Wawan Andriyanto
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PEMELIHARAAN LARVA KERAPU RAJA SUNU (Plectropomus laevis) DENGAN PERBEDAAN AWAL PEMBERIAN PAKAN BUATAN Bejo Slamet; Titiek Aslianti; Ketut Maha Setiawati; Wawan Andriyanto; Afifah Nasukha
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (847.85 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.4.2015.531-540

Abstract

Ikan kerapu raja sunu (Plectropomus laevis) merupakan komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi di pasar Asia, namun stoknya di alam sudah langka. Pemberian pakan buatan dalam pemeliharaan larvanya telah dilakukan, namun waktu respon awal larva terhadap pakan buatan secara tepat belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu awal pemberian pakan buatan yang efektif pada pemeliharaan larvanya. Tiga perlakuan pemberian pakan buatan yang diuji yaitu mulai umur 7 hari (D-7) (A), D-10 (B), dan D-13 (C). Parameter yang diamati meliputi perkembangan panjang total, sintasan larva, jumlah rotifer dalam lambung dan histologi organ pencernaan larva. Penelitian berlangsung sampai larva berumur 43 hari, menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga kelompok waktu untuk setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan waktu awal pemberian pakan buatan berpengaruh terhadap sintasan dan pertumbuhan larva. Panjang total dan sintasan larva umur 43 hari yang tertinggi dicapai pada perlakuan B yaitu 29,3 mm ± 0,36 mm dan 2,61% ± 0,21%; diikuti oleh perlakuan C dengan nilai 28,0 mm ± 0,85 mm dan 1,55% ± 0,18%; dan yang terendah pada perlakuan A adalah 27,0 mm ± 0,25 mm dan 0,85% ± 0,13%. Data ini menunjukkan bahwa waktu awal pemberian pakan buatan yang terbaik adalah mulai larva berumur 10 hari.
EVALUASI BAHAN BAKU PAKAN DAN PENGEMBANGAN PAKAN BUATAN UNTUK BUDIDAYA PEMBESARAN ABALON (Haliotis squamata) Nyoman Adiasmara Giri; Muhammad Marzuqi; Ni Wayan Widya Astuti; Wawan Andriyanto; Ibnu Rusdi; Retno Andamari
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 3 (2015): (September 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.141 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.3.2015.379-388

Abstract

Abalon merupakan salah satu jenis moluska laut yang memiliki nilai ekonomis penting dan spesies unggulan untuk budidaya di Indonesia. Keberhasilan budidaya abalon ditentukan oleh ketersediaan benih yang memadai. Selain itu, ketersediaan pakan yang baik juga berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan abalon. Efektivitas pakan buatan untuk pembesaran abalon dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi dasar tentang bahan baku untuk pengembangan pakan buatan dan respons pertumbuhan abalon H. squamata terhadap pakan buatan. Bahan baku pakan dikoleksi, dianalisis komposisi nutriennya yang meliputi komposisi proksimat, asam amino, dan asam lemaknya. Percobaan aplikasi pakan buatan berbahan baku rumput laut dilakukan di Laboratorium Pakan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol. Empat pakan percobaan dengan kombinasi tepung rumput laut berbeda dibuat dalam bentuk pelet kering. Sebagai pakan kontrol digunakan Gracilaria sp. segar dari tambak. Benih abalon ukuran bobot rata-rata 3,07±1,11 g dengan panjang cangkang 2,79±0,27 cm dipelihara dalam bak beton ukuran 2 m x 0,5 m x 0,5 m dengan kepadatan 400 ekor/bak. Bak dilengkapi dengan sistem air mengalir dan aerasi. Abalon diberi pakan percobaan dua kali sehari, pagi, dan sore hari. Percobaan dirancang dengan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan untuk setiap perlakuan. Pada penelitian ini diperoleh empat jenis rumput laut yang potensial dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan abalon H. squamata. Hasil uji pakan menunjukkan bahwa pakan dari campuran tepung rumput laut Gracilaria sp. tambak dengan Ulva sp. (2:1) atau campuran Gracilaria sp. tambak dengan Sargassum sp. (2,3:1) memberikan respons pertumbuhan abalon H. squamata yang baik.
DIFERENSIASI ORGAN PENCERNAAN LARVA KERAPU BEBEK TURUNAN KE-3 (F-3) DAN BEBERAPA AKTIVITAS ENZIM YANG TERKAIT Wawan Andriyanto; Ahmad Muzaki
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (726.08 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.51-63

