Regina Melianawati
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENAMBAHAN TAURIN MELALUI ROTIFER Brachionus rotundiformis UNTUK PERBAIKAN PERTUMBUHAN LARVA DAN PENINGKATAN PRODUKSI BENIH KERAPU SUNU, Plectropomus leopardus Regina Melianawati; Ni Wayan Widya Astuti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.041 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.421-428

Abstract

Ikan kerapu sunu Plectropomus leopardus merupakan komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga perlu dikembangkan dalam skala budidaya. Untuk meningkatkan keberhasilan pembenihan maka kualitas rotifer Brachionus rotundiformis sebagai pakan alami bagi larva perlu ditingkatkan. Uji coba penggunaan taurin sebagai salah satu bahan pengkaya rotifer perlu dilakukan, mengingat taurin merupakan asam amino bebas yang diharapkan dapat diabsorbsi dengan mudah dan cepat oleh larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan taurin terhadap pertumbuhan dan sintasan larva kerapu sunu. Penelitian dilakukan pada bak berkapasitas 6.000 liter. Selama pemeliharaan larva diberi fitoplankton Nannochloropsisocullata, rotifer, dan Artemia, serta pakan buatan. Perlakuan yang diujikan adalah: (A) penambahan taurin dan (B) tanpa penambahan taurin. Penambahan taurin dilakukan melalui proses bioenkapsulasi pada rotifer. Parameter yang diamati meliputi: panjang total, pertumbuhan duri sirip punggung dan perut, jumlah rotifer yang dikonsumsi oleh larva, serta sintasan benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva kerapu sunu umur 25 hari pada perlakuan A memiliki panjang total lebih besar (7,00±0,83 mm) dibandingkan pada perlakuan B (6,39±0,85 mm). Pertumbuhan duri sirip punggung dan perut larva pada perlakuan A terjadi lebih cepat dibandingkan pada perlakuan B. Jumlah rotifer yang dikonsumsi oleh larva pada perlakuan A lebih banyak dibandingkan pada perlakuan B. Secara statistik, semua parameter yang diamati tersebut berbedanyata pada kedua perlakuan (P<0,05). Sintasan benih kerapu sunu pada perlakuan A lebih tinggi (1,45%) dibandingkan pada perlakuan B (0,01%) (P<0,01). Dengan demikian maka penambahan taurin dapat meningkatkan pertumbuhan dan sintasan larva kerapu sunu.
EVALUASI KERAGAMAN GENETIK INDUK IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) F-1 DAN TURUNANNYA (F-2) DENGAN PENANDA mt-DNA Sari Budi Moria Sembiring; Ketut Suwirya; Regina Melianawati; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jra.7.3.2012.337-343

Abstract

Permintaan benih kerapu sunu terus meningkat sejalan dengan perkembanganbudidaya laut. Namun perdagangan ikan kerapu sunu masih didominasi oleh hasil tangkapan alam. Cepat atau lambat penyediaan induk alam akan semakin sulit. Untuk itu, perlu antisipasi penyediaan induk melalui hasil budidaya. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah evaluasi keragaman genetik antara induk kerapu sunu F-1 hasil seleksi dari budidaya dan turunannya (F-2) dengan menggunakan penanda mt-DNA. Penelitian menggunakan metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dengan empat enzim restriksi. Sampel yang digunakan adalah sirip ekor yang dipotong dari induk F-1 sebanyak 57 ekor dan yuwana F-2 sebanyak 40 ekor yang merupakan hasil pemeliharaan larva hingga yuwana. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan menggunakan 3 enzim restriksi yaitu Hae III; Mnl I; dan Nla III diperoleh tujuh komposit haplotip terdeteksi pada induk F-1, sementara Ecor V hanya 1 komposit haploid. Dari komposit haplotip tersebut hanya tiga komposit haplotip yang dominanpada turunannya (F-2). Hal ini dimungkinkan bahwa yuwana yang dianalisis tersebut berasal dari populasi 3 komposit haplotip induk F-1. Hasil analisis dengan program Tools for Population Genetic Analysis (TFPGA) menunjukkan bahwa nilai keragaman genetik induk F-1 mengalami penurunan sebesar 20,46% terhadap turunannya (F-2), hal ini diduga karena sedikitnya jumlah induk efektif yang memijah. Dengan demikian penambahan induk efektif perlu dilakukan untuk menghindari laju penurunan keragaman genetik.