkisar antara 4,26%-4,68%/hari dibandingkan dengan varian Tambalang yaitu berkisar antara 3,90%-4,20%/hari. Secara umum melalui sistem budidaya multi-tropik terintegrasi (IMTA) ini, peningkatan produksi rumput laut dapat mencapai 74% dibandingkan dengan sistem monokultur. Model IMTA sangat relevan dengan program ekonomi biru Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan.
INDEKS KUALITAS AIR DAN SEBARAN NUTRIEN SEKITAR BUDIDAYA LAUT TERINTEGRASI DI PERAIRAN TELUK EKAS, NUSA TENGGARA BARAT: ASPEK PENTING BUDIDAYA RUMPUT LAUT I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (768.003 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.1.2015.141-152

Abstract

Kualitas perairan merupakan salah satu aspek penting dalam perikanan budidaya. Perubahan yang terjadi pada kondisi kimia atau fisik perairan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap pertumbuhan biota budidaya. Data kualitas air hasil program pemantauan selama enam bulan di lokasi penelitian telah dianalisis untuk melihat kisaran indeks kualitas air dan sebaran nutrien yang terjadi di sekitar unit budidaya laut terintegrasi berbasis integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) di Teluk Ekas Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pengamatan dilakukan pada bulan Juni-November 2014, sebanyak 13 titik pengamatan yang disebar secara diagonal dengan pusat keramba jaring apung ikan laut. Seluruh data dianalisis secara spasial dan temporal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas air di lokasi penelitian tergolong kategori sedang-baik. Bulan Juli merupakan bulan dengan nilai indeks yang baik dengan kategori sedang-sangat baik (50-83); sedangkan bulan September memiliki nilai indeks yang relatif rendah dengan kategori buruk sedang (33-60). Berdasarkan sebaran nutrien (amonium, nitrat, dan orto-fosfat) menunjukkan fluktuasi secara spasial dan temporal. Konsentrasi nutrien umumnya tersedia dengan baik pada jarak 60 m dari KJA. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi kualitas perairan dan ketersediaan nutrien untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas budidaya rumput laut dengan sistem IMTA.
TINGKAT PENYERAPAN NITROGEN DAN FOSFOR PADA BUDIDAYA RUMPUT LAUT BERBASIS IMTA (INTEGRATED MULTI-TROPHIC AQUACULTURE) DI TELUK GERUPUK, LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT Erna Yuniarsih; Kukuh Nirmala; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.07 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.3.2014.487-500

Abstract

Pengembangan budidaya laut berbasis IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture) merupakan suatu metode yang dirancang untuk mengatasi masalah lingkungan yang terkait dengan penggunaan pakan pada kegiatan akuakultur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor pada budidaya rumput laut berbasis IMTA di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah. Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan dengan metode rawai (long line). Pengamatan terhadap rumput laut dan kondisi perairan dilakukan setiap 15 hari; mulai hari ke-0 sampai hari ke-45. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat penyerapan nitrogen dan fosfor antara dua jenis rumput laut yang dibudidayakan. Total penyerapan nitrogen rumput laut K. alvarezii di lokasi IMTA mencapai 86,95 ton N/ha/tahun atau lebih tinggi 24,6% dibandingkan dengan E. spinosum yang mencapai 69,78 ton N/ha/tahun. Sedangkan untuk tingkat penyerapan fosfor, K. alvarezii mencapai 20,56 ton P/ha/tahun atau lebih tinggi 136,7% dibandingkan dengan E. spinosum yang hanya mencapai 8,69 ton P/ha/tahun. Berdasarkan luasan kawasan potensial budidaya rumput laut di Teluk Gerupuk, maka potensi penyerapan nitrogen dan fosfor untuk rumput laut K. alvarezii di kawasan ini masing-masing mencapai 27.996,93 ton N/tahun dan 6.619,16 ton P/tahun. Sedangkan untuk E. spinosum potensi penyerapan nitrogen dan fosfor masing-masing mencapai 22.470,02 ton N/tahun dan 2.796,82 ton P/tahun. Penerapan budidaya rumput laut berbasis IMTA secara jelas memberikan keuntungan ekonomi dan ekologi dengan adanya peningkatan biomassa dan perbaikan kondisi lingkungan budidaya.
ANALISIS POLA MUSIM TANAM RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii MELALUI PENDEKATAN KESESUAIAN LAHAN DI NUSA PENIDA, BALI I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania; Rasidi Rasidi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.978 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.319-330

Abstract

Usaha budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh lokasi dan iklim. Penyusunan pola musim tanam rumput laut yang benar dapat membantu dalam keberlanjutan usaha budidaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola musim tanam rumput laut, Kappaphycus alvarezii, berdasarkan pendekatan kesesuaian lahan pengembangan budidaya rumput laut di Nusa Penida, Bali. Data dikumpulkan pada bulan Mei dan September 2013. Kesesuaian lahan dianalisis secara spasial berdasarkan sistem informasi geografis, dengan memadukan antara faktor kualitas perairan dan sosialinfrastruktur. Hasil analisis menunjukkan bahwa bulan Mei merupakan bulan yang sesuai untuk K. alvarezii dibandingkan dengan bulan September. Kawasan Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan merupakan kawasan yang lebih sensitif terhadap perubahan kondisi perairan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penyusunan strategi musim tanam di Nusa Penida. 
HUBUNGAN SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KEHADIRAN RUMPUT LAUT ALAM DI PERAIRAN UJUNG GENTENG, SUKABUMI, JAWA BARAT Ofri Johan; Erlania Erlania; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.228 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.4.2015.609-618

Abstract

Keberadaan jenis-jenis rumput laut alam sangat terkait dengan kondisi habitat tempat tumbuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan distribusi jenis rumput laut alam dengan tipe substrat dasar perairan. Pengumpulan data lapangan telah dilakukan pada 146 titik pengamatan, menggunakan transek kuadrat berukuran 1 m x 1 m, yang disebar vertikal mulai dari garis pantai hingga ke arah tubir dengan jarak antar titik sekitar 50 m. Lokasi pengamatan dikelompokkan menjadi tiga kawasan berdasarkan jarakdari garis pantai dengan perbedaan karakteristik antar masing-masing kawasan tersebut, yaitu kawasan 1, 2, dan 3 dengan jarak 0-100 m, 100-300 m, dan > 300 m dari garis pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 24 genus dari 34 spesies rumput laut yang termasuk dalam kelompok alga coklat, merah, dan hijau ditemukan pada ketiga kawasan dengan persentase total tutupan masing-masing 25,88%; 27,72%; dan 46,40%. Tutupan rumput laut tertinggi ditemukan pada kawasan 1, yang dicirikan oleh substrat pasir yang berasosiasi dengan lamun, dan diikuti oleh kawasan 2 dan 3. Hasil analisis diskriminan menunjukkan hubungan yang signifikan antara distribusi alga merah dengan tipe substrat pasir; alga coklat dengan tipe substrat batu karang, pecahan karang, dan karang hidup; sedangkan alga hijau tersebar hampir di seluruh kawasan dengan tipe substrat yang berbeda. Informasi keterkaitan substrat dan keberadaan jenis rumput laut sangat penting dalam mendukung pengembangan teknologi budidaya rumput laut.
PERBEDAAN MUSIM TANAM TERHADAP PERFORMA BUDIDAYA EMPAT VARIAN RUMPUT LAUT EUCHEUMATOIDS DI TELUK GERUPUK, NUSA TENGGARA BARAT Erlania Erlania; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.496 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.331-342

Abstract

Musim tanam rumput laut di perairan Teluk Gerupuk dikelompokkan menjadi musim produktif dan non-produktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan performa budidaya dari empat varian rumput laut: Kappaphycus alvarezii varian Tambalang dan Maumere, Eucheuma denticulatum, dan K. striatum yang dibudidayakan di perairan Teluk Gerupuk dengan metode long line pada musim tanam yang berbeda. Pengamatan terhadap parameter performa budidaya meliputi laju pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, dan produksi rumput laut, yang dilakukan setiap 15 hari sekali selama masa budidaya yaitu 45 hari per siklus. Pengamatan dilakukan selama tiga siklus tanam dari bulan Juli-Desember. Analisis ragam (ANOVA) dengan rancangan acak lengkap faktorial dan uji lanjut Tukey Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan varian rumput laut dan periode musim tanam terhadap parameter yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musim tanam (produktif dan non-produktif) merupakan salah satu aspek penting yang berpengaruh nyata terhadap performa budidaya rumput laut (P<0,05). Dari keempat varian yang dibudidayakan, E. denticulatum merupakan varian yang memiliki performa terbaik yang berbeda nyata dengan ketiga varian lainnya (P<0,05), baik pada musim produktif maupun musim non-produktif. Pemilihan varian rumput laut yang tepat dengan tingkat pertumbuhan dan daya adaptasi yang lebih baik terhadap perbedaan kondisi lingkungan merupakan salah satu kunci keberhasilan dan keberlanjutan budidaya rumput laut.
APLIKASI ANALISIS KLASTER DAN INDEKS TRIX UNTUK MENGKAJI VARIABILITAS STATUS TROFIK DI TELUK PEGAMETAN, SINGARAJA, BALI Turmuzi Tammi; Niken T.M. Pratiwi; I Nyoman Radiarta
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2648.778 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.2.2015.271-281

Abstract

Tren variabilitas status trofik adalah informasi dasar pengelolaan ekosistem perairan dalam kaitannya dengan tingkat eutrofikasi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan tren variabilitas status trofik baik secara spasial dan temporal sehingga dapat diterapkan dalam konsep pengelolaan perairan. Selama tiga bulan penelitian (Agustus-Oktober 2014), penelitian ini telah berhasil mengumpulkan data dari 48 titik pengamatan baik saat pasang maupun surut yang bertepatan saat bulan purnama maupun gelap. Data yang dikumpulkan lalu dianalisis secara statistik (analisis klaster) dan penentuan indeks TRIX. Hasil analisis secara spasial menunjukkan bahwa lokasi penelitian terbagi menjadi dua wilayah yakni: K1 untuk kawasan pesisir teluk, K2 untuk tengah, dan ujung teluk dengan nilai masing-masing adalah 4,97±0,92 dan 5,51±0,90. Analisis secara temporal menghasilkan dua kelompok yakni pada bulan Agustus (A1) dan September-Oktober (A2) dengan nilai indeks TRIX masing-masing 4,28±0,99 dan 5,78±0,27. Berdasarkan analisisklaster dan indeks TRIX telah menunjukkan secara jelas bahwa kondisi kawasan klaster K1 lebih baik dibandingkan kawasan klaster K2. Kawasan K1 masih dapat dikembangkan untuk budidaya laut keramba jaring apung (KJA), namun dalam perkembangannya, budidaya laut secara terintegrasi berbasis integrated multi-trophic aquaculture (IMTA) dapat diterapkan guna menjaga daya dukung lingkungan perairan Teluk Pegametan. Tren secara temporal menunjukkan pola yang mengikuti fluktuasi air atau pasang surut, serta jadwal kematian massal ikan setiap tahunnya dan berbeda nyata pada saat Agustus hingga September-Oktober. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang kondisi perairan Teluk Pegametan sehingga dapat dilakukan pengelolaan kawasan yang lebih baik untuk kegiatan budidaya laut yang berkelanjutan.
KONDISI KUALITAS PERAIRAN DAN PRODUKTIVITAS PERIKANAN BUDIDAYA DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT: KEMUNGKINAN DAMPAK PEMANASAN GLOBAL Adang Saputra; I Nyoman Radiarta; Erlania Erlania
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (354.364 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.145-158

Abstract

Salah satu penyebab terjadinya perubahan ekosistem perairan adalah pemanasan global. Waduk Cirata berpotensi menerima dampak dari perubahan iklim sehingga dapat mempengaruhi produktivitas ikan yang dibudidayakan. Pemanasan global juga dapat berpengaruh terhadap fluktuasi muka air kawasan waduk/danau disebabkan perubahan curah hujan dan presipitasi, yang tentunya sangat berpengaruh bagi keberlangsungan kegiatan perikanan di Waduk Cirata. Tujuan dari penelitian ini mengkaji kondisi kualitas perairan dan tingkat produktivitas perikanan budidaya di Waduk Cirata, Jawa Barat, serta melihat kemungkinan adanya dampak dari pemanasan global. Hasil analisis terhadap lingkungan perairan dan klimatologi menunjukkan bahwa secara umum suhu udara dari tahun 2008-2011 terus meningkat, hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator terjadinya pemanasan global. Sedangkan produksi ikan dari kegiatan budidaya di keramba jaring apung terus menurun dari 141.861,03 ton tahun 2007 menjadi 133.492,45 ton tahun 2009. Hal ini memberikan indikasi kemungkinan adanya pengaruh dari pemanasan global terhadap penurunan produksi ikan di Waduk Cirata.