Mulyadi Mulyadi
Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PARODI SOSIAL DALAM NOVEL PERSIDEN WISRAN HADI (Social Parody in Persiden Wisran Hadi’s Novel) Mulyadi Mulyadi
Salingka Vol 19, No 1 (2022): SALINGKA, Edisi Juni 2022
Publisher : Balai Bahasa Sumatra Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/salingka.v19i1.638

Abstract

Parodi biasanya dilakukan dalam menghadirkan kenyatan ataupun teks masa lalu ke dalam sebuah teks baru untuk mengolok-olok, menyentil, dan mengkritik sekaligus menghadirkan kejenakaan atas sebuah kenyataan sosial yang ditanggapi pengarang. Novel Persiden karangan Wisran Hadi berisi parodi tentang keluarga Rumah Bagonjong di Paraktringga yang mengalami dilema moral penerus keluarga matrilineal dan sosial di tengah kehadiran Simpang Persiden sebagai tempat hiburan yang memberi pengaruh buruk bagi generasi muda kampung Paraktuingga. Penelitan ini mengajukan masalah bagaimana bentuk parodi Wisran Hadi dalam novel tersebut dan apa fungsinya. Penelitan menggunakan pendekatan parodi menurut Hutcheon, dkk. Bahwa parodi berbeda dengan kitsch, dalam menanggapi teks masa lalu atau teks-teks di sekitarnya parodi lebih bersifat negatif. Penelitin ini menemukan dua macam parodi, pertama nama-nama tempat; parodi institusi sosial; dan parodi kekerasan dalam rumah tangga; kedua yang paling menonjol ialah parodi nama-nama karakter untuk menghasilkan kejenakaan dan satire yang sesuai dengan sifat-sifat buruk dan unik mereka. Semuanya dapat ditandai dalam bentuk plesetan nama-nama dan sifat. Dari kedua jenis parodi itu, terlihat bahwa pegarang memaksudkan parodinya sebegai kritik sosial yang jenaka sekaligus satir dan sebagai kegelisahan tentang perubahan sosial dalam gambaran sebuah keluarga matrilineal. Selain itu, novel yang becorak bahasa stilistika parodi itu juga harus didekati dengan pendekatan parodi di samping pendekatan lain agar ciri khas Wisrah Hadi dapat ditunjukkan.Kata kunci: Wisran Hadi, Persiden, parodi     Abstract  The parody is usually carried out to relay the reality or old text into new text for burlesquing, offending, criticizing, and presenting the humor of social fact considered by the author. Persiden novel of Wisran Hadi coverages a parody of Rumah Bagonjong family living in Paraktingga and experiencing the moral dilemma of matrilineal and social family invoked by the emergence of Simpang Persiden. This entertainment place has a bad influence on the young generation in the village. The study proposes how the form of Wisran Hadi parody in the novel is and what its functions are. The study pertains to the parody approach acknowledged by Hutcheon et al. That parody is distinctive with kitsch, in concerning the old texts and texts around them, parody is hostile. The study uncovers two forms of parody, firstly, name of places, social institution, and domestic violence, secondly, the most striking parody is name of characters to produce the humor and satire concerning to their bad and unique characters. All of them are marked by their playing name and behavior. Of two kinds of parody, it uncovers that the author aims his parody as witty and satire social critic as well as response of his restlessness of social change illustrated in a matrilineal family. Besides, novel figuring parody is also needs to approach using parody to expose Wisran Hadi’s style in writing.Keywords: Wisran Hadi, Persiden, parody 
KONTRADIKSI PERJUANGAN SIMBOLIK KALAYA DALAM MEMEROLEH PENGAKUAN JATI DIRI DALAM NOVEL JEMPUT TERBAWA (The Contradiction of Kalaya’s Symbolic Struggle in Obtaining Self-Recognition in Novel Jemput Terbawa) Mulyadi Mulyadi; Syaifuddin Syaifuddin; Rahmawati Rahmawati; Daratullaila Nasri
SAWERIGADING Vol 27, No 2 (2021): SAWERIGADING, EDISI DESEMBER 2021
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/sawer.v27i2.932

Abstract

AbstractThis article reveals the contradictions of the symbolic struggle of the protagonist Kalaya in Pinto Anugrah's novel Jemput Terbawa with the trauma background of the upheaval of the 1958 PRRI War in West Sumatra. The problem in this study was how contradictory the struggle of the protagonist Kalaya in obtaining symbolic recognition from the community and his mother, who has a traumatic background of the upheaval of the 1958 PRRI War, when his existence was a dilemma because he has enemy blood and he was not wanted. The problem of the symbolic struggle is analyzed using Pierre Bourdieu's concept, namely habitus and capital in the social arena with the turmoil of past trauma. The data were analyzed using Bourdieu's concept to reveal the causes of contradictions and levels of symbolic struggle of the characters and linked in literary texts contextually with social and historical aspects. This research finds that Kalaya's struggle effort can be said to be unsuccessful because of the social and historical contradictions that affect the social space depicted in the novel; The protagonist's contradiction occurs when the potential for success in his struggle, namely habitus and capital, especially social and symbolic capital, is hampered due to the historical past of the community and itself. As a result, his existence was rejected by his mother and the people there. In parallel, this novel is symbolic of the trauma of the 1959 PRRI defeat for the Minang people in the PRRI War. The trauma of defeat and the atrocities of war can destroy the capital and habit of a person and society. However, this does not mean that Bourdieu's concept is not suitable for this novel. The failure of the struggle occurred because of the dilemma of war trauma that caused contradictions.Keywords: Pick-up and taken, PRRI, Bourdieu, habitus, modal  AbstrakArtikel ini mengungkap kontradiksi perjuangan simbolis protagonis Kalaya dalam novel Jemput Terbawa karya Pinto Anugrah dengan latar belakang trauma pergolakan Perang PRRI 1958 di Sumatra Barat. Masalah dalam penelitian ini ialah bagaimana kontradiksi perjuangan protagonis Kalaya dalam memperoleh pengakuan simbolis dari masyarakat dan ibunya, yang memiliki latar belakang trauma pergolakan Perang PRRI 1958, ketika keberadaannya merupakan sebuah dilema karena dalam dirinya ada darah musuh dan ia pun tidak dikehendaki. Masalah perjuangan simbolisnya itu dianalisis dengan menggunakan konsep Pierre Bourdieu, yaitu habitus dan modal dalam arena sosial dengan kemelut trauma masa lalu. Data itu dianalisis dengan menggunakan konsep Bourdieu guna mengungkap sebab kontradiksi dan kadar perjuangan simbolis tokoh dan dikaitkan dalam teks sastra secara kontekstual dengan aspek sosial dan sejarahnya. Penelitian ini menemukan bahwa upaya perjuangan Kalaya dapat dikatakan tidak berhasil karena kontradiksi sosial dan sejarah yang mempengaruhi ruang sosial yang tergambar dalam novel; kontradiksi sang protagonis terjadi ketika potensi keberhasilan perjuangannya, yaitu habitus dan modal, terutama modal sosial dan simbolisnya terhambat karena faktor-faktor masa lalu sejarah masyarakat itu dan dirinya sendiri. Akibatnya, keberadaannya ditolak oleh ibunya dan masyarakat di sana. Secara paralel, novel ini bersifat simbolik tentang trauma kekalahan PRRI 1959 bagi masyarakat Minang dalam Perang PRRI. Trauma akibat kekalahan dan kekejaman perang itu dapat meruntuhkan modal dan habitus seseorang dan masyarakat. Namun, dengan demikian konsep Bourdieu itu tidak pula berarti tidak cocok dengan novel ini. Kegagalan perjuangan itu terjadi karena dilema trauma perang yang menimbulkan kontradiksi.   Kata kunci: Jemput Terbawa, PRRI, Bourdieu, habitus, modal