SAMISIH SAMISIH
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI KESULITAN BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR SAMISIH SAMISIH
JURNAL MITRA SWARA GANESHA Vol. 1 No. 1 (2014): JURNAL ILMIAH MITRA SWARA GANESHA
Publisher : JURNAL MITRA SWARA GANESHA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anak – anak usia sekolah dasar menganggap bahwa belajar itu harus di sekolah dan diberikan oleh guru bukan oleh orang tua, sehingga anggapan ini mengakibatkan anak tidak mau lagi belajar di rumah. Anak – anak masih menganggap bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang membosankan, karena harus dituntut (baik orangtua maupun guru) untuk selalu belajar dan mengerjakan tugas - tugas yang diberikan oleh guru.Keluhan yang dikemukakan tersebut dapat menjadi hambatan ataupun kesulitan dalam belajar. Jika kesulitan belajar ini tidak dapat tertangani dengan baik maka akan menjadikan prestasi siswa tidak baik pula. Oleh karena itu perlu adanya layanan bimbingan belajar yang diberikan oleh guru terkait dengan peningkatan prestasi belajar siswa. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Oleh karena itu, guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar – mengajar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses belajar mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu: (a) Mengarahkan siswa agar lebih mandiri; (b) Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa; (c) Perlakuan terhadap siswa secara hangat,  ramah,  rendah hati,  menyenangkan; (d) Pemahaman siswa secara empatik; (e) Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu, dsb.              
Konsep Happenstance Learning Untuk Pemecahan Masalah Bimbingan Karir di Sekolah SAMISIH SAMISIH
Jurnal Ilmiah Spirit Vol. 13 No. 1 (2013): JURNAL ILMIAH SPIRIT
Publisher : Universitas Tunas Pembangunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36728/jis.v13i1.257

Abstract

Permasalahan pendidikan dinegara kita mulai dari kerusakan gedung sanpai pada mutu pendidikan kita yag tidak layak sampai dengan kualitas pendidikan yang kurang juga terutama dirisaukan dengan masalah tenaga kerja yang tidak tertampung oleh lapangan pekerjaan yang memadai. Pemerintah merasa perlu menggalakkan SMK untuk menjadikan generasi muda  lebih kretif menciptakan lapangan kerja bukan mencari lapangan kerja untuk mengatasi pangangguran yang sulit terpecahkan selama ini. Salah satu cara adalah sistem permagangan yang disebut sistem ganda. Sistem ini bertujuan menjawab tuntunan agar terwujud kesesuaian antara keluaran dunia pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Pelaksanaan gagasan ini bukan tanpa kendala masih adanya faktor budaya dan kesiapan sistem dalam praktek didunia industry. Tantangan bagi peseta didik secara akademis dan intelektusl perlu dipersiapkan untuk menghadapi dunia kerja. Teori Happenstance Learning ( teori belajar kebetulan ) dapat menjawab kebutuhan siswa akan bimbingan karir. Happenstance learning percaya bahwa hal-hal yang terjadi dalam hidup individu seperti peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diramalkan bisa menjadi sebuah keuntugan apabila individu mampu bereaksi secara positif dengan mengembangkan keterampilan kritis, dan konselor dapat mengarahkan kien untuk mengubah pengalaman-pengalaman masa lalu menjadi peluang untuk belajar eksplorasi. Ada lima komponen konseling dalam menggunakan Happentance  Learning : (1)   Orientasi harapan konseli, (2) Mengidentifikasi harapan klien sebagai permulaan (3) Gunakan pengalaman sukses klien di masa lalu dengan peristiwa yang tidak direncanakan sebagai  dasar untuk tindakan saat ini, (4) Menyadarkan klien untuk mengenali peluang potensial, (5) mengatasi Blok to Action (mengatasi keyakinan disfungsional yang menghalangi tindakan yang konstruktif).
PEMBERDAYAAN REMAJA PASCA KHOTMIL QUR’AN DI DESA GENTINGSARI MELALUI LITERASI QUR’AN Alya Rahma Nurul Aisyah; Revina Hidayatul Aziza; Arum Sutrima; Rizky Maulidi; Ahmad Muntako; Deni Pangestu; Yoga Dwiki Saputra; Mayang Apriana; Esa Bagus Pranata; Dea Puspa Annisa; Ati Falahati; Agus Mufid Alfaruq Abidullah; Adisty Suchy Octarilza; Samisih, Samisih
Kreativitas Pada Pengabdian Masyarakat (Krepa) Vol. 4 No. 8 (2025): Kreativitas Pada Pengabdian Masyarakat (Krepa)
Publisher : CV SWA Anugerah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.8765/krepa.v4i8.11378

Abstract

Masa remaja adalah masa yang sangat penting dalam proses perkembangan. Pada tahap ini, remaja mulai mencari identitas diri, mengembangkan hubungan sosial, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan kehidupan dewasa. Usia remaja memiliki tantangan yang sangat besar, salah satunya adalah pengaruh media sosial. Pemberdayaan remaja merupakan salah satu strategi yang penting untuk membantu mereka menghadapi tantangan tersebut. Pemberdayaan remaja yang bisa diterapkan salah satunya adalah melalui literasi Al-Qur’an. Program pemberdayaan ini menjadi relevan dalam menghadapi tantangan era digital, di mana banyak remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan gawai dibandingkan dengan kegiatan positif berbasis keagamaan. Penelitian ini menggunakan metode study lapangan. Metode ini dipilih dengan tujuan untuk memahami bagaimana literasi Qur’an dapat memberdayakan remaja setelah menyelesaikan khatam qur’an. Satu-satunya TPQ di Desa Gentingsari. Kegiatan pemberdayaan remaja pasca khotmil Qur’an di Desa Gentingsari mendapat respon positif dari masyarakat di Desa Gentingsari, khususnya para orangtua yang memiliki anak seusia remaja. Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan, tidak banyak remaja yang konsisten untuk terus mempelajari Al-Qur’an. Dari hasil pengamatan, program pemberdayaan remaja pasca khotmil Qur’an di Desa Gentingsari kurang berhasil karena hanya 3 remaja yang berhasil konsisten dalam mengikuti kegiatan mulai dari awal, hingga selesai pekan produktif kelompok 3 KPM UNSIQ Wonosobo.