Abstract

Pengamatan perkembangan diferensiasi saluran pencernaan larva ikan kerapu bebek F-3 hasil pembenihan induk generasi F-2 telah dilakukan melalui serangkaian pemeliharaan dari umur satu hari setelah menetas (HSM) sampai dengan 40 HSM. Sampel larva diambil setiap hari dari 1 HSM sampai dengan 10 HSM dan dilanjutkan interval tiga hari sampai umur 40 hari. Pakan alami diberikan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) perbenihan kerapu namun tidak diberikan pengkayaan apapun dalam pakan alaminya. Sampel dianalisis secara histologi dengan staining menggunakan HE dan dianalisis pula aktivitas tripsin dan cimotripsinnya menggunakan teknik enzim assay. Fase yolk sac sampai dengan umur 10 HSM, perkembangan (diferensiasi) saluran pencernaan berkembang sangat pesat. Pada fase ini organ pencernaan larva sudah terbagi dari mulut, esophagus, perut, usus, dan anus namun belum sempurna. Aktivitas tripsin dan cimotripsin sudah terdeteksi pada fase tersebut. Pada umur 13 HSM sampai dengan memasuki fase yuwana (28 HSM) organ pencernaan terutama perut dan usus mulai berkembang. Fase yuwana tercapai lebih lambat daripada larva kerapu bebek dari penelitian sebelumnya yang menggunakan larva turunan F-1 yang diberi pengkayaan pakan, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya gastric gland dan pyloric caeca sebagai indikator saluran pencernaan berfungsi dengan baik baru terjadi pada umur 28 HSM. Informasi yang bisa digaris bawahi dari pengamatan ini adalah bahwa hasil pembenihan kerapu bebek turunan ke-3 sudah bisa dilakukan namun perkembangan organ pencernaan yang cenderung lebih lambat dari turunan F-1-nya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor pengkayaan pakan atau hal lain yang perlu diamati lebih lanjut. 
PENGGUNAAN PAKAN PREMATURASI UNTUK PENINGKATAN PERKEMBANGAN GONAD PADA CALON INDUK IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal) Muhammad Marzuqi; I Nyoman Adiasmara Giri; Tony Setiadharma; Retno Andamari; Wawan Andriyanto; Ni Wayan Widya Astuti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.565 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.4.2015.519-530

Abstract

Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan jenis ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis dan komoditas unggulan perikanan. Untuk menanggulangi kendala kualitas benih bandeng yang kurang baik maka perlu disiapkan induk bandeng berkualitas baik dengan melakukan seleksi, serta pemberian pakan berkualitas baik, khususnya pakan untuk mendukung perkembangan organ reproduksi atau pakan prematurasi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang penggunaan pakan prematurasi untuk perkembangan gonad calon induk dan keragaan reproduksi ikan bandeng. Penelitian ini menggunakan 80 ekor calon induk ikan bandeng berumur tiga tahun dengan bobot rata-rata 1,9 ± 0,25 kg. Ikan dipelihara dalam dua buah bak beton kapasitas 100 m3 dan masing-masing diberi pakan prematurasi yang merupakan pakan komersial yang diperkaya dengan dua jenis formulasi bahan pengkaya yang berbeda. Pakan diberikan sebanyak 3,0% dari total biomassa ikan per hari. Masing-masing bak dilengkapi dengan aerasi dan sistem air mengalir dengan pergantian air mencapai 200%-300% per hari. Parameter yangdiamati adalah perkembangan oosit, sperma, dan kematangan gonad, serta pemijahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan prematurasi memacu perkembangan dan kematangan gonad dengan baik. Pada grup calon induk yang diberi pakan prematurasi B diperoleh tiga ekor induk betina mengalami perkembangan oosit tingkat large vitelogenesis (diameter > 500 μm) dan kematangan sperma induk jantan sebanyak 15 ekor. Pada grup calon induk yang diberi pakan premeturasi A terdapat satu ekor induk betina mengalami perkembangan oosit tingkat small vitelogenesis (diameter < 300 μm) dan kematangan sperma jantan dua ekor